Chapter 30. What a Man

185 20 2
                                    

Januari 2024. Satu Tahun Setelahnya.

"Babe, nanti malem aku jemput ya, kita nonton." Ucap Harza dari ujung telfon.

"Oke. Eh, bentar." Tarra menghentikan sejenak telfonnya. "Tapi aku pulangnya bakal malem banget deh. Sempet ga ya nonton?" Sahut Tarra diujung telfon sana dengan latar suara yang cukup ramai. Sepertinya ia masih di proyeknya.

"Oh, gitu. Yaudah mau apa? Aku kangen." Jawab Harza sambil terkekeh.

Tarra menjawab dengan tawanya. "Yaudah makan di apartemen kamu aja. Tapi kayaknya aku ga sempet beli apa-apa. Gapapa?"

"Aku aja yang nyiapin."

"Oke. Bes, aku jalan dulu sama Ezaz ya."

"Oh, oke. Take care."

"Bye."

"Bye."

Ezaz, kenapa nama itu sekarang sering banget disebut?

***

Tarra dan Harza duduk bersebelahan sambil menonton serial televisi seperti biasa. Wajah keduanya lelah tapi ada senyum mengembang disitu.

"Capek banget ya?" Ucap Harza sambil membelai rambut Tarra perlahan. Gadis di sebelahnya itu hanya mengangguk tanpa suara.

"Kenapa, kok diem aja? PMS?" Tanya Harza lagi.

Tarra hanya menggeleng dan melingkarkan tangannya memeluk tubuh Harza dari samping.

"Just stay like this just for a while, i need a recharge." Ucap gadis itu sambil menyandarkan kepalanya pada dada Harza.

"Katanya nelen batre?"

"You are the battery, aren't you?" Sahut Tarra dengan tatapan manjanya.

Harza hanya bisa tertawa lalu mendaratkan kecupan kecil di kening gadisnya. Gadisnya itu menoleh dan menatap mata Harza lekat dengan seulas senyum di wajahnya. Senyum penuh rasa sayang yang selalu Harza syukuri.

"Eh, Bes. Tita gimana sekarang? Kok aku udah lama ga denger kabar dia?" Tanya Tarra.

"Kabar dia baik. Capek, stres, tapi baik."

"Lah gimana sih kalo capek sama stres ya ngga baik berarti kabarnya."

"I should define this as 'baik', Bes. You know the past months was a rollercoaster ride for her. So, she's fine right now."

"Iya, aku tau." Tarra mengelus rambut Harza perlahan. Rambut Harza yang sengaja ia biarkan lebih panjang daripada biasanya.

"Tita kurusan banget, Bes. Tapi perjuangan dia ga sia-sia sih. Hak asuh anaknya akhirnya dia pegang juga. It's worth to fight." Ada senyum mengembang di bibir Harza. Senyum yang membuat Tarra memberikan sebuah kecupan kecil disana.

"Makasih ya, Bes. Kamu ada di samping Tita terus. Mau ngeluangin waktu buat dia." Ucap Tarra tulus.

"Tapi emang Dennis tuh, ya. Aku ga nyangka banget, dia diem-diem gitu jahatnya ngelebihin pemeran antagonis di sinetron." Seketika nada suara Tarra berubah menjadi lebih sinis.

Harza hanya bisa tertawa melihat perubahan mendadak dari emosi gadisnya. Ia sudah terbiasa.

"Yah, that's life, Ta. Papa pernah bilang satu hal sama aku."

"Apa?" Tanya Tarra sambil membulatkan matanya.

"Getting married is like the biggest gambling game in our life. So we should put our bet on what we trust the most."

Run Harza Run [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang