PVSA - 03

252 12 0
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


⇧⇧⇧Rayna Harrel ⇧⇧⇧

Keesokan harinya di kantor polisi. Ferdad sedang berdiskusi dengan timnya. Ada 5 orang polisi di dalam ruangan itu termasuk dirinya. Mereka adalah Marla, satu-satunya polisi wanita di tim, lalu ada Arghi, Frizki, dan Gunawan.

"Aku pikir tato di tubuh Rayna ada hubungannya dengan para penjahat itu," ucap Ferdad.

Frizki melongo. "Tato di dada kiri? Maksud Pak Ferdad di payudaranya? Pak Ferdad me-melakukan...."

"Aku tidak melakukannya. Dia yang menunjukkannya padaku," potong Ferdad.

Gunawan tersenyum mesum. "Pasti Pak Ferdad melakukannya, kan? Mana mungkin Pak Ferdad menyianyiakan kesempatan itu?"

Ferdad menjitak kepala Gunawan. "Pikiranmu terlalu kotor. Cepatlah menikah dan berhenti mengejekku."

Arghi tertawa melihat Gunawan dimarahi Ferdad. Tapi, dia berhenti tertawa setelah Ferdad menjitak kepalanya juga. Frizki dan Marla menahan tawa melihat itu.

"Sepertinya tato bunga itu adalah sebuah lambang," kata Marla.

Semua mata tertuju padanya.

"Tato bunga juga ditemukan di leher pria yang dibunuh Rayna kemarin. Tim otopsi yang bilang," sambung Marla.

"Mungkin kau benar, Marla. Kita harus mengumpulkan informasi sebanyak mungkin untuk menangkap mereka semua. Karena musuh kita kali ini tidak satu atau dua orang. Yang kita tangkap lebih dari 4 orang. Setidaknya sekarang sudah berkurang. Salah satu dari mereka tewas dan satunya lagi ada di tanganku," ujar Ferdad.

"Informasi dari ARN hanya menjelaskan garis besarnya saja. Mereka tidak memiliki informasi yang lebih spesifik, apalagi data-data pribadi dari para anggota penjahat ini," kata Frizki.

"Apa kau sudah mencari informasi lain dari mayat pria itu, Gunawan?" Ferdad beralih pada Gunawan.

"Sedang dalam proses, Pak. Dua jam lagi kita akan segera mengetahuinya," jawab Gunawan.

"Lalu bagaimana dengan Rayna? Apa dia bisa kita interogasi lagi?" Tanya Marla hati-hati.

"Jika kita menginterogasinya lagi, dia akan curiga. Gadis itu sangat berbahaya. Kalian lihat sendiri, kan, dia membunuh pria itu tanpa luka sedikit pun. Padahal dia baru sadar dari koma dua hari sebelumnya. Meskipun ingatannya hilang, kemampuan dan instingnya tidak ikut hilang," kata Ferdad.

Marla mengangguk mengerti.

"Data yang kita punya hanya tentang Mark Demetrio si pemimpin. Kita tidak memiliki data mengenai anggotanya." Ferdad menunjukkan foto pria tampan berpakaian loreng di layar.

Tiba-tiba pintu ruangannya diketuk. "Pak Ferdad, Pak Septiawan sudah datang dan menunggu Anda."

Ferdad menepuk dahinya. "Aku lupa ada janji dengannya."

Septiawan duduk di sofa sambil menyentuh tanaman di pot. Ferdad memasuki ruangan sambil memberikan hormat. "Pak."

"Duduklah."

Ferdad pun duduk di sofa. Septiawan menghela napas berat.

"Aku harap kau bisa sedikit berakting dan menulis naskah ceritamu sendiri. Rayna bukan gadis biasa. Dia sangat cerdas. Kau harus bisa memanipulasinya." Septiawan memberikan sebuah map coklat pudar pada Ferdad.

Karena penasaran, Ferdad membukanya. Ada foto Rayna beserta identitas aslinya di dalam map itu. Ferdad melihat tato yang sedikit menyembul di dada kiri Rayna dalam foto tersebut.

"Semua data terperinci tentang gadis itu sudah tertera di sini. Informasi sekecil apa pun tentangnya juga lengkap. Kau bisa memanfaatkannya. Hanya data tentangnya yang aku punya." Septiawan beranjak dari tempat duduknya, begitu pun dengan Ferdad.

"Hanya itu yang ingin aku katakan," ujar Septiawan.

Ferdad memberikan hormat. Langkah Septiawan terhenti. Pria paruh baya itu kembali menoleh pada Ferdad.

"Karena kau berpura-pura menjadi suaminya, kau harus menunjukkan padanya kalau kau memang suaminya," kata Septiawan.

Ferdad mengerti maksud Septiawan, tapi dia tidak bisa melakukannya pada Rayna yang sebenarnya adalah seorang buronan yang sedang dia tangkap.

"Sudah 3 tahun istrimu meninggalkanmu. Kau pasti membutuhkan wanita untuk menemanimu. Kau bisa melakukan sepuasnya pada gadis itu." Berakhirnya kalimat itu, Septiawan berlalu.

Ferdad pun duduk di kursi kebesarannya kemudian membaca semua isi map coklat yang tadi diberikan Septiawan.

"Dari mana Pak Septiawan mendapatkan data sedetail ini? Apa BIN yang mencarikannya? Atau ARN?" Gumam Ferdad.

Beberapa jam kemudian, pintu ruangannya diketuk. Ferdad menoleh ke pintu. Ternyata Gunawan.

Di ruang komputer, Gunawan menjelaskan, "Pria yang tewas dibunuh Rayna itu adalah seseorang bernama Kevin. Dia sama-sama bergabung dengan geng yang dibentuk oleh Mark Demetrio. Kevin berkewarganegaraan Indonesia...."

"Lalu?"

"Kevin membawa cincin di jari kelingkingnya. Setelah aku periksa, ternyata ada pelacak di dalam cincin tersebut. Aku mencari lokasi si pelacak, ternyata sudah dinonaktifkan dua menit setelah Kevin terbunuh," jelas Gunawan.

"Berarti Mark berada di lokasi saat Rayna membunuh Kevin. Dia pasti melihat Rayna menusuk Kevin. Setelah melihat Kevin tidak bisa diselamatkan, dia langsung memutuskan pelacak miliknya dengan milik Kevin agar dirinya tidak bisa dilacak," kata Ferdad.

Gunawan mengangguk paham. "Berarti sekarang dia berada di dekat kita."

Ferdad melipat kedua tangannya di depan dada. "Kau benar. Mark menginginkan Rayna kembali. Sebuah tim tidak akan kuat jika salah seorang anggotanya tidak ada. Sekarang Mark pasti sedang berada dalam kesulitan. Dua orang anggotanya tidak bersamanya lagi. Ini kesempatan kita menangkap mereka sebelum Mark menemukan pengganti Rayna dan Kevin."

☆★☆

13.20 | 20 April 2021
By Ucu Irna Marhamah

POLICE VS ASSASSINWhere stories live. Discover now