PVSA - 20

171 13 0
                                    

Di kantor polisi, Septiawan kebetulan datang. Dia dan Ferdad berbicara di ruangan Ferdad seperti biasa.

"Kedua anggota barumu akan berguna. Aku tidak mengira ARN akan menyembunyikan informasi penting dari kita. Mereka benar-benar licik," kata Septiawan.

Ya, dirinya juga licik. Tidak berkaca.

"Pak, apa aku boleh bertanya sesuatu?" Tanya Ferdad hati-hati.

"Hm? Kau mau menanyakan apa?" Septiawan menatap Ferdad.

"Apakah Bapak menanam alat pelacak dan bom ke dalam tubuh Rayna?" Ferdad menatap Septiawan dengan serius.

"Aku tidak bisa mengantisipasi berbagai kemungkinan. Dia sangat berbahaya. Jika tiba-tiba dia ingat siapa dirinya, kita semua akan berada dalam masalah besar. Dengan menanam bom di tubuhnya, dengan mudah aku bisa mengatur kapan dia akan mati. Ledakannya tidak akan membuat tubuh gadis itu menjadi hancur, tapi bisa membuatnya tewas seketika," jelas Septiawan.

Ferdad sangat kesal mendengarnya. "Tapi, Pak, menanam benda berbahaya seperti bom ke dalam tubuh manusia itu salah, sekalipun dia buronan kita."

"Tidak ada yang salah dengan apa yang kulakukan. Kau hanya perlu mengikuti perintahku, Ferdad. Jangan mempertanyakanku." Septiawan berlalu pergi.

Ferdad memukul meja sambil menggeram kesal.

Malam harinya, Ferdad pulang ke apartemen. Dia melihat Rayna tidur di kursi. Pria itu mengusap rambut Rayna dengan lembut. Tapi dia segera menyingkirkan tangannya dari kepala Rayna.

Dia tidak bisa memperlakukan Rayna dengan lembut, meskipun pada dasarnya perempuan itu sekarang tidak ingat apa pun, tetap saja kejahatannya di masa lalu dilakukan dalam keadaan sadar.

Gynevra, seandainya kau terlahir sepolos dan sebaik ini, mungkin kita bisa berteman. Jika kau bukan seorang kriminal, mungkin ini semua tidak akan pernah terjadi, rekan-rekanku tidak akan pernah gugur, dan kau tidak akan pernah menjadi jembatan yang kami manfaatkan untuk misi, kata Ferdad dalam hati.

Keesokan harinya, Rayna terbangun karena mendengar suara bersisik. Dia terkejut saat menyadari kalau dirinya tidur di atas ranjang. Sejak kapan ada ranjang di apartemen kosong itu? Dia keluar dari kamarnya dan melihat Ferdad sedang mengawasi orang-orang yang mengangkut barang-barangnya ke dalam apartemen tersebut.

"Barang baru?" Tanya Rayna pada Ferdad.

Mendengar suara Rayna, Ferdad menoleh. "Kau sudah bangun? Aku sengaja membeli barang baru, karena aku tidak ingin memindahkan barang lama di rumah peternakan kemari. Bisa jadi para penjahat itu menyembunyikan pelacak atau kamera tersebunyi di barang-barang tersebut."

Rayna ber-oh-ria.

Setelah pekerjaannya selesai, orang-orang itu pun pergi.

"Jika kau punya apartemen yang dekat dengan tempat kerjamu, kenapa kau memilih rumah di peternakan itu untuk dijadikan tempat tinggal?" Tanya Rayna.

Ferdad memegang kedua lengan Rayna. "Bukankah kau sendiri yang ingin tinggal di pedesaan yang jauh dari kebisingan kota? Kau yang memintaku untuk pidah dari tempat ini, karena kau sering bertengkar dengan tetangga sebelah."

Rayna tampak berpikir.

Ferdad memasang ekspresi terkejut. "Ah, kau pasti lupa. Maafkan aku."

Rayna menunjuk ke samping. "Tetangga sebelah? Aku sering bertengkar dengannya?"

Ferdad mengangguk. "Kalian pernah saling melempar panci dan gayung. Itu hampir terjadi setiap hari, tapi tetangga sebelah pindah rumah setelah kita tinggal di peternakan."

"Ah, kenapa aku memiliki masa lalu yang sangat buruk," gerutu Rayna.

Ferdad tertawa. "Kau tidak perlu memikirkannya."

Rayna tersenyum kecil.

☆★☆

11.44 | 20 April 2021
By Ucu Irna Marhamah

POLICE VS ASSASSINWhere stories live. Discover now