PVSA - 27

154 10 0
                                    

Keesokan harinya di kantor polisi. Ferdad sedang melihat laporan di ruangannya. Dia membaca laporan dari Marla tentang pemilik sampel darah yang dia temukan di atap semalam. Ternyata darah tersebut milik seseorang bernama Zack yang tak lain anggotanya Mark.

Selain itu, dia juga mendapatkan laporan mengenai obat yang dikonsumsi Rayna. Dia cukup terkejut mengetahui bahwa obat tersebut lebih berbahaya dari yang dia pikirkan.

"Sepertinya Pak Septiawan merencanakan sesuatu sendirian. Jika dia berniat mengerjakan misi untuk dirinya sendiri, kenapa dia membebani timku," gumam Ferdad.

Sementara Arghi dan Gunawan masih mengawasi kamera tersembunyi di depan rumah Brandon.

Seorang wanita paruh baya mendatangi rumah tersebut. Tampaknya dia pemilik rumah yang ingin menagih uang sewa pada Brandon. Arghi dan Gunawan segera duduk tegak dan melihat serius ke layar. Wanita paruh baya itu mengetuk pintu rumah Brandon, tapi tidak ada jawaban. Karena tidak ada jawaban, wanita itu pergi. Tak berselang lama, dia kembali dan membuka pintu tersebut dengan kunci cadangan. Saat pintu dibuka, tampaknya tidak ada orang di rumah itu.

"Sepertinya Brandon sudah kabur. Apa dia menyadari keberadaan kita waktu itu?" Ucap Gunawan.

Sebuah taksi berhenti di depan kantor polisi. Rayna keluar dari taksi tersebut sembari membawa sekotak kue kering. Dia memasuki kantor polisi. Para polisi di sana terkejut melihat keberadaannya yang tiba-tiba. Mereka bersiap dengan pistol mereka.

Rayna menghentikan langkahnya. Dia bertanya pada salah seorang polisi yang menyembunyikan pistol di belakang punggungnya. "Apa Pak Ferdad ada?"

Dengan gugup, polisi itu menjawab, "Oh, iya. Silakan lewat sini."

Rayna tersenyum hangat lalu masuk dan duduk di kursi tunggu. Perempuan itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

Arghi dan Gunawan keluar dari ruangan tempat mereka mengawasi kamera tersembunyi untuk melapor pada Ferdad. Rayna menoleh pada mereka.

"Arghi!" Panggil Rayna.

Kedua pria itu menoleh dan tercengang melihat Rayna di sana. Mereka saling pandang. Rayna beranjak dari tempat duduknya menghampiri mereka.

Dengan tangan gemetar, Gunawan mengambil pistol di balik jaketnya. "Kau membawa pistol? Jangan bilang tidak, dia sangat berbahaya."

Arghi menahan tangan Gunawan. "Jangan membuatnya curiga. Dia tidak ingat siapa dirinya."

Arghi tersenyum saat Rayna sudah berada di depannya. "Kau tidak bilang mau datang kemari, Rayna."

"Apakah masyarakat dilarang datang ke kantor polisi? Aku sudah menandatangani daftar tamu dan berbicara dengan polisi depan," kata Rayna.

Arghi tersenyum kaku sambil merangkul Gunawan yang masih tampak tegang. "Kau pasti lupa padanya, Rayna. Dia Gunawan."

"Halo, Gunawan." Rayna mengulurkan tangannya.

Gunawan dan Rayna pun bersalaman. "Senang bertemu lagi denganmu, Rayna. Setelah sekian lama koma di rumah sakit, aku senang melihatmu lagi."

Arghi merasa lega karena Gunawan bisa berakting baik. "Rayna, ucapkan selamat pada Gunawan. Sebentar lagi dia akan menjadi seorang ayah."

Rayna terkejut dan menatap Gunawan. "Benarkah? Wah, selamat. Kau pasti pria yang paling bahagia di dunia."

Gunawan tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Sebenarnya aku tidak sengaja mengeluarkannya di dalam."

Arghi menyikut perut Gunawan. "Dia hanya bercanda, Rayna. Sesekali kau harus mengetuk kepalanya agar otaknya bekerja."

"Apa Ferdad juga menjitak kalian? Arghi pernah menceritakannya padaku," ucap Rayna.

"Iya, dia memang seperti itu." Gunawan mengangguk.

"Oh, Gunawan, sampaikan ucapan selamatku untuk istrimu," kata Rayna.

"Pasti, Rayna," jawab Gunawan.

"Seandainya aku juga mengandung dan memiliki anak, Ferdad pasti senang," ucap Rayna dengan polosnya.

"Oh, tapi... itu...." Arghi dan Gunawan tampak panik.

Rayna mengernyitkan dahinya. "Kenapa? Aku salah bicara, ya?"

☆★☆

16.54 | 21 April 2021
By Ucu Irna Marhamah

POLICE VS ASSASSINWhere stories live. Discover now