fakta

79 15 2
                                    

Ayra berjalan dengan tergesa-gesa menuju wilayah kampus. Ia berniat untuk menyelesaikan semua permasalahan yang diciptakan oleh Alexio kemarin. Iya, Ayra menganggap yang Alexio lakukan adalah masalah.

Sebenarnya sejak kemarin Ayra ingin segera mengakhiri kesalahpahaman. Namun, ternyata Alexio ada kelas sampai sore. Tidak mungkin Ayra harus menunggu selama itu. Ia juga punya kesibukan selain harus membereskan masalah yang tengah terjadi.

Ayra mencari keberadaan Alexio. Semalam Ayra sudah menanyakan apakah lelaki tersebut mempunyai kelas pagi hari ini. Ayra yang sebenarnya memulai kelas di siang hari nanti, rela datang ke kampus lebih awal dari seharusnya.

Ayra melihat Alexio yang tengah berjalan menuju gedung Fisip. Dengan berlari Ayra segera menghampiri Alexio.

Tangan Ayra memegang lengan Alexio. Lelaki itu kemudian berhenti dan berbalik menatap Ayra.

Alexio tersenyum senang ketika ia melihat keberadaan Ayra di hadapannya. Ia tidak sabar menunggu jawaban yang akan Ayra berikan hari ini.

"Al, kita harus ngomong." Ayra terlihat tengah mengatur nafas.

"Kita duduk dulu." Melihat Ayra kelelahan, Alexio memutuskan untuk mengajak gadis tersebut duduk di tempat yang tidak jauh dari sana.

Mereka berdua pun duduk bersebelahan. Alexio menyibakan rambut Ayra yang berantakan akibat berlari mengejar dirinya. Ayra menyingkap lengan Alexio.

"Al, lo harus bersikap sampai sejauh ini?" Ayra tidak pernah menyangka sebelumnya kalau Alexio akan menyatakan cinta pada Ayra di hadapan Kanaya.

"Kenapa? Bukannya itu paling efektif." Alexio merasa apa yang telah ia lakukan bukanlah hal yang salah.

"Efektif kata lo? Terus tanggapan orang-orang gimana?" Ayra merasa Alexio ini hanya mementingkan dirinya sendiri.

"Gua gak perduli sama tanggapan orang lain. Yang penting lo. Lo udah mikirin baik-baik kan semalem?" Alexio nampak antusias menunggu jawaban dari Ayra. Biarlah apa kata orang lain, toh sedari awal kebanyakan orang tahu kalau Alexio tengah mendekati Ayra.

"Lo masih gak tau jawaban yang bakal gua kasih?" Sebenarnya apa yang diharapkan Alexio? Tanpa memberitahu jawaban secara langsung, Alexio harusnya paham.

"Gua masih punya harapan, Ra." Alexio menunduk. Ia tersenyum ketir menatap ke bawah.

"Harapan untuk?" Ayra meminta penjelasan.

"Lo pikir, gua nembak lo kemarin buat Kanaya?" Alexio menatap Ayra dengan pandangan sendu. Ayra mengangguk kan kepala. Melihat respon Ayra, Alexio tersenyum kecil.

"Enggak. Gua murni pengen lo jadi pacar gua." Tidak ada raut bercanda pada wajah Alexio. Ayra saking terkejut nya hanya bisa terdiam.

"Tapi kenapa?"

"Karena gua suka sama lo!" Alexio menatap Ayra dengan frustasi. Ia tahu bahwa sekarang sudah terlambat. Alexio juga menyesali perasaan yang datang secara tiba-tiba.

Seharusnya jika dulu ia mulai menyadari adanya perubahan, Alexio tidak berbohong pada diri sendiri. Dengan begitu ia bisa berusaha lebih keras mendapatkan hati Ayra.

"Sejak kapan, Al?" Ayra menatap kosong ke depan.

"Gua.. Gua gak tau pasti, Ra." Alexio tidak bisa memastikan.

"Lo tau istilah 'jika mencintai kedua orang secara bersamaan, maka pilih lah orang kedua. Karena jika benar-benar mencintai orang pertama, kau tidak akan pernah jatuh cinta pada yang kedua' gua ngerasa kejadian itu nimpa gua, Ra." Alexio mengusap wajah. Ia memegang tangan Ayra.

Can I believe? √Where stories live. Discover now