teman baru

456 37 1
                                    

Ternyata, perkataan hanyalah sebuah kata. Janji memang tidak bisa selalu ditepati. Terkadang, apa yang sudah kita rencanakan tidak bisa berjalan mulus sesuai dengan keinginan.

Pada nyatanya, kemarin Ayra sangat percaya diri mengenai pembaruan kepribadian menjadi lebih baik. Bahkan ia berniat untuk menjadi ekstrovert dalam waktu sekejap. Tetapi hal itu bukan lah sesuatu yang mudah, mengubah kepribadian tidak bisa jika hanya berasa dari dalam diri sendiri, faktor lingkungan harusnya menjadi pendukung.

Ketika ia sudah percaya diri, sesampainya di kampus Ayra malah merasa ciut lagi. Ia takut. Melihat banyak orang yang tidak dikenal membuat perasaan tidak nyaman. Bahkan dirinya takut untuk membuka sepatah kata sapaan kepada mereka. Dasar pemalu.

Ayra berjalan mendekati pintu kereta karena sebentar lagi akan sampai di stasiun tujuan. Ia menghadap kearah pintu lalu menghembuskan nafas. Ayra tenggelam dalam pikiran. Ia tidak bisa tanpa teman seperti ini. Pasti akan sangat menyedihkan untuk kedepannya.

Seperti kemarin, ia membuat janji untuk merubah dirinya menjadi versi berbeda. Entah akan terlaksana atau tidak, Ayra juga tidak bisa memastikan.

Suara dari dalam kereta sudah terdengar, tak lama kereta berhenti di stasiun tujuan Ayra. Pintu kereta terbuka dan Ayra langsung turun dari sana.

Gadis itu berjalan sendiri menuju kampus yang tak jauh dari stasiun kereta. Ia berjalan sembari menatap sekeliling, memperhatikan lingkungan sekitar.

Tak butuh waktu lama, ia sudah berada di wilayah kampus. Ayra berjalan menuju fakultasnya yang terletak di arah barat kampus tersebut. Beberapa mata tertuju pada Ayra. Dirinya cantik? Memang, banyak yang bilang begitu. Tetapi entah mengapa tidak ada satupun orang yang berani menyapa.

Apa karena Ayra terlihat menyeramkan? Bahkan seharusnya tidak.

Diperjalanan menuju fakultas, Ayra melihat seorang gadis yang nampak sedang kesulitan. Terlihat gadis itu sedang kesusahan di salah satu bangku yang tersedia.

Tanpa berpikir panjang Ayra berjalan menghampiri gadis itu untuk membantunya. "Butuh bantuan?" Ucap Ayra sesaat ia sampai di sebelah gadis tersebut.

"Eh? Iya nih, masa rok gua nyangkut di paku gini" Gadis tersebut menoleh pada Ayra. Satu kata yang terlintas di pikiran Ayra saat itu "cantik" Ia bingung sejenak. Mengapa tidak ada yang menolong gadis secantik ini? Padahal setahu Ayra beauty privilege itu sangat berlaku di zaman sekarang.

"Kalau di gunting gitu gapapa? Soalnya kalau ditarik paksa bakal robek lebih besar" Ayra mengecek kondisi rok gadis itu yang tersangkut di paku.

"Iya gapapa deh. Tapi gunting nya ada?" Gadis itu pun setuju. Daripada ia mendapat sobekan lebih parah, pikirnya.

"Gua ada cutter. Sebentar." Ayra mencari sesuatu di dalam tas. Ia pun mengeluarkan cutter kecil dari sana.

"Sini." Ayra mengambil alih. Gadis itu menyingkir sejenak, memberi ruang kepada Ayra untuk menolongnya.

"Udah." Ayra sudah melakukan tugasnya. Akhirnya gadis tersebut bisa berdiri dengan tegap walaupun rok yang ia pakai menjadi sedikit sobek.

"Akhirnya. Makasih. Kenalin, gua Kanaya." Gadis itu menjulurkan tangan, ia hendak berkenalan dengan Ayra.

"Sama-sama, gua Ayra." Ayra membalas jabat tangan Kanaya.

"Oh ya, lo dari fakultas mana?" Kanaya bertanya.

"Gua dari FIB. " Ayra menjawab seadanya.

"Oh iya? Kita satu fakultas! Jurusan apa ra?" Tanya Kanaya lagi.

"Sastra inggris." Jawab Ayra dengan senyuman ramah.

"Wah serius? Kita satu jurusan juga ternyata." Raut wajah Kanaya berubah menjadi lebih bersinar. Ia senang sekali bahwa gadis baik yang menolongnya hari ini ternyata satu progam studi dengannya.

Can I believe? √Where stories live. Discover now