Part 30

36.1K 6.9K 1.1K
                                    

Siapa nih yang nungguin lanjutan kisah Melody? Thank you sudah sabar menunggu. Enjoyyy!!

"Aku nggak sanggup melihat Sofia menikah, maka aku mengajak Ibu keluar dari rumah itu. Kami menyewa apartemen kecil di pinggiran kota. Ibu mendapat pekerjaan lain dan aku...aku kacau, bekerja serabutan, mabuk-mabukan, aku bahkan nggak peduli lagi tentang musik. Kontrak musikku gagal karena aku terlalu mabuk hingga nggak bisa perform saat orang label ingin mendengar musik kami. Teman-teman band menyalahkanku dan memang sudah sepantasnya begitu. Aku menghancurkan bukan hanya masa depanku, tapi juga masa depan mereka."

"Rasanya masalah timbul bertubi-tubi. Aku nggak sanggup lagi tinggal di LA karena aku nggak bisa berfungsi normal selama kenangan tentang Sofia selalu menghantuiku. Aku butuh pergi jauh. Maka aku pergi dari satu kota ke kota lain dengan mobil bututku, berkelana ke mana arah angin membawaku. Suatu hari, aku melihat acara travel documentary tentang Bali di televisi. Aku merasa pulaunya sangat indah dan damai. Ada sesuatu yang menarikku hingga keesokan harinya aku menjual mobilku lalu membeli tiket ke Bali."

Daddy menghela napas berat saat melihatku tersedu. Dia mengulurkan satu tangan, seperti hendak menyentuhku, tapi tangan itu lalu terkepal, sadar kalau saat ini sentuhannya hanya akan semakin menyakitiku. Akhirnya dengan mata teramat hampa dia kembali bercerita.

"Umurku 20 tahun waktu aku bertemu Saraswati, Ibumu. Gadis Bali cantik dengan suara yang sangat indah. Aku terpesona saat mendengarnya menyanyi di sebuah café di Bali. Saras ternyata penyanyi tetap di café itu. Kebetulan ada posisi gitaris band café yang sedang kosong maka aku melamar dan diterima."

Aku memejamkan mata, membayangkan saat itu. Betapa cantiknya Bunda berdiri di atas panggung, menyanyi dengan suaranya yang teramat merdu.

"Sejak itu kami berteman. Aku menceritakan segalanya pada Saras, tentang Sofia, tentang hatiku yang terluka, tentang aku yang nggak akan pernah bisa mencintai perempuan lain selain Sofia. Saras selalu mendengarkan, selalu memberiku semangat. Dia gadis yang sangat lembut, sangat baik, sangat tulus. Berada di dekatnya aku merasa tenang, mendengarnya menyanyi selalu membuatku terpesona. Dia yang membuatku bangkit lagi dan kembali bermain musik. Jika hatiku nggak terlanjur hancur, mungkin aku akan bisa mencintainya...tapi..." Daddy terdiam, seolah nggak sanggup melanjutkan.

"Tapi kamu nggak pernah bisa." Akhirnya aku yang melanjutkan. Teringat pembicaraan kami di telepon kemarin.

Daddy mengusap wajahnya dengan kedua tangan, mungkin menyembunyikan sorot bersalah yang pasti terpancar di matanya. Sayangnya dia nggak berhasil, saat tatapannya kembali tertuju ke arahku, sorot itu masih terpancar sangat pekat.

"Aku mencintai Saras, tapi bukan...bukan cinta seperti yang kamu maksud." Daddy berbisik memelas, seakan memohon agar aku mengerti.

Aku nggak tahu lagi harus berpikir apa, segalanya terlalu rumit.

"Seiring waktu, Saras mengusulkan agar kami menikah. Dia bilang impiannya adalah memiliki sebuah keluarga karena dia besar di panti asuhan. Dan dia ingin membentuk keluarga denganku. Dia bilang, kami mungkin nggak punya cinta yang menggebu-gebu untuk sama lain, tapi kami bersahabat, kami saling memahami. Dia bilang itu pondasi yang kuat untuk membentuk keluarga."

"She loves you, jangan pura-pura nggak tahu itu, jangan mengecilkan perasaannya hanya agar kamu merasa tenang, hanya untuk mengurangi beban rasa bersalahmu," ucapku tajam.

"Saras nggak pernah mengatakannya. Aku nggak tahu. Atau mungkin kamu benar, aku tahu tapi pura pura nggak tahu karena itu bisa menekan rasa bersalahku. Waktu itu umurku 23 tahun. Sudah lima tahun sejak aku meninggalkan LA. Beberapa kali aku mendengar kabar tentang Sofia dari teman di LA yang masih kontak denganku. Katanya Sofia sudah punya dua putri dan dia kelihatan bahagia." Daddy mengacak rambutnya frustrasi.

Broken MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang