PVSA - 23

159 11 0
                                    

Di rumah, Rayna mencari selai kacang dan memakannya tanpa ragu. "Jika aku benar-benar alergi terhadap kacang, seharusnya ini bereaksi."

Tiba-tiba kepala Rayna menjadi sakit. "Aku bahkan belum menelannya, kenapa kepalaku sakit sekali?"

Perempuan itu duduk sambil memegangi kepalanya. "Obat itu...."

Rayna tidak bisa mengkonsumsi obat itu lagi sebelum dia tahu apakah obat tersebut aman untuknya atau tidak. Tapi, jika dia tidak mengkonsumsi obat tersebut, sakit di kepalanya tidak akan reda.

Rayna jatuh dari kursi kala rasa sakit di kepalanya semakin menjadi. Dia mendongkak menatap seseorang yang berdiri di depannya. Kedua matanya membulat.

Mark menatap Rayna. "Kau baik-baik saja?"

Rayna menggeleng. "Sebenarnya kau siapa? Kenapa kau selalu datang ke dalam pikiranku?"

Mark tersenyum lalu berjongkok di depan Rayna. "Tentu aku ada dalam pikiranmu, karena aku milikmu."

Rayna mendorong wajah Mark. Seketika itu juga Mark menghilang dari depannya.

Rayna menggelengkan kepalanya menghapus ilusi yang menghantuinya. "Aarrgghh!!!"

Perempuan itu pun terkulai dan tak sadarkan diri.

Sementara itu, Gunawan dan Ferdad masih mengawasi rumah Gerald lewat kamera tersembunyi.

"Kenapa dia masih belum bangun?" Ferdad melihat jam tangannya.

Bayu menghampiri mereka. Dia baru kembali dari toilet. Gunawan menoleh padanya.

"Kau lupa tidak menutup sleting depan?" Tanya Gunawan.

Bayu menunduk melihat celananya. Dia terkejut dan segera menaikkan sleting. "Maafkan aku."

Mereka bosan melihat ke layar. Tidak ada apa-apa yang terjadi. Brandon tidak keluar dari rumahnya.

Andy dan Arghi menghampiri mereka. Arghi berbicara pada Ferdad, "Pak Ferdad, aku sudah menyelidiki tempat tinggal dokter pribadi Rayna. Emm, maksudku Gynevra."

Ferdad menoleh pada kedua pria itu. "Jelaskan."

"Dia tewas digorok. Ruangan pribadinya diacak-acak. Sepertinya pembunuhnya mencari informasi mengenai salah satu resep obat, karena salah satu kotak berisi resep obat menghilang, kebetulan resep obat tersebut bertuliskan nama Rayna," jelas Andy.

"Lalu obat-obatan tersebut ditemukan di bawah meja dalam keadaan remuk. Mungkin salah satu dari mereka mengerti tentang dunia farmasi sehingga mencari tahu sendiri obat tersebut mengandung apa saja, koreksi bila aku salah, karena aku kurang paham dengan dunia kedokteran," tambah Arghi.

Ferdad tampak berpikir.

"Aku yakin pelakunya geng Mark, tapi untuk apa mereka mencuri resep obat milik Rayna?" Tanya Gunawan.

"Apa kalian membawa sampel obatnya?" Tanya Ferdad.

Arghi memberikannya pada Ferdad. "Dari bentuknya, ini memang obat yang dikonsumsi Rayna. Dokter yang tewas itu yang memberikannya."

"Marla kemana?" Tanya Gunawan.

"Senior Marla sedang berbicara dengan pemeriksa mayat," jawab Andy.

"Bukankah hasil otopsinya sudah keluar?" Tanya Ferdad.

"Ada beberapa petunjuk yang mungkin terlewatkan," kata Andy.

"Aku di sini." Marla datang menghampiri pria-pria itu. "Pak Ferdad, aku menemukan ini. Mungkin Anda akan terkejut setelah mengetahui kalau Pak Septiawan yang menyarankan resep obat pada dokter pribadi Rayna."

Mendengar itu, Ferdad mulai merasa curiga. "Aku menemukan bom dan pelacak dalam tubuh Rayna, itu perbuatan Pak Septiawan. Sepertinya obat itu tidak baik untuk kesehatan Rayna. Sebaiknya Rayna berhenti meminum obat tersebut. Marla, obat itu harus dianalisis lebih dulu."

Marla melirik Arghi dan Andy. "Sebenarnya tadi aku membawa sampel obatnya, tapi entah bagaimana obat itu menghilang."

Ferdad memberikan sampel obat di tangannya pada Marla. "Arghi yang membawanya tadi."

Marla memukul lengan Arghi. "Kenapa kau tidak bilang? Harusnya aku memberikan ini tadi. Jadinya aku harus kembali ke sana menemui temanku untuk memeriksa obat ini."

Arghi terkekeh merasa bersalah. Semuanya tertawa.

☆★☆

20.17 | 20 April 2021
By Ucu Irna Marhamah

POLICE VS ASSASSINUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum