PVSA - 50

139 14 0
                                    

Septiawan dan tim Gunawan serta beberapa pasukan polisi khusus telah tiba di gedung terbengkalai.

"Aku akan masuk sendirian. Apabila kalian mendengar suara tembakan, cepat datang bantu aku," kata Septiawan.

Bayu dan Andy saling pandang. Kelima polisi itu menganggukkan kepala. "Siap, Pak."

Septiawan pun memasuki gedung tersebut. Karena terjadi ledakkan, gedung itu kini hanya tersisa bagian sayap kiri saja. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

Tiba-tiba terdengar suara berlari dari lantai atas. Septiawan mengeluarkan pistol dan menodongkannya ke segala arah. Dia sampai di atap tertinggi sayap kiri bangunan. Tidak ada siapa pun di sana.

Namun, seseorang tiba-tiba muncul dan menerjang punggungnya. Septiawan tersungkur. Dia akan menembak ke arah orang itu, tapi orang itu menendang tangan Septiawan.

Ya, orang itu adalah Nevra.

Saat Septiawan mau menembak untuk meminta pertolongan pada anak buahnya, Nevra menunjukkan pistolnya sudah di tangan Nevra.

Septiawan panik. Mereka berdua pun berkelahi. "Waktu itu kau memukuliku dengan jantannya. Padahal aku sedang terluka. Sekarang aku sangat sehat sentosa dan semangat untuk menghajarmu, Pak tua."

Septiawan yang sudah lama tidak bertugas di lapangan cukup kewalahan menghadapi assassin terlatih seperti Nevra.

Nevra menghajar Septiawan persis seperti apa yang Septiawan lakukan padanya dulu. Nevra menendang perut pria paruh baya itu. "Ini untuk Han."

Pukulan menghantam wajahnya. "Ini untuk keluarga Brandon!"

Septiawan jatuh tertekuk.

"Kau menerima banyak suap untuk menutupi kasus-kasus besar, termasuk kasus keluarga Brandon. Wargamu terluka dengan keadilan yang kau jual sehingga dia menjual kewarganegaraannya." Nevra menodongkan pistol ke wajah Septiawan.

Pria paruh baya itu tertawa. "Hidupmu akan berakhir setelah kau menarik pelatuknya."

Nevra tersenyum. "Setidaknya aku tidak mati sendirian. Kau dan kedua atasanmu akan ikut bersamaku."

Sementara itu, Ferdad masih berada dalam perjalanan. Dia sangat khawatir. "Nevra, tunggu aku...."

Dor!

Nevra menembak paha Septiawan. Para polisi segera memasuki gedung setelah mendengar suara tembakan. Mereka tiba di atap gedung. Mereka melihat Nevra menodongkan pistolnya ke wajah Septiawan.

"Letakkan senjatamu dan letakkan tangan di belakang kepala!" Marla memerintahkan Nevra dengan air mata berlinang.

Nevra menatap satu per satu rekan Ferdad. Dimulai dari Gunawan, Arghi, Marla, Bayu, dan Andy. Mereka tampak sedih dan khawatir. Para polisi khusus di belakang mereka juga sudah bersiaga.

Nevra berkata, "Aku tidak bisa membiarkan kriminal bertopeng lencana ini tetap hidup. Jika kriminal membunuh kriminal, maka itu bukan masalah."

Septiawan tertawa. "Kau takut?"

Dor!

Nevra menembak wajah pria paruh baya itu. Para polisi pun menembaki Nevra tanpa ampun. Ferdad telah tiba di gedung itu. Dia segera masuk. Kekhawatirannya semakin besar saat mendengar suara tembakan yang rapat.

Nevra terpundur ke tepi gedung. Ferdad muncul dan memeluk perempuan yang sangat dia cintai itu. Tembakan juga mengenai punggungnya. Ferdad menarik Nevra dan menjatuhkan diri ke bawah.

"Pak Ferdad!"

Tubuh Ferdad dan Nevra tercebur ke laut di belakang gedung. Sebuah surat terbang terbawa angin. Apa isi surat yang dibaca Ferdad?

Ferdad,

Nevra sangat mencintaimu. Aku tahu saat dia menatapku, tidak ada cinta di matanya seperti dulu. Hari ini dia menolak ikut kabur bersamaku. Dia memilih mati di negaramu ini. Nevra dan Gunawan merencanakan sesuatu. Datanglah ke gedung terbengkalai saat Gunawan dan Septiawan pergi ke sana. Semoga paket ini sampai ke tanganmu tepat waktu.

Mark Demetrio.

☆★☆

19.49 | 22 April 2021
By Ucu Irna Marhamah

POLICE VS ASSASSINWhere stories live. Discover now