Chapter 27. The Blue Night Skies

190 19 0
                                    

A Throwback.

"Za, lu kenapa? Pucet amat?" Tanya Asta sambil masih menekan keyboard di depannya.

"Hah? Pucet?" Harza seketika mengambil ponselnya dan menggunakan kamera depan untuk berkaca. "Ngga ah, biasa aja. Kacamata lu minusnya nambah kali."

"Eh, tapi lu beneran pucet deh, Za." Fikal yang baru memasuki ruangan ikut menimpali Asta. "Lu ngga kerasa ada yang aneh-aneh di badan lu kan?" Ucap Fikal dengan raut khawatir.

"Mmm.. Ada sih dikit. Perut gue suka sakit. Kenapa ya?"

"Kanker usus?" Jawab Asta asal.

Harza menggelengkan kepalanya heran dan menatap Asta yang juga balik memandanganya dengan raut datar seperti biasa. "Bramasta, mulut lu."

***

Alarm di ponsel Harza sudah berbunyi beberapa kali, tapi Harza masih mengurungkan niatnya untuk bangun. Untuk beberapa kalinya dalam minggu ini, perutnya terasa sakit. Tapi akhirnya ia berusaha berpikir positif, mungkin ini hanya kelelahan atau salah otot karena ia sedang giat memulai olahraganya lagi.

Ia mengambil ponselnya dan mematikan alarmnya. Sambil mengangkat tubuhnya perlahan dari kasur, ia masuk ke laman media sosialnya dan melihat foto Tarra disitu. Ia memandangi wajah gadisnya yang sedang tersenyum diantara bunga-bunga musim semi yang bermekaran indah di salah satu taman London.

Seketika rasa bersalahnya muncul. Kenapa ia harus bertanya hal-hal yang tidak penting pada Tarra. Ia lalu mengirimkan pesan balasan. Harza rindu pada nada ceria suara Tarra dan ia ingin segera menelfon gadisnya.

Harza    Bes, maafin ya. Aku ga maksud apa-apa kok.

Harza    Enjoy your time, jangan bete ya, I'm okay :)

Tapi tidak ada balasan dari Tarra. Lah ngambek?

Harza lalu menatap jam dinding di ruang duduknya. Sudah waktunya ia bersiap-siap berangkat ke studio. Setelah meminum pereda nyeri, ia segera beranjak ke ke kantor dengan menggunakan taksi.

***

Harza    Bes, kamu kemana? Marah sama aku?

Harza    Aku beneran ga marah kok

Harza    Kabarin ya, biar bisa aku telfon

Harza menyandarkan tubuhnya di sofa studio sambil memperhatikan ponselnya cukup lama. Masih tidak ada jawaban. Telfonnya pun tidak tersambung seolah sedang dimatikan.

Harza akhirnya hanya bisa menghela nafasnya dan berusaha memaklumi gadisnya itu. Mungkin Tarra sedang sensitif dan lagi sibuk mengerjakan project-projectnya. Ia mulai berpikir untuk menghubungi Bara dan menanyakan kabar Tarra. Tapi ia urungkan juga. Bisa-bisa Tarra marah kalau sampai Bara tahu.

Ardner masuk ke studio lalu bergerak ke arah sofa untuk mengambil tasnya. Ia bertanya-tanya melihat Harza yang beberapa hari ini terlihat kurang produktif dan lebih banyak merebahkan diri seperti hari ini.

"Lu kenapa? Banyak goleran di sofa gue liat daripada kerja."

Pemuda yang ditanya Ardner itu hanya menjawab singkat. "Gapapa."

"Gue ga liat mobil lu di parkiran. Tumben banget ke kantor pake taksi. Hangover?"

Harza hanya menggelengkan kepalanya pelan.

"Tarra?" Ardner kali ini bertanya dengan sungguh-sungguh.

Harza akhirnya mengangguk.

"Ya telfon lah."

Run Harza Run [completed]Where stories live. Discover now