Chapter 33. Silent Treatment

149 16 0
                                    

Juni 2025.

"NYEETTT !!" Teriak Anya dari ujung telfon.

"Nyet, apaan deh teriak-teriak. Gue lagi di studio sama Asta." Ucap Harza sambil menjauhkan telinganya dari ponsel di tangannya.

"Yaudah video call aja." Sahut Anya antusias.

Harza lalu menekan tombol video call di ponselnya dan seketika wajah Anya terpampang di layar ponsel.

"Harza, Bramasta, i have a super good news for booth of you. Andrew proposed me yesterday. I'm getting married by the end of this year." Ucap Anya dengan raut berbinar dan bahagia.

Harza dan Asta hanya saling berpandangan dan ikut tersenyum lebar.

"For sure? Great, Nyet. Selamat, ya. Gue sama Asta seneng banget dengernya."

"Doain semua lancar." Ucap Anya sambil masih tersenyum sumringah.

"We will, Nya. Ga usah khawatir." Sahut Asta sambil melambaikan tangannya. "Lu masih di Bali?"

Anya hanya mengangguk sambil ikut melambaikan tangannya.

"Gue udahan dulu ya telfonnya, lagi siap-siap mau balik Jakarta. Kapan-kapan kita dinner sama Andrew."

Asta dan Harza kembali berpandangan sambil memutus panggilan video mereka.

"Gue ngga nyangka Anya udah mau nikah." Ada nada haru dalam suara Harza.

"Gue juga." Ucap Asta.

Harza semakin terharu ketika ia menoleh ke arah Asta. Untuk pertama kalinya ia melihat tatapan berkaca-kaca pada sahabatnya itu.

"Lu kalo mau nangis, sini gue temenin." Balas Harza sambil terkekeh.

"Bangke." Umpat Asta. Ia kembali menatap panel-panel di hadapannya, masih dengan senyum lebar di wajahnya.

***

"Mbak Silvi, tau cerita baru ga tentang Tarra?" Ucap Farah, salah satu rekan kerja Tarra di kantornya, sambil berbisik pelan.

"Apa?" Jawab perempuan yang dipanggil Silvi itu.

"Katanya Tarra itu keguguran, hamil anaknya Harza kali ya? Secara pergaulan Harza sebebas itu."

"Ah, tau dari mana kamu?" Ucap Silvi sambil menyendok makanannya.

"Dia dua minggu lalu kan cuti, aku liat temennya ada yang posting dia dirawat di RS Cipta. Itu kan RS Ibu dan Anak terbagus di Jakarta."

"Far, perempuan jaman sekarang tuh ke Obgyn atau di rawat di RSIA bukan cuma karena hamil." Sahut Silvi sambil memandang Farah.

"Tapi ya mbak, kata anak-anak lantai 20, Tarra tuh tiap bulan pasti cuti sehari. Cek hamil deh itu kayaknya."

"Gosip banget deh, Far." Silvi berusaha tidak peduli dengan cerita gadis di hadapannya dan hanya fokus pada piringnya.

"Ya kebawa pergaulan cowonya kan bisa mbak. Kayak ngga nyangka aja liat Tarra begitu." Balas Farah dengan raut nyinyir.

"Ngga nyangka apa?" Sahut suara dari belakang Farah. Farah nyaris menyemprotkan air dari dalam mulutnya karena terkejut dan seketika ia langsung salah tingkah.

"Eh, Ta-Tarra. Mau makan siang juga?" Sapa Farah dengan tergagap panik. Ia berusaha memandang ke arah lain karena raut Tarra sudah siap menerkamnya.

"Ada masalah sama gue?" Tanya Tarra sambil menatap tajam ke arah Farah dan menarik kursi yang ada disebelah Silvi.

Silvi menarik tangan Tarra perlahan dan menepuk punggungnya pelan sambil memberi kode agar ia dapat menenangkan dirinya. Tarra hanya bisa mendengus kesal dan melanjutkan kalimatnya dengan intonasi yang lebih rendah daripada tadi.

Run Harza Run [completed]Where stories live. Discover now