Part 32

36.8K 6.3K 482
                                    

Dalam perjalanan kembali ke rumah Gray, Daddy bilang dia harus singgah ke kantor pengacaranya sebentar. Ada beberapa hal yang harus dia urus menyangkut pemberitaan tentangku di media. Rupanya pengacaranya sudah siap menuntut beberapa media karena memberitakan berita bohong. Dia bahkan juga sudah menyiapkan tuntutan untuk Gray.

Astaga, aku jadi merasa bersalah karena sebenarnya akulah yang berbohong. Tapi mungkin ini yang terbaik, aku juga nggak ingin Daddy melayangkan tuntutan kesana-sini dan semakin memperkeruh suasana.

Kantor pengacara Daddy ternyata nggak terlalu jauh dari apartemen. Aku melihat mobil yang familiar terparkir di depan bangunan yang nggak terlalu besar tapi terlihat elegan itu.

"Itu mobil Sean." Tanpa sadar aku berucap.

"Kamu kenal Sean juga?" Daddy menatapku dengan alis terangkat.

"Yeah, aku mengenalnya di pesta Livia."

"Wow, kamu kenal banyak orang di pesta Livia."

Aku hanya meringis, mengabaikan sindirannya.

Kami turun dari mobil. Aku mengenakan topi dan kacamata hitam yang aku bawa dari rumah Gray, aku menemukannya di salah satu dari sekian banyak tas belanja berisi pakaian yang diberikannya padaku. Semoga nggak ada orang yang mengenaliku. Selama ini aku belum melihat berita yang menghubungkanku dengan Daddy. Tampaknya belum ada yang tahu kalau aku adalah putrinya. Aku berharap sementara ini akan tetap begitu Aku nggak mau hubunganku yang rumit dengan Daddy akan jadi santapan media.

Sean tengah duduk di salah satu kursi, sibuk mengerjakan sesuatu di komputer. Tampaknya dia benar-benar bekerja untuk ayahnya selama liburan.

"Melody, astaga, aku menghubungimu berkali-kali, tapi kamu nggak pernah mengangkat telepon." Dia langsung berdiri begitu melihatku.

Aku memang nggak mengangkat telepon dari siapa pun setelah beritaku dengan Gray tersebar. Hanya telepon dari Daddy kemarin. Harusnya aku memberi kabar pada Sean, setidaknya memberitahunya kalau aku baik-baik saja. Dia yang mengantarku ke Beverly Hills Hotel, jadi dia pasti khawatir.

"Sorry, aku terlalu shock dengan berita-berita yang beredar. Aku menyingkirkan handphone-ku sejauh-jauhnya agar aku nggak perlu membaca berita-berita itu," ungkapku jujur. Sean menganggguk mengerti.

"Jadi apa berita itu benar?" tanyanya penasaran.

Aku melirik Daddy yang hanya menghela napas panjang. Dia lalu pamit masuk ke kantor ayah Sean. Sean langsung menarikku ke sebuah ruangan agar terhindar dari tatapan penasaran karyawan lain. Ruangan itu tampaknya sebuah perpustakaan mini karena ada rak rak tinggi yang dipenuhi buku-buku hukum.

"So?" Sean kembali bertanya saat kami sudah duduk di sebuah sofa.

Aku menatapnya ragu. Apa aku akan mengatakan yang sebenarnya pada Sean? Apa aku bisa percaya padanya? Aku memang sudah menandatangani NDA, tapi seperti kata Gray, mungkin itu nggak akan berarti karena aku masih di bawah umur. Tapi bagaimana kalau ternyata itu tetap bisa digunakan untuk menuntutku. Aku menggigit bibir ngeri. Lagi pula ayah Sean adalah pengacara Daddy. Sebaiknya aku menceritakan seminimal mungkin.

"Yaah, berita itu...berita itu....mungkin ada benarnya," ucapku akhirnya.

"Mungkin? Aku nggak mengerti." Kening Sean berkerut bingung.

"Jadi aku nggak sengaja bertemu Gray di hotel."

"Aku tahu itu. Aku yang mengantarmu ke hotel, kan? Dan aku tahu malam sebelumnya di pesta kamu bahkan nggak kenal siapa itu Grayson King."

Okay, menjelaskan seminimal mungkin pada Sean tampaknya akan sulit. Akhirnya aku menceritakan tentang pertengkaran yang terjadi di rumah setelah aku pulang dari hotel. Tentang kemarahan Livia yang membuat Daddy berada dalam posisi sulit. Tentang aku yang memutuskan untuk pergi dari rumah dan Gray yang kebetulan datang menyelamatkanku. Lalu aku menceritakan juga bahwa setelah itu kami jadi dekat. Tentu saja aku nggak mengungkit sedikit pun tentang rencana pacar pura-pura.

Broken MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang