Chapter 62 - Family Dinner, And Violetta With Her Suspicious Plan

17.8K 2.9K 531
                                    


Didalam kamarnya, Madelaine duduk diatas sebuah sofa sembari memandang lurus kearah Dixon yang saat ini tengah duduk berseberangan dengan dirinya. Perempuan cantik bersurai dan beriris sebiru samudra itu mengerjapkan kedua kelopak matanya sekali, sebelum kemudian berujar tenang.

"Kau bertemu dengan Agathias?" Pertanyaan yang Madelaine ajukan membuat Dixon langsung mendengus sebal, seraya menekuk kedua alisnya kebawah.

"Bukankah jika kita lihat dengan seksama silsilah keluarga Ibu, maka jatuhnya dia itu masih bersupupu dengan kita? Apa-apaan niatnya untuk menggoda kakak itu. Ditambah lagi dia sudah sangat tua, tahu." Protes Dixon.

"Yah, itu benar sih.." Madelaine tidak menyangkalnya, sebab Agathias sendiri adalah Putra dari salah satu keturunan Phoenix lainnya—dan lagipula kakeknya sendiri pun dahulu merupakan seorang Phoenix juga. Maka dari itu, bukankah jatuhnya Agathias adalah seorang sepupu jauh bagi Madelaine dan juga Dixon?

Namun apa? Pria itu justru malah hendak melamarnya?

"Dia menyangkal bahwa dirinya sudah berumur lebih dari seratus tahun, apa dia itu Dewa?" Dixon mengangkat salah satu alisnya keatas, sembari menyeruput tehnya dengan tenang.

Setelah meletakkan kembali cangkir tehnya keatas meja, Dixon pun berujar dengan hati-hati. "Mengapa kakak tidak pernah berusaha untuk memberitahuku?" Dixon menatapi gurat wajah Madelaine dengan seksama. "Apa kakak tidak mempercayaiku.. ?"

Madelaine terdiam untuk beberapa saat, membiarkan kelengangan singgah dan membelenggu atmosfer didalam ruangan tersebut.

"Memangnya.." Madelaine yang secara tiba-tiba kembali bersuara berhasil membuat tubuh Dixon langsung menegap. "Jika aku mengungkapkan yang sesungguhnya, kau akan percaya? Bukankah dikehidupan sebelumnya, kau tahu sendiri bukan.. Itu.."

"Maaf."

Madelaine yang sebelumnya menghindari tatapan Dixon, langsung mengarahkan kedua sorot pandangannya kearah kedua iris kuning emas milik pria itu.

"Aku.. Minta maaf." Dixon kembali mengulang kata-katanya dengan nada yang lirih.

Siapapun yang melihat ekspresi wajah Dixon saat ini pasti akan langsung menyadarinya, bahwa pria itu tengah merasa begitu bersalah.

"Untuk apa?" Madelaine bertanya dengan singkat.

"Aku.." Dixon memainkan jemarinya, gelisah. Setelah memutuskan tatapannya dari Madelaine, Dixon langsung menundukkan kepalanya. "Maaf karena dikehidupan sebelumnya, aku tidak mempercayai kakak. Maaf karena aku sudah melakukan begitu banyak hal yang membuat hati kakak sakit. Maaf.. Karena selama ini tanpa sadar aku selalu melukai hati kakak. Maaf karena aku.. Tidak pernah bisa menjadi adik yang baik. Maaf.. Kak.. Karena telah melimpahkan semua rasa kesalku kepadamu.." Penyesalan yang Dixon lontarkan berhasil membuat Madelaine terdiam.

Jika dipikir-pikir, itu sebenarnya bukan sepenuhnya salah Dixon, bukan?

Dixon hanyalah seorang anak laki-laki, yang tumbuh mengikuti lingkungan disekitarnya. Jika lingkungan tersebut berkata untuk membenci Madelaine, maka bukankah sudah jelas bahwa ia akan tumbuh seperti itu?

Sama halnya seumpama lingkungan mengatakan untuk menjalin hubungan yang erat dengan Madelaine. Seperti dikehidupan pertama mereka. Saat itu, baik sang Ayah maupun Dixon. Bukankah keduanya teramat sangat menyayangi Madelaine?

Semua itu menandakan bahwa hidup akan selalu mengalir mengikuti tatanan lingkungan disekitarnya.

Maka dari itu, Madelaine sendiri tidak dapat terlalu membenci Dixon.

Madelaine menarik kedua sudut bibirnya tipis, dan tersenyum dengan hangat kearah Dixon.

Saat itu, sorot matahari tampak menerobos masuk melalui celah jendela yang tidak tertutupi oleh kain gorden. Bahkan, ditengah-tengah musim dingin yang sudah tiba di Kekaisaran Neveritas. Madelaine masih saja menghantarkan perasaan hangat kepada orang-orang disekitarnya, mengalahkan sorot matahari itu sendiri.

BEYOND THE HORIZONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang