pendekatan

42 10 0
                                    

Hari baru telah tiba. Seperti hari biasanya Ayra mempunyai jadwal kelas pagi. Maka setengah jam sebelum kelas dimulai Ayra sudah berada di wilayah kampus.

Tujuan Ayra saat ini adalah mencari keberadaan Reza. Ayra ingin memberikan jawaban atas pertanyaan yang Reza ajukan melalui sticky notes kemarin.

Ayra berjalan mengelilingi kampus. Jika sampai lima belas menit Ayra tidak menemukan Reza, ia baru akan menghubungi lelaki itu menggunakan ponselnya.

"Ayra!" Ayra menengok ke arah sumber suara. Ternyata Kanaya tengah berjalan menghampiri.

"Ehh Nay." Ayra berusaha untuk tidak terlihat gugup. Ia belum menceritakan kejadian semalam kepada Kanaya.

"Ada yang pengen gua omongin sama lo." Kanaya memegang tangan Ayra.

"Ngomong aja." Ujar Ayra.

"Gak di sini, Ra." Kanaya menghela nafas. Ayra menatap ke sekitar, memastikan kembali bahwa Reza tidak berada di sana. Ayra bingung harus bagaimana. Di satu sisi ia ada urusan dengan Reza, namun di sisi lain Kanaya terlihat butuh bantuannya.

Sebagai teman yang baik, Ayra harus memihak Kanaya terlebih dahulu kan? "Oke. Kita ngobrol di kantin?" Ayra menawarkan.

Kanaya menggeleng. "Ikut gua aja." Ia menarik tangan Ayra agar segera mengikutinya. Ayra menghela nafas. Ia berpikir bisa menemui Reza sepulang kuliah nanti.

Kanaya terus memimpin perjalanan. Ia mengarahkan Ayra ke tempat yang ingin dituju.

Akhirnya Kanaya berhenti. Mereka berdua telah sampai. Ternyata Kanaya membawa Ayra ke danau dekat kampus. Di danau tersebut terdapat banyak tukang jualan yang biasanya buka mulai siang hari. Terdapat juga kursi dan meja kosong yang bisa digunakan untuk bersantai ria.

Karena masih pagi, jadi hanya terlihat beberapa tukang jualan yang sudah buka. Kanaya duduk di salah satu bangku kosong, diikuti oleh Ayra yang mengambil posisi di hadapan gadis itu.

"Ngomongin apa, Nay? Kayaknya penting banget." Ayra mulai bertanya.

"Jadi gini.." Sepertinya tidak mudah bagi Kanaya berujar dengan jujur pada Ayra. Ia bahkan terlihat menghela nafas dan mempertimbangkan dengan baik di otak. "Gua mau jujur sama lo."

"Jujur aja. Emang lo pernah bohong sama gua?" Ayra tersenyum mencairkan suasana. Tetapi Kanaya terlihat sangat serius saat ini.

"Bukan gitu."

"Terus apa?"

"Ra, kalau gua suka sama Ale gimana?" Kanaya meminta saran. Ia menatap khawatir pada Ayra, takutnya gadis tersebut marah.

Ayra nampak terdiam. Ia tengah mencerna kalimat yang dibicarakan oleh Kanaya. "Ya gapapa. Emang salah?" Pendapat Ayra kemudian.

"Enggak. Gua takutnya lo marah." Kanaya terlihat lesu.

"Hei, gua gak marah. Asalkan lo bahagia ya kenapa enggak?" Ayra memegang tangan Kanaya. Ia memberikan rasa tenang pada gadis itu.

"Tapi lo setuju?" Kanaya mau memastikan.

"Tadinya enggak. Tapi kalau dipikirin lagi, Ale sebenarnya baik. Dari awal dia suka sama lo juga kan." Ayra memang sempat ragu. Ia takut kalau Alexio akan menyakiti Kanaya suatu hari nanti. Tetapi Ayra merasa tidak ada hak untuk melarang Kanaya jatuh cinta.

Lagipula Alexio tidak seburuk itu. Walau ia terlihat kekanak-kanakan dan egois, tetapi Alexio mempunyai sisi baik juga. Apalagi Ayra tahu perjuangan apa yang dilakukan Alexio ketika berusaha mendapatkan hati Kanaya.

Ingat kan kalau lelaki tersebut sangat tahu apa yang disukai oleh Kanaya? Itu sudah membuktikan kalau Alexio sempat serius pada Kanaya.

"Tapi sekarang dia suka sama lo. Gimana dong." Kanaya nampak putus asa. Ia hendak membenturkan kepala ke arah meja. Untung saja tangan Ayra bergerak cepat. Ia melindungi kepala Kanaya.

Can I believe? √Where stories live. Discover now