PVSA - 44

124 12 0
                                    

Nevra menodongkan pistolnya ke luar jendela mobil. "Meskipun aku seorang assassin, kadang tembakanku meleset."

Kedua mata Ferdad membulat. Ada banyak orang yang berlalu lalang di jalanan termasuk anak-anak yang baru pulang sekolah.

Dor!

Tembakan Nevra mengenai tiang lampu jalan. Ferdad tampak khawatir. Nevra tersenyum dia menodongkan pistolnya ke arah anak-anak SD yang baru keluar dari bus.

"Tidak, jangan lakukan itu!" Mohon Ferdad.

Dor!

Tembakan Nevra mengenai balon yang dipegang salah seorang anak. Ferdad melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke tempat yang lebih sepi.

Nevra menodongkan pistol ke jalanan di mana banyak kendaraan yang lewat. Gadis itu menutup matanya.

"Kau gila?!" Teriak Ferdad.

Nevra menarik pelatuk dan tembakannya mengenai spion mobil orang. Sehingga mobil itu terseok-seok ke arah mobil yang dikendarai Ferdad.

Ferdad panik, karena mobil yang dikendarainya terseret ke arah pagar beton jembatan yang di bawahnya adalah jembatan curam. Karena kaki Ferdad yang terluka akibat tembakan kemarin, dia tidak bisa menginjak rem dengan benar sehingga kedua mobil itu menabrak pagar beton dan terlempar, berguling-guling ke jurang.

Di dalam mobil, Ferdad dan Nevra terbentur-bentur. Keduanya tidak sempat melarikan diri. Mobil itu menyangkut di batu pinggir jurang. Sayangnya pintu mobil terbuka sendiri dan Nevra pun terjatuh ke jurang.

"Tidak!" Ferdad tidak sempat meraih tangan gadis itu. Dia pun berusaha keluar dari mobil, karena bensinnya bocor, dipastikan mobil tersebut akan segera meledak.

Ferdad jatuh terhuyung. Dia berjalan tertatih mencari Nevra. Tiba-tiba mobilnya meledak sehingga Ferdad terlempar beberapa meter akibat ledakan itu. Dia melihat Nevra tak jauh darinya. Gadis itu terkapar tak sadarkan diri. Pandangan Ferdad menjadi kabur. Dia pun tersungkur dan kehilangan kesadaran.

Saat dirinya membuka mata, Ferdad sudah berada di rumah sakit. Marla dan Gunawan yang pertama dia lihat.

"Apa buronan itu kabur?" Tanya Ferdad.

"Di saat kondisimu seperti ini kau masih memikirkan buronan itu?" Marla tampak kesal.

"Gadis itu koma," Gunawan yang menjawab.

"Pak Septiawan sudah tahu?" Ferdad bangkit. Marla membantunya duduk.

"Pak Septiawan terluka karena serangan gadis itu. Perutnya ditusuk dan telinga kirinya berdarah," ujar Gunawan.

Tiga hari kemudian, Ferdad sudah pulih. Dia sering datang ke rumah sakit untuk melihat keadaan Nevra yang masih koma. Bahkan pria itu memerintahkan 2 polisi untuk berjaga di depan pintu kamar Nevra agar gadis itu tidak kabur lagi saat dia bangun nanti.

Dokter menemui Ferdad. "Benturan keras di kepala membuatnya koma. Satu hal yang saya takutkan, amnesia. Semoga ingatannya kembali pulih saat dia siuman. Oh, ya, satu hal lagi. Ada banyak pisau yang dia selipkan di pakaiannya. Kami sudah mengeluarkannya."

Ferdad melihat baskom berisikan banyak sekali jenis pisau. Dokter pun pamit.

"Kau buronan teraneh yang pernah aku temui. Bagaimana bisa kau menyembunyikan pisau di sekujur tubuhmu," gumam Ferdad sambil menatap Nevra yang terbaring di ranjang.

Septiawan bersama seorang polisi wanita datang ke rumah sakit. Mereka berdua menghampiri Ferdad yang sedang berbicara dengan dua polisi di depan pintu ruang rawat Nevra. Telinga Septiawan tampak diperban.

"Ferdad," panggil Septiawan.

Ferdad menoleh lalu memberikan hormat. "Pak."

"Perkenalkan, dia Bella, polisi baru yang aku tambahkan ke unitmu," ucap Septiawan.

Bella memberikan hormat pada Ferdad begitu pun sebaliknya.

"Dia akan menyamar menjadi perawat pribadi Nevra untuk mengantisipasi jika gadis itu bangun dan kabur. Kau jelaskan tugasnya seperti apa," perintah Septiawan.

Ferdad menganggukkan kepalanya. "Siap, Pak."

☆★☆

10.54 | 22 April 2021
By Ucu Irna Marhamah

POLICE VS ASSASSINWhere stories live. Discover now