Part 22

35K 6.8K 327
                                    

Tengah malam update, masih ada yang bangun ga nih? Enjoyyy...

Aku terbangun. Kesadaran perlahan merasuk di tubuhku. Telingaku langsung menangkap suara gemuruh yang familiar. Deburan ombak? Betapa aku sangat merindukan suara itu. Di Bali, hampir tiap hari aku pergi ke pantai karena bagiku nyanyian ombak adalah salah satu musik terindah di dunia. Selalu bisa memberiku ketenangan dan kedamaian. Namun sekarang aku sedang nggak berada di Bali. Sekarang aku di LA, tinggal di rumah Daddy. Dan di sekeliling rumah Daddy sama sekali nggak ada laut. Tapi aku yakin nggak salah dengar. Perlahan aku membuka mata, dan benar saja, di depan sana, lewat sebuah jendela kaca besar yang memenuhi dinding, aku melihat lautan. Suasana di luar gelap, tapi lautan itu membentang terlalu luas hingga nggak akan mampu disembunyikan malam.

Sontak aku duduk tegak. Mataku mengamati sekeliling. Ruangan remang-remang, hanya diterangi cahaya lampu tidur yang menyala redup. Namun aku masih bisa melihat jelas betapa mewahnya ruangan ini dan betapa asingnya. Sebenarnya ada di mana aku sekarang?

Lalu cuplikan kejadian hari ini muncul satu persatu bagai film di kepalaku. Hal terakhir yang kuingat adalah berada di dalam mobil sport Gray yang membawaku pergi dari rumah Daddy. Aku ingat suasana mobil yang hening. Gray nggak menanyakan apa pun, hanya melajukan mobilnya kencang sementara aku memejamkan mata, sibuk dengan pikiranku. Tampaknya aku ketiduran. Ke mana dia membawaku?

Kalau dilihat dari laut yang terhampar sejauh mata memandang, maka aku yakin ini bukan rumah Gray yang ada di sebelah rumah Daddy. Apa dia membawaku ke hotel? Apa dia menggendongku dari mobil menuju kamar? Pipiku seketika menghangat, belum pernah ada laki-laki yang menggendongku. Selain Daddy tentu saja, itu juga saat aku masih sangat kecil. Sekarang aku bukan anak kecil lagi. Apa tubuhku berat? Astaga, ada hal lebih penting yang harus dikhawatirkan selain berat badanku. Apa ada orang yang melihat kami saat dia menggendongku? Aku benar-benar nggak ingin jadi trending topik di twitter lagi.

Aku hendak mengambil handphone-ku yang tergeletak di meja nakas, tapi akhirnya mengurungkan niatku. Aku belum siap menghadapi dunia nyata, telepon dari Daddy juga pasti memenuhi daftar panggilan tak terjawab. Aku masih ingin bersembunyi dari kekacauan di luar sana. Jiwaku lelah, aku ingin menenangkan diri sejenak. Dan ada sesuatu tentang laut yang selalu mampu membuatku merasa tenang.

Aku menghirup napas dalam, aroma laut yang hangat memenuhi indra penciumanku berpadu dengan irama ombak yang berdansa di telingaku. Aku benar-benar ingin keluar, ingin merasakan lembutnya pasir pantai di telapak kakiku. Tapi pertama-tama tentu saja aku harus menemukan orang yang membawaku ke tempat ini. Aku turun dari tempat tidur. Thank God, pakaianku masih lengkap, hanya sepatuku yang sudah terlepas. Setidaknya ada satu hal yang membuatku lega.

Aku menekan sakelar yang ada di dinding. Siraman cahaya lampu utama seketika membuat kamar jadi terang benderang. Aku terpukau. Kamar ini benar-benar mewah dan ditata dengan sangat artistik. Palet warna coklat menjadi warna utama yang membuat kamar terlihat elegan dan hangat. Kamar Livia sudah mewah, tapi nggak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kamar ini.

Aku melangkah menuju pintu, membukanya, lalu beranjak keluar kamar. Wow, di sekelilingku dinding-dinding kaca terlihat bagai lukisan yang menampilkan pemandangan laut di kala malam. Menakjubkan. Siapa pun pemilik tempat ini pasti merasa bagai hidup si surga setiap harinya.

Aku berjalan menuruni tangga. Nggak ada satu orang pun terlihat. Aku rasa tempat ini bukan hotel karena aku nggak melihat tanda-tanda kehidupan. Tempat ini sangat luas tapi juga sangat sepi. Kakiku melangkah mengikuti suara ombak dan sayup denting gitar. Suara-suara itu membawaku menuju patio di halaman belakang rumah yang langsung berhadapan dengan pantai. Grayson tengah duduk di kursi kayu, kedua kakinya terangkat ke atas meja, pandangannya lurus menatap lautan, rambutnya berantakan diterpa angin malam, sementara tangannya asyik memainkan irama menyayat hati dari gitar akustik yang ada di pangkuannya. Dia terlihat begitu larut dalam musiknya hingga nggak menyadari kehadiranku.

Broken MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang