Chapter 26. A Distant Heartbeat

254 16 3
                                    

Januari 2022.

"Nanti malem di apart apa studio?" Tanya Tarra di ujung telfon.

"Studio kayaknya. Kenapa? Ada yang penting?" Harza menangkap sesuatu yang tidak biasa dari nada suara Tarra.

"Mmm... Ada sesuatu yang harus aku omongin langsung sih."

"Gitu ya? Yaudah aku usahain cepet balik deh. Tungguin ya, Bes."

"Oke. See you."

Harza lalu menutup telfonnya dengan perasaan was-was.


Tarra membuka pembicaraan sambil menyisip kopi di tangannya. Ia sebenarnya bingung harus memulai dari mana, tapi melihat pemuda di sebelahnya yang mulai panik. Lama-lama ia tidak tega.

"Bes, good news bad newsnya sekalian aja ya." Harza mengangguk cepat dengan raut bingung. Bahkan Harza tidak menyentuh kopi yang dibuat Tarra.

"Aku lulus short course di Cambridge." Ucap Tarra dengan senyum di wajahnya.

"HAH? Serius?? Selamat ya, Bes." Harza memeluk Tarra dengan antusias. Tapi tidak lama, Tarra melepas pelukan itu dan memberikan tamparan realita.

"Tapi, Bes, kita harus LDR.... " Tarra menelan ludahnya sebelum melanjutkan. "...Kita harus LDR. Delapan bulan. Kurang lebih." Kalimatnya menjadi lebih lirih.

Harza yang hanya bisa menggenggam tangan gadisnya itu turut menelan ludahnya kasar. Delapan bulan. Kata-kata itu terngiang-ngiang jelas di benaknya.

Harza menghela nafasnya sambil menatap Tarra. "Nanti kita pikirin. Tapi kamu ga boleh mundur. Ini yang kamu pengen kan dari dulu?" Tarra mengangguk. Seketika tatapan gadis itu sendu.

"Bes, jangan gini dong. Kita pasti bisa. Berangkatnya kapan?" Harza mengelus kepala gadisnya, berusaha menenangkan. Padahal batinnya sendiri sedang berkecamuk.

"Kalau liat jadwal, pertengahan April aku udah harus disana. Jadi mulai minggu depan aku sama Bara udah ngurus berkas."

"Tuh, apalagi sama Bara. Udah sekarang kamu fokus siapin urusan kamu. Nanti kita pikirin lagi ya." Ucap Harza sambil memeluk erat Tarra.

***

Tarra berjalan ke area print dan copy di ujung lantai kantornya. Ia menyandarkan tubuhnya pada kabinet disebelah mesin printer sambil menunggu dokumennya selesai di proses.

Batinnya masih berkecamuk. Dalam satu bulan ia harus meninggalkan Harza. Meninggalkan lagi rasa sayang dan rasa rindunya. Matanya menerawang jauh menatap bangunan tinggi dari jendela besar di sebelahnya. Lalu suara yang masih lekat di ingatan menyapanya dan membuyarkan lamunannya.

"Ini print-an lu?" Tanya Ando sambil mengambil tumpukan dari mesin dan merapihkannya di meja kabinet.

Tarra menolehkan kepalanya dan mengangguk. "Iya, punya gue, Ndo. Lu mau ngeprint ya? Duluan aja. Gue mau nyetak pake A1 pasti bakal lama."

Gadis itu lalu bergerak ke arah tumpukan kertas yang sudah dirapikan Ando.

"Ga usah, gue tungguin aja. Sebentar lagi kan?" Sahut Ando sambil memandangi mesin printer.

"Oh, yaudah. Paling 3 lembar lagi." Ucap Tarra sambil melipat tangannya dan bersandar di meja kabinet.

"Ta, selamat ya." Ucap Ando tiba-tiba.

"Oh iya, makasih." Balas Tarra sambil tersenyum.

"By that time, gue juga mungkin udah balik ke Perth."

Run Harza Run [completed]Where stories live. Discover now