bercerita

39 8 3
                                    

Reza dengan erat memeluk Ayra. Mereka sudah cukup lama berada di posisi tersebut. Ayra yang hendak memisahkan diri saja, kembali di dekap lebih erat oleh Reza.

"Kak, udah kenapa. Kalau ada orang lewat gimana." Ayra menepuk punggung Reza.

"Biarin. Paling nanti mereka iri." Reza masih enggan melepas pelukan.

"Nanti disangka lagi mesum loh." Apalagi ini sudah malam. Bisa-bisa orang yang menonton berpikiran negatif pada mereka berdua.

"Gapapa. Paling di nikahin paksa." Reza asal menjawab. Ayra pun mencubit pinggang Reza dengan gemas. Karena kesakitan akhirnya Reza melepaskan pelukan. "Sakit astaga." Reza meringis sembari mengelus pinggang.

Ayra terkekeh kecil melihat raut wajah Reza. Tetapi lelaki itu tidak kesal. Anggap saja ia mendapat cubitan kasih sayang dari Ayra.

Reza seperti menyadari sesuatu. Ia maju satu langkah mendekat ke arah Ayra. Tangan Reza terangkat mengecek kening Ayra. Karena kaget Ayra sempat memundurkan kepala. Namun Reza hanya menempelkan punggung tangannya pada kening Ayra.

"Lo sakit, Ra?" Reza menatap Ayra khawatir.

"Hm?" Ayra memegang leher. Ia merasakan badannya yang hangat. "Gak enak badan doang. Kayaknya kecapean." Memang seharian ini Ayra nampak lemas dan tidak bertenaga. Ditambah ia sempat galau karena Reza.

"Kita ke dokter aja." Reza memegang tangan Ayra, hendak mengajak gadis tersebut pergi.

"Gak usah. Mana ada dokter yang buka jam segini." Ayra menolak.

"Ada, dokter 24 jam buka."

"Gak usah, Kak. Aku minum obat aja nanti." Ayra tidak ingin merepotkan Reza. Kalau hari masih siang mungkin dirinya bisa mempertimbangkan. Namun sekarang sudah malam, Reza pasti lelah harus pulang ke rumah.

"Kalau besok masih sakit, Aku anter ke dokter." Reza memberikan solusi.

"Aku?" Ayra mengulangi. Ia tersenyum penuh arti pada Reza.

"Iya aku. Emang mau manggil apa? aing?" Reza sebenarnya malu karena Ayra meledek dirinya. Tetapi ia harus terlihat biasa saja.

"Ihh masa aing." Ayra terkekeh mendengar ucapan Reza.

"Nanti jadi maung."

"Kok bisa?"

"Aing maung." Reza menahan tawa.

Ayra tertawa lepas mendengar candaan yang Reza lontarkan. Melihat Ayra tertawa, Reza juga jadi ikut terhibur.

"Aduhh.." Ayra berusaha menenangkan diri. Sudah malam ada saja bahan tertawaan.

"Masuk gih. Malem gini dingin." Cuaca sangat dingin. Reza hanya takut kalau Ayra semakin drop nantinya. Ia sebagai pacar yang baik harus bisa menjaga Ayra semaksimal mungkin.

"Kakak pulangnya jauh dong berarti?" Ayra tidak bisa membayangkan Reza harus berkendara sejauh apa untuk pulang ke rumah.

"Mau nginep di rumah tante aja malam ini." Reza tidak berniat pulang ke rumah. Berhubung rumah saudara dekat dari daerah Ayra, ia memutuskan akan menginap di sana.

"Oh yaudah kalau gitu. Aku masuk duluan." Ayra sedikit tenang karena Reza tidak perlu berkendara jauh sendirian. Jujur ia khawatir. Apalagi rawan kejahatan terjadi di malam hari. Walau Reza seorang lelaki yang bisa menjaga diri, tetap saja ada kemungkinan terburuk yang dapat terjadi.

"Iya masuk aja. Besok ke kampusnya bareng, oke?" Selain karena dekat, Reza memutuskan menginap di rumah saudaranya agar bisa pergi ke kampus bersama Ayra pagi nanti.

Can I believe? √Where stories live. Discover now