~AURORA||24~

18 8 7
                                    

Happy reading guys

"Em, Mama pernah kok ketemu Gavin..."

"Oh kamu yang nganterin Aurora ke rumah sakit dulu ya?" tebak Kirana yang membuat Aurora memberengut kesal karena ucapannya di potong begitu saja oleh sang Mama.

"Iya, Tan."

"Em, maaf Tante. Saya boleh minta kotak PPPK nya? Buat ngobatin kakinya Aurora," tanya Gavin.

"Oh boleh, bentar ya Tante ambilin," jawab Kirana, dan segera mengambil kotak PPPK tersebut.

"Em, masih sakit Ra?" tanya Gavin khawatir.

"Enggak kok," jawab Aurora sambil menggenggam tangan Gavin.

"Halah, Vin lo nggak usah khawatir. Udah biasa itu Aurora gitu. Orang dulu pas di Bandung dia biasa ikutan tawuran," ungkap Reygan sambil tersenyum mengejek kepada adiknya.

Aurora berusaha menahan marahnya. "Bang Reyyy," geramnya sambil memelototi Reygan.

"Bener itu Ra?" tanya Gavin sambil menatap Aurora dengan tatapan teduhnya.

"Ya iyalah bener. Pacar lo itu, badas banget. Banyak tuh korbannya dia yang sampai masuk rumah sakit. Gara gara patah tulang lah, pingsan lah," ungkap Reygan lagi.

"Iya tuh dia tuh badas banget kalo pas berantem. Tante pernah liat sendiri dulu pas dia mukulin cowok yang mau ngejambret tas Tante pas di pasar," tambah Kirana.

Tangan Gavin terulur mengacak rambut gadisnya, "Kamu hebat banget sih. Tapi kamu juga harus hati hati, bisa aja kan orang yang kamu pukulin itu jadi dendam sama kamu atau dia ngelaporin kamu ke polisi?" nasehat Gavin dengan hati hati, karna sebenarnya ia tahu, Aurora tidak akan mungkin memukuli orang tanpa sebab.

"Kalo itu mah gampang, tinggal kumpulin semua kejahatan yang udah di lakuin dia, trus aku laporin balik deh ke polisi," bantah Aurora.

"Iya deh, tapi sekarang kan udah ada aku yang siap ngelindungin kamu. Jadi kalau ada apa-apa telfon aku aja ya. Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa," ucap Gavin sambil menatap Aurora teduh.

"Iya, kamu tenang aja," jawab Aurora sambil menggenggam tangan Gavin.

"Em, Gavin ini di cicipi dulu ya hidangannya. Oh iya, ini kotak PPPK nya," ujar Kirana sambil memberikan kotak tersebut pada Gavin. Lalu dengan segera Gavin menerimanya sambil mengucapkan terimakasih kepada Kirana.

Gavin membuka kotak PPPK, lalu ia mengambil kapas dan alkohol untuk mengobati kaki Aurora yang lecet. Ia mulai mengobati gadisnya dengan telaten dan penuh perhatian. Meskipun pada awalnya Aurora menolak jika kakinya di obati oleh Gavin, namun setelah bujukan dari Gavin Aurora pun menurut.

~~~~

Malam harinya keluarga Aurora berkumpul di ruang tengah.

"Ma, Mama enggak marah kan kalau aku pacaran sama Gavin?" tanya Aurora gugup sambil memilin jari-jari tangannya.

"Marah? Nggak dong sayang, kenapa Mama harus marah coba. Toh, Mama liat juga Gavin cowok yang baik. Mama yakin dia nggak bakal nyakitin kamu. Tapi, kamu juga jangan lupa, kamu nggak boleh ngelewatin batasannya. Mama nggak mau, kalau sampai masa depan kamu hancur cuma gara-gara cinta," nasehat Kirana pelan pelan, sambil mengelus kepala anak gadisnya itu.

"Abang juga setuju sama apa yang diomongin Mama. Selama ini Abang pantau kalian berdua loh. Dan Abang liat Gavin bukan cowok yang suka aneh aneh," sanggah Reygan.

"Yey makasih Abang, makasih Mama. Aku janji aku nggak bakalan ngelewatin batasannya. Aku bakalan jaga kepercayaan kalian," jawab Aurora bersemangat sambil memeluk Abang dan Mamanya. Ah, rasanya Aurora sangat beruntung memiliki keluarga yang bisa mengerti dia.

Hoaam

"Ma, Bang, Rora ngantuk nih. Aku tidur duluan ya? Good night Abang dan Mamaku tersayang," pamit Aurora.

"Good night too Ra, have a nice dream  princess."

~~~

Sesampainya di kamar Aurora langsung merebahkan dirinya di kasur kesayangannya.

Ia menatap langit-langit kamarnya. Hingga tak terasa air matanya menetes. Lalu dia mengambil foto Papanya.

"Pa, Rora kangen hiks. Papa apa kabar di sana? Semoga Papa bahagia di sana ya. Jujur, Rora kangen banget sama Papa hiks," ujarnya sambil memeluk foto Papanya.

Rasa kantuk mulai menyerang Aurora. Akhirnya, ia memilih tidur dengan foto Papanya yang masih berada di diperlukannya.

Pyarrr!

Dengan segera Aurora bangun. Ia melangkahkan kakinya ke arah jendela guna melihat siapa yang telah melempari jendela kacanya dengan batu. Namun, nihil tidak ada siapapun di luar sana.

Lalu Aurora mengambil batu yang digunakan untuk melempar jendelanya tadi, dan ternyata batu itu dibungkus oleh kertas yang  bertuliskan. 'Hai Aurora, lo kangen ya sama Papa lo? Tenang, sebentar lagi gue bakalan buat elo menyusul Papa lo ke neraka jahanam!' Dan tulisan itu ditulis dengan tinta merah.

"Siapa ya yang kirim tulisan teror kayak gini? Perasaan gue nggak pernah punya musuh. Eh tapi bentar, ini kok kertasnya bau anyir darah ya? Astaga, ini kertas bukan ditulis pakek tinta merah, tapi ini darah!" monolog Aurora sambil menatap waspada ke sekitarnya.

"Ra? Dek? Kamu nggak papa kan? Lah ini siapa yang mecahin jendela kamu?" tanya Reygan yang tiba tiba ada di samping Aurora.

Aurora hanya bergeming, jujur dia masih bingung. Siapa yang berani beraninya menteror dia seperti ini? Musuh? Bukankah Aurora hampir tidak memiliki musuh?

"Ya udah dek kamu duduk dulu aja, ini biar pecahannya ini Kakak bersihin," ujar Reygan sambil menuntun adiknya yang tampaknya masih syok untuk duduk.











Hai guys gimana chapter ini?
Jangan lupa vote dan komen
Yang nggak vote dosa loh, apa susah nya sih vote tinggal pencet loh ini tuh. Beli novel aja bisa masa nge vote kek ginian yang gratis nggak bisa?

Maaf ya aku jarang update karna sibuk banget ini. Udah mulai ujian praktek juga.

TBC?





AURORA Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora