PVSA - 26

157 10 0
                                    

Ferdad memasuki apartemennya. Dia tidak melihat keberadaan Rayna. Karena khawatir, pria itu mencari Rayna ke seluruh ruangan di apartemen tersebut. Tapi, dia tidak menemukannya.

"Rayna?"

Terdengar suara ketukan dari kamar mandi. Ferdad menoleh ke arah sana kemudian mengetuknya. "Rayna? Kau di dalam? Kau sedang apa?"

"Sepertinya aku membuat kesalahan besar," kata Rayna dari dalam kamar mandi.

Ferdad tampak mengerutkan keningnya. Ferdad membatin, apa Rayna sudah ingat semuanya? Kenapa dia berkata begitu? Memangnya kesalahan apa yang dia perbuat.

"Jangan khawatir, kau bisa menceritakannya padaku di sini, keluarlah," kata Ferdad.

"Aku takut kau takut padaku."

Kalimat ambigu yang diucapkan Rayna membuat Ferdad semakin yakin kalau Rayna sudah mengingat semuanya. Saat ini Ferdad membawa pistol, tapi tidak ada pelurunya karena habis sewaktu adu tembak dengan Mark dan Zack.

"Aku tidak takut padamu, Rayna," ucap Ferdad.

Terdengar suara klik menandakan Rayna membuka pintu. Ferdad terbelalak melihat wajah Rayna yang bengkak dan bruntusan. "A-apa yang terjadi padamu?"

Rayna menutup wajahnya. "Sepertinya aku terlalu banyak makan selai kacang."

Ferdad melongo. "Bukankah aku sudah bilang kalau kau tidak bisa memakannya karena alergi?"

"Aku hanya... penasaran."

"Kau tidak percaya padaku dan hasilnya begini." Ferdad mencari obat di lemari P3K. "Obat apa yang harus aku berikan?"

"Memangnya kau tidak tahu obat apa yang biasa aku minum saat alergi seperti ini?" Tanya Rayna curiga.

Sesaat Ferdad tertegun. Dia menoleh pada Rayna lalu menepuk dahinya sendiri. "Sepertinya obatmu ketinggalan di rumah peternakan."

Rayna menghela napas berat.

Karena Rayna khawatir tingkat akut, akhirnya Ferdad mengantar Rayna ke rumah sakit dengan taksi. Di dalam taksi, mereka terlibat percakapan.

"Mobilmu kemana?" Tanya Rayna yang memakai masker.

"Ada sebuah insiden kecil yang membuatku kehilangan mobil," jawab Ferdad.

"Tapi, apa kau baik-baik saja?" Rayna menatap sekujur tubuh Ferdad.

"Aku baik-baik saja."

Rayna memeluk lengan Ferdad. "Syukurlah."

Ferdad melihat kepala Rayna ada darah keringnya di sana. Pria itu tampak khawatir. "Kau baik-baik saja? Apa kepalamu terbentur sesuatu saat aku tidak ada?"

"Tadi siang kepalaku sakit sekali aku pingsan beberapa jam dan aku juga baru tahu ada bekasnya, mungkin kepalaku membentur ujung meja." Rayna menyentuh bagian kepalanya yang terluka.

"Sebaiknya kau berhenti meminum obat itu," kata Ferdad.

Rayna mengerutkan keningnya. "Kenapa? Kepalaku jadi tidak sakit lagi setelah meminum obat tersebut."

"Aku merasa obat itu berbahaya. Aku sedang menyuruh orang Lab untuk memeriksa obat tersebut," kata Ferdad.

Rayna tampak berpikir. Sebenarnya dia juga sedang memeriksa kandungan dalam obat tersebut. "Oh."

Sesampainya di depan rumah sakit, keduanya turun dari mobil. Ferdad membayar sopir taksi lalu membawa Rayna masuk ke gedung bercat putih itu.

Sopir taksi yang ternyata adalah James itu menatap punggung Ferdad dan Rayna. Pria itu memegang alat komunikasi di telinganya.

"Bos."

"Ya, aku mendengarnya," jawab Mark di seberang sana. Dia sedang melihat Brandon mengeluarkan peluru dari bahu Zack.

"Apa aku bertindak sekarang?" Tanya James.

"Tidak, Rayna sedang bersamanya. Aku tidak ingin kau atau pun Rayna berada dalam bahaya. Kembali ke rumahmu," suruh Mark.

"Baik, Bos."

Zack berteriak kesakitan saat Brandon berhasil mengeluarkan pelurunya dari bahu Zack.

"Apa kau sudah meninggalkan rumah sewamu?" Mark bertanya pada Brandon.

"Iya, mereka pasti lelah sendiri mengawasi kamera tersembunyi setiap hari," jawab Brandon.

Sebenarnya malam itu Brandon sudah punya firasat kalau para polisi mengikutinya dan memasang kamera di depn rumahnya. Sehingga dia memilih kabur lewat pintu belakang.

☆★☆

16.25 | 21 April 2021
By Ucu Irna Marhamah

POLICE VS ASSASSINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang