Chapter 32. Chance

162 17 0
                                    

Akhir Januari 2025.

"Ta, ke meja gue dulu sini bentar." Ucap Bara pada Tarra melalui telfon kantornya.

"Apaan deh, Bar?"

"Kesini dulu, jangan banyak tanya."

"Iya, bentar gue kesitu." Balas Tarra sambil menutup telfonnya dan berjalan ke kubikel sahabatnya.

"Lu, jangan teriak ya pokonya." Bara memundurkan kursinya dan mempersilakan Tarra melihat layar monitornya.

Tarra menatap layar komputer Bara lalu menepuk pundak Bara dengan keras sambil menutup mulutnya. Matanya berbinar bahagia.

"BAR!" Tarra lalu menurunkan nada suaranya sambil mengawasi kubikel di sekelilingnya.

"Ta, lu ngga teriak tapi mukul, sama aja." Balas Bara sambil terkekeh.

"Congrats. Ih, gue ikutan seneng. Kok cepet banget, baru juga September tahun lalu lu apply." Ucap Tarra lagi sambil menggoyang-goyangkan lengan Bara antusias.

"Gue juga ga tau. Gue apply untuk Oktober tahun ini loh. Tapi katanya ada satu slot kosong karena yang udah keterima malah membatalkan diri. Jadi rejeki gue. Fully funded scholarship for University of Tokyo." Ucap Bara sambil tersenyum bangga.

"Nanti siang gue mau ngadep mas Mara sama Pak Santoso. Doain ya, Ta."

Tarra mengangguk sambil tersenyum dan menepuk pundak sahabatnya. "Good luck."

***

Februari 2025.

"Deuh calon manten. Gimana persiapan nikahan? Udah beres semua?"

Hugo mengangguk. "Tinggal dikit lagi. Yang ngga aman Bianca, gue baru tau dia bisa jadi bridezilla." Ucap Hugo sambil menyeringai.

"Gue bilangin Bianca ya."

"Gitu mainannya lapor-lapor kayak satpam."

Mereka berdua lalu terbahak sambil menyisip bir dingin dari tangan mereka. Mata mereka menerawang jauh ke depan, memperhatikan pendaran cahaya di kejauhan.

"Go, ternyata kita sekarang udah bener-bener jadi orang dewasa ya. Joshua udah di Texas, Bara sebentar lagi ke Jepang. Terus lu nikah."

"Devon?" Sahut Hugo cepat.

"Dia punya dunia sendiri, ga usah ditanya."

Mereka berdua pun tergelak lagi.

"Gimana perasaan lu mau jadi suami orang." Tanya Tarra sambil menyisip bir dari tangannya.

"Ngga gimana-gimana."

"Ah, boong lu."

Hugo hanya tertawa dan mengacak pucuk kepala sepupunya itu. "Tau aja lu gue boong. Gue sebenernya takut banget. Takut ngga siap jadi suami yang baik buat Bianca."

"Terus kalo ga siap kenapa lu nikahin dia?"

"Because i have to. Gue ga punya alasan buat ga nikahin dia. Mau nunggu taun depan, taun depannya lagi, gue pasti nikahin dia. Jadi buat apa nunggu-nunggu."

Deg.

"Terus, lu udah beneran yakin nikah di usia semuda ini?"

"Ngga ada patokan umur buat nikah menurut gue. Lu nikah karena lu siap. Udah gitu aja sih." Balas Hugo sambil menaikkan alisnya tengil.

"Kalian semua udah ngejar mimpi-mimpi kalian, terus gue ngejar apa sekarang?"

"Lu jangan ngomong gitu. Lu punya pacar baik, kaya sama cakep. Kerjaan lu oke. Apa yang lu jalanin sekarang mungkin cuma sekedar mimpi buat orang lain."

Run Harza Run [completed]Where stories live. Discover now