pewangi

101 17 6
                                    

Ayra hanya bisa terdiam melihat pemandangan di hadapannya. Ucapan Alexio semalam ternyata bukan bualan semata. Lelaki tersebut sekarang benar-benar sudah berada di hadapan Ayra.

"Kok lo disini?" Ayra turun dari kereta dan menghampiri Alexio.

"Kan gua bilang mau jemput." Ujar lelaki itu.

"Maksudnya kenapa sampai sini? Kan nunggu di depan stasiun bisa." Ayra tidak menyangka kalau Alexio menjeputnya sampai ke dalam stasiun. Bahkan menunggu di samping peron.

"Kalau gua jemput di depan stasiun terlalu tanggung." Alexio kembali menjelaskan.

Ayra mengangguk kecil. Ia pun memutuskan untuk segera pergi dari sana, disusul oleh Alexio yang berjalan tepat disampingnya.

"Udah sarapan belum?" Alexio bertanya.

"Belum." Ayra menggelengkan kepala.

"Yaudah kita sarapan dulu." Alexio merangkul pundak Ayra. Tanpa berpikir lebih lama, Ayra setuju untuk pergi sarapan dengan Alexio. "Boleh deh. Kebetulan gua laper."

"Mau sarapan dimana?" Alexio menawarkan Ayra untuk memilih tempat makan mereka.

"Di kantin kampus aja."

"Gak romantis banget."

"Emang ada tempat sarapan yang romantis?" Ayra keheranan. Setahu dirinya tempat makan yang buka di pagi hari tidak jauh dari warung makan ataupun kedai kecil.

"Ada. Sini gua tunjukin." Alexio menggandeng tangan Ayra dengan sangat antusias. Senyuman bahagia terlihat di wajah Alexio. Melihat hal tersebut Ayra tertawa kecil. Saat ini ekspresi Alexio persis seperti anak kecil yang menarik sang ibunda untuk ikut bersamanya.

Setelah sampai di parkiran stasiun, Alexio langsung menghampiri motor besarnya yang sengaja ia taruh di dekat pintu keluar. Biar nanti lebih mudah, pikirnya.

Alexio memasangkan helm untuk Ayra. Gadis itu tidak menolak, ia membiarkan Alexio melakukan hal yang diinginkan.

Helm pun terpasang dengan baik, dan Alexio segera menaiki motor. Ia tak lupa juga untuk membantu Ayra naik ke atas motornya yang besar.

Setelah dipastikan Ayra siap, Alexio menyalakan mesin motor lalu tak lama kemudian mulai menjalankan motor besar tersebut menuju tempat yang ia maksud.

Ayra hanya bisa terdiam. Ia menatap ke sekitar tempat makan yang dipilih oleh Alexio. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan tempat makan ini. Ekspetasi Ayra saja yang terlalu tinggi di awal.

Alexio menatap Ayra dengan senyuman lebar hingga kedua mata lelaki tersebut ikut tenggelam. Ayra hanya bisa memasang raut wajah kebingungan.

"Ini tempat romantis kata lo?" Ayra kira ia akan dibawa ke sebuah restoran atau kafe. Ternyata Alexio malah membawa nya ke tukang bubur yang berada di pinggir jalan.

"Romantis lah. Kan makan nya sama gua, jadi romantis." Sontak Ayra terkekeh mendengar perkataan Alexio. Lelaki tampan itu memang tidak ada habisnya menggoda Ayra.

Bubur yang mereka pesan akhirnya datang. Ayra tak lupa mengucapkan terima kasih kepada penjual bubur yang telah mengantarkan sarapan pagi nya.

"Lo tim bubur di aduk apa gak di aduk?" Alexio iseng bertanya.

"Gua gak di aduk." Jawab Ayra setelah beberapa detik ia sempat terdiam.

"Wah sama dong. Jodoh emang." Rasa semangat Alexio rasanya bertambah ketika tahu Ayra memiliki selera yang sama.

Dengan perlahan Ayra pun memakan bubur yang berada di hadapannya. Sesekali ia dan Alexio mengobrol dan juga tak jarang suasana hening ada diantara mereka berdua.

Can I believe? √Where stories live. Discover now