#54

16 8 25
                                    

Acara pertunangan selesai, Septian duduk di samping Clarissa. Memandangnya dalam dalam, menerka nerka apakah ini adalah jawaban yang baik bagi keduanya.

"Mau sampai kapan menatapku seperti itu?" celetuk Clarissa yang sibuk memakan cake coklat.

"Lu bahagia?"

Clarissa tertegun mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Septian.

"Tentu saja." jawabnya tanpa menoleh sedikitpun ke arah Septian.

"Gue tau bukan ini yang lo mau."ucap Septian.

"Hati lo berhak bahagia, mau sampai kapan pura pura baik baik aja?"sambungnya.

Kali ini, ucapan Septian membuat Clarissa menyelesaikan makannya dan menatap Septian.

"Tau apa lo tentang bahagia gue?"ucap Clarissa.

"Gue berhak bertanya perihal rasa ke lo, untuk apa nerusin hubungan ini yang tujuannya aja cuma nutupin luka luka lo. Bukan hanya lo yang berhak bahagia, tapi gue juga." jelas Septian.

"Jadi lu mikir lu cuma penutup bagi luka gue sebelumnya?" tanya Clarissa.

"Tentu saja, bagaimana mungkin lu suka sama gue secepat ini?"

"Rasa cinta tumbuh karena terbiasa bukan? apalagi yang lo ragukan? lagian gue bahagia bisa tunangan sama lu." jawab Clarissa.

"Cinta karena terbiasa berbeda dengan cinta yang sengaja dibuat dan membuatnya terbiasa. Setau gue, cinta terbiasa untuk orang orang yang memang masa lalunya baik baik saja."

"I know, masa lalu gue emang seburuk itu. Tapi lo bisa kan ngomong biar ga nyakitin hati? gue minta lu ngerti--"

"Mengerti? Kita sama sama gatau, suatu hari nanti lo benar benar ga ninggalin gue. Hati lu masih ada Alden Sa, besar juga kemungkinan lu liat gue sebagai Alden. gue ga bermaksud buat nyakitin hati lo. gue punya hak atas perasaan gue."jelas Septian.

"Ini masih awal, lu punya waktu buat jawab pertanyaan gue. Jangan maksain diri sendiri, sembuh bisa tanpa adanya orang baru buat lupa." Sambung Septian lalu pergi meninggalkan Clarissa.

Clarissa menatap punggung Septian yang mulai menjauh.

"Gue gabisa nyalahin Septian soal pertanyaannya, jika dibilang gue bahagia hari ini jawabannya tentu saja tidak. Rasanya semakin kesini semakin sakit. Lalu apalagi yang harus gue lakuin? menyelesaikan pertunangan ini? Septian suka sama gue, tapi bukan berarti gue bisa jadiin dia pelarian gue. Tapi gue gaada maksud--" Clarissa sibuk dengan pikirannya.

-------

Tok... Tok... Tok...

"Aurora buka pintunya!" teriak Beatrice sekencang kencangnya dari balik pintu apartemen aurora.

"Kemana si orangnya? lama banget. "

Beberapa saat kemudian, pintu abu abu itu terbuka. Aurora dengan setelan baju tidur menatap Beatrice dengan penuh tanda tanya.

"Lu ga liat ini udah malem? gabisa bertamu liat waktu?"ucap Aurora.

Beatrice mendorong tubuh Aurora pelan agar dia bisa masuk ke dalam apartemen Aurora.

"Main masuk aja jadi orang!"celetuk Aurora

"Lu bisa diem ga?"

"Mau apa lu kesini?"

"Gue minta penjelasan bayi dikandungan lu, sekarang!" ucap Beatrice.

"Huhh.. "Aurora menghela napas lalu duduk didepan Beatrice.

"Bayi ini bukan anak Alden, sekarang lu bisa pergi?" jawab Aurora sambil mempersilahkan Beatrice keluar dari apartemennya.

"Maksud lo."

Something worthwhile Where stories live. Discover now