Part 8

36.9K 6.7K 261
                                    

Haii...thanks buat kalian yang selalu setia nungguin cerita ini. Support kalian membuatku selalu semangat untuk nulis. So enjoyyy....

GRAYSON

Aku mengemudikan Lamborghini Aventador silverku di sepanjang Pacific Coast Highway dengan kecepatan sedang. Cahaya matahari mulai mengintip, mengantarkan pagi yang perlahan datang mengunjungi hari. Birunya air laut yang terhampar di sepanjang sisi jalan raya terlihat berkilauan tertimpa cahayanya. Deburan ombak dan irama musik rock menghentak menemani perjalananku, mengusir kantuk yang membebani mata karena semalaman tak sedetik pun lelap menjemput.

Padahal tubuhku rasanya sangat lelah. Empat bulan konser tur dunia non stop, dari satu kota ke kota lain, dari satu negara ke negara lain ternyata cukup menguras energiku. Apalagi setelah penerbangan panjang dari New York ke LA. Aku nggak pernah bisa tidur di pesawat, walau senyaman apa pun pesawat jet pribadiku.

Jadi tubuhku sangat butuh tidur, sayangnya pikiranku nggak sependapat. Pikiranku bergolak, begitu hidup dan bersemangat hingga tubuhku rasanya gemetar. Jika aku nggak tahu pasti kebenarannya, aku pasti sudah mengira kalau aku melayang karena pengaruh obat terlarang.

No, bukan obat terlarang. Tapi kenangan tentang sepasang mata coklat indah yang nggak mau hilang. Mata yang begitu bening dan begitu dalam hingga saat melihatnya aku seperti kehilangan tempat berpijak dan langsung tenggelam dalam pusaran tak bertepi.

Rasanya menakutkan. Untuk pertama kalinya menatap mata seseorang membuatku gelisah, resah, bergairah...segala macam perasaan campur aduk jadi satu. Dan itu adalah hal yang sangat menakjubkan karena biasanya, untuk merasakan satu macam perasaan saja rasanya susah.

Sepasang mata itu menghantuiku, membuatku membolak-balikan tubuh di tempat tidur, mencoba untuk tidur tapi nggak berhasil. Mataku terus melirik ke arah kertas yang tergeletak di meja. Lembaran-lembaran kertas itu seakan memanggilku, menarikku, menggodaku untuk meraihnya. Dan akhirnya aku tergoda.

Peduli amat dengan tubuh yang rasanya remuk. Aku bangkit dari tempat tidur. Hanya celana boxer hitam yang membalut tubuhku, maka aku meraih ke dalam lemari untuk mengambil kaos dan celana jeans lalu memakainya. Aku nggak akan bisa tidur, jadi lebih baik aku melakukan sesuatu yang bermanfaat. Aku meraih kertas-kertas yang ada di meja lalu melangkah keluar rumah.

Dan di sinilah aku, menyambut pagi di dalam mobil yang melaju membelah sepanjang Pacific Coast Highway menuju Malibu. Jalanan masih sangat sepi, jadi nggak sampai satu jam aku sudah sampai tujuan. Aku menghentikan mobil tepat di depan sebuah pagar hitam kokoh yang menjulang tinggi.

Aku meraih handphone, menekan beberapa tombol dan pagar itu pun otomatis terbuka. I love technology. Kembali aku melajukan mobil masuk ke dalam.

Sebuah rumah dengan desain modern kontemporer full kaca menyambutku. Rumah itu berdiri megah di tanah seluas seribu meter persegi. Nggak terlalu besar tapi rumahnya sendiri bertingkat tiga jadi fasilitas di dalamnya cukup lengkap. Ada lima kamar tamu, gym, sauna, ruang billiard, ruang anggur, bar, bioskop mini dan tentu saja studio musik lengkap dan nyaman tempatku biasa bekerja dengan pemandangan langsung ke arah Samudra Pasifik.

Tapi pemandangan terbaik adalah dari lantai tiga yang seluruhnya digunakan untuk kamarku. Posisinya yang tinggi dengan dinding kaca dari lantai ke langit-langit, memberikan pemandangan birunya laut setiap harinya dan kerlap-kerlip jutaan bintang di malam hari. Sangat menakjubkan.

Di halaman belakang ada kolam renang dan sebuah jalan setapak berpasir putih yang langsung menghubungkan rumah dengan pantai. My private beach. Damn, jangan tanya berapa uang yang kukeluarkan untuk membeli rumah ini.

Broken MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang