Chapter 34. Falling Apart

177 17 2
                                    

Oktober 2025.

"Nyet, temenin gue nyari perhiasan dong. Gue mau ngasih mertua sama ipar gue." Ucap Anya sambil menarik Harza dari studionya.

"Makanya punya temen cewe." Harza melepas headsetnya dan beranjak dari kursi lalu mengambil tasnya di sofa.

"Kan ngga punya."

"Ada Tarra."

"Ah, lu nya aja lagi kayak gini. Gimana caranya gue bisa pergi sama Tarra." Anya mengerlingkan matanya dengan raut kesal.

"Hahaha, iya. Pergi sama gue aja."

Harza menatap display perhiasan satu persatu sambil membiarkan Anya sibuk mencari hadiah untuk calon mertua dan iparnya. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah cincin dengan berlian tunggal. Harza hanya menatap lekat cincin itu. 

Ia bisa membayangkan raut bahagia Tarra bila menerima cincin itu di jemarinya. Hatinya mendadak hangat. Ia bertanya-tanya pada lubuk hatinya. Apa sebenarnya ia tidak butuh apa-apa? Ia hanya butuh Tarra?.

"Bagaimana cincinnya, Kak?" Tanya petugas toko yang sedari tadi memperhatikan Harza yang terlihat sangat serius.

"Oh, iya sebentar." Harza lalu memanggil Anya ke arahnya. "Nyet, cobain deh di jari lu."

Anya yang sedari tadi sibuk memilih perhiasan langsung mendatangi Harza dengan raut bingung.

"Lu mau beli buat siapa?"

"Tarra."

"Buat apa?" Tanya Anya dengan senyum yang lebih mengembang daripada biasanya.

"Ya beli dulu aja." Jawab Harza singkat. "Jari lu sama Tarra kayaknya sama." Ucap Harza lagi sambil memasukkan cincin itu ke jemari Anya. Senyum pemuda itu ikut mengembang.

"Tuh kan apa gue bilang. Cakep cincinnya. Lebih cakep lagi di tangan Tarra." Anya melepas cincin itu dan menepuk pundak Harza. "Pelan-pelan, Nyet. Semuanya butuh proses."

Harza menatap cincin berlian bermata satu yang terlihat sangat cantik itu. Ada senyum tipis di wajahnya. Setidaknya ia sudah selangkah lebih maju dan ia cukup bangga akan hal itu.

***

Harza dan Asta tidak dapat menyembunyikan rasa haru mereka melihat sahabat mereka akhirnya menikah dan mendapatkan pria yang benar-benar pantas untuknya. Pria sabar, dewasa dan mengayomi. 

Harza sendiri sedari tadi sudah beberapa kali mengusap ujung matanya agar air matanya tidak tumpah. Setelah mengucapkan ikrar, Anya berbalik dan menyapa tamu-tamu yang ada. Ia langsung bergerak ke arah Asta dan Harza dengan raut yang sama terharunya.

"Guys, thank you. Tanpa kalian gue ngga akan ada disini dan ketemu Andrew. Makasih banyak, ya." Anya hanya bisa mengusap air mata yang akhirnya jatuh ke pipinya. Harza membalas pelukan Anya erat.

"Jangan nangislah. Ini hari bahagia lu. Lu jalanin hidup lu dengan baik. Seperti doa yang sering gue ucapin buat lu." Harza mengusap punggung Anya dengan batin yang bahagia.

"Lu juga ya, Za. Find your own happiness, kalo ngga ada, lu ciptain kebahagiaan itu." Ucap Anya sambil menepuk lengan Harza sebelum Andrew menggandengnya ke arah tamu lainnya.

Harza lalu menoleh ke gadis di sebelahnya, Tarra. Gadisnya yang ikut terharu melihat Anya bahagia. Ia merekatkan tautan jemari Tarra di jemarinya.

I can't lose her. I just can't.

***

"View kamar aku bagus tuh banget loh, Bes. Lebih bagus dari ini." Ucap Tarra sambil memeluk Harza dari belakang.

Run Harza Run [completed]Where stories live. Discover now