Bab 35

40.1K 6.8K 511
                                    

"Aku akan menelepon pengacaraku untuk menyiapkan kontrak dan meminta Jenny menyiapkan draft klarifikasi." Gray berucap tegas, jari-jarinya bergerak lincah di layar handphone.

"Wait." Buru-buru aku menahannya. Jari-jari itu langsung berhenti bergerak. Kepalanya terangkat, sepasang alisnya bertaut. Kami masih duduk di ruang makan, tapi sarapan di hadapan kami terlupakan begitu aku menerima tawaran sebagai pacar pura-pura Gray.

"Bisakah kita melakukannya tanpa kontrak? Aku nggak mau melibatkan Daddy," pintaku lirih.

"Maksudmu?"

"Maksudku, menekan kontrak artinya Daddy juga harus mengetahui karena aku masih di bawah umur. Dia pasti nggak akan mengizinkan. Jadi menurutku akan lebih baik kalau dia berpikir kalau kita memang benar-benar pacaran," jelasku.

"Dan aku juga ingin semua orang rumah beranggapan seperti itu," imbuhku lirih. Yang aku maksud tentu saja Livia. Memalukan rasanya kalau dia sampai tahu ini hanya pura-pura. Seolah membenarkan tuduhannya kalau aku membuka kakiku demi uang. Aku tahu seks nggak termasuk dalam job desc-ku, tapi dia pasti menyimpulkan seperti itu.

"I see." Gray meletakkan handphone, sepasang mata abu-abunya menatapku penuh pertimbangan.

"Tapi kontrak akan melindungimu, memberi batasan-batasan jelas apa yang diminta darimu dan apa yang tidak, juga memastikan kamu mendapat bayaran dari semua ini. Don't get me wrong, tentu saja aku percaya padamu. Tapi apa kamu percaya padaku?"

Aku membalas tatapannya tenang, lalu mengangguk mantap. Aku percaya padanya, setidaknya untuk masalah ini. Aku sudah cukup mengenalnya hingga tahu, Gray bukan tipe orang yang akan berbuat curang karena uang. Uang nggak sepenting itu untuknya.

Sejenak dia terdiam, hanya mengusap dagunya dengan wajah serius, mungkin memikirkan segala kemungkinan lalu akhirnya dia mengangguk.

"Ok, tapi aku ingin kamu jelas dari awal, hal-hal apa saja yang aku minta darimu sebagai pacar pura-pura. Kalau kamu setuju, aku akan langsung mentransfer uangnya ke rekeningmu hari ini juga."

Mataku membola. "No..no, uangnya nanti saja setelah semuanya selesai," tolakku cepat.

Gray geleng-geleng kepala. "Sekali lagi, Angel, kamu nggak boleh mempercayai orang begitu saja. Aku bisa saja menolak membayarmu setelah semuanya selesai, apalagi jika nggak ada perjanjian hitam di atas putih."

Aku mendengus mendengarnya memanggilku Angel, seolah aku adalah gadis yang sangat polos dan lugu. Well, mungkin ada benarnya, memang bodoh menceburkan diri dalam rencana ini tanpa kontrak yang jelas. Aku benar-benar nggak mau melibatkan Daddy, jadi kontrak memang bukan pilihan, tapi kalau dia memang mau membayar di depan, kenapa aku harus menolak?

"Ok, kamu bayar di depan," putusku akhirnya.

"Deal." Gray tersenyum puas. "Dan karena kamu nggak ingin William dan keluargamu tahu kalau ini hanya pura-pura, maka semakin sedikit yang tahu akan semakin baik. Bagaimana pendapatmu kalau kita nggak usah melibatkan Jenny, Alex atau timku yang lain?" usulnya.

"Kamu nggak masalah kalau mereka nggak terlibat?" tanyaku ragu.

Tentu saja semakin sedikit yang tahu akan semakin baik, tapi mereka orang-orang kepercayaan Gray. Aku nggak ingin Gray merasa terbebani harus berbohong pada mereka.

"Nggak masalah, nggak ada gunanya juga mereka tahu. Mereka hanya ingin aku punya pacar. Pura-pura atau sungguhan, nggak akan ada bedanya buat mereka. Yang penting tujuan publikasi tercapai." Dia mengedikkan bahu santai.

"Ok, kalau memang menurutmu begitu," jawabku pasrah.

"Yeah, jadi selain kita, seluruh dunia akan menganggap kamu benar-benar pacarku. Kamu harus bisa berperan dengan sangat meyakinkan, Melody, bahkan di depan keluargamu atau timku. Kita berdua melawan semua orang. Apa kamu yakin bisa?" Gray tersenyum menggoda.

Broken MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang