memori dahulu

73 17 1
                                    

Kanaya sudah berada di wilayah kampus sejak pagi. Ia bersyukur urusan kemarin cepat selesai sehingga dirinya bisa pergi ke kampus dan tidak meninggalkan absen. Kanaya berjalan menuju arah kantin. Ia berencana akan membeli sarapan untuk dirinya dan Ayra.

Wilayah kantin terbilang tidak terlalu ramai. Mungkin karena ini masih pagi. Hanya beberapa mahasiswa yang terlihat sedang duduk di kursi kantin.

Kanaya menghampiri tukang jualan bubur ayam. Sarapan pagi diawali dengan bubur bukankah sebuah kebiasaan.

Kanaya memesan dua porsi bubur. Tak lupa juga ia memesan minuman agar mereka tidak kehausan. Kanaya mengambil ponsel di dalam tas untuk mengabari Ayra. Ia akan menyuruh gadis tersebut menghampirinya di kantin.

Ketika sedang menunggu pesanan bubur jadi, Kanaya memperhatikan keadaan sekitar. Pandangan Kanaya tertuju pada Alexio yang juga berada di wilayah kantin.

Lelaki tersebut membawa paper bag dengan ukuran yang cukup besar. Alexio terlihat menghampiri salah satu stand makanan. Ia dan pemilik stand itupun berbincang. Setelahnya Alexio memberikan paper bag tersebut pada pemilik stand.

Kanaya hendak menghampiri Alexio untuk mengajukan pertanyaan. Namun pesanan bubur ternyata sudah siap. Terpaksa ia mengurungkan niat.

Kanaya menerima nampan bubur sesudah ia membayar. Kanaya pun membawa nampan bubur ke salah satu meja yang kosong.

Tepat sekali ketika Kanaya baru saja duduk, Ayra terlihat baru memasuki wilayah kantin.

Ayra menatap ke sekitar mencari keberadaan Kanaya. Tak perlu menunggu lama, Kanaya yang mengangkat tangan sontak membantu Ayra untuk menemukan dirinya. Ayra pun berjalan menghampiri Kanaya.

"Wah bubur." Ayra meletakan tas laptop dan tas selempang di atas meja. Ia duduk berhadapan dengan Kanaya.

Kanaya menaruh satu mangkuk bubur dan minuman di hadapan Ayra. Ia juga melakukan hal yang sama untuk diri sendiri. Kanaya meletakan nampan kosong di samping meja.

Ayra mengaduk bubur yang berada di hadapannya. Sedangkan Kanaya, ia langsung memakan bubur tanpa diaduk.

"Jadi gimana, Ra?" Kanaya memulai percakapan.

"Gimana apanya?" Ayra tidak mengerti.

"Lo udah kenal sama Kak Eja sejak lama?" Kanaya tahu kalau Ayra dan Reza berasal dari satu sekolah yang sama melalui kolom komentar di sosial media.

"Enggak. Gua baru kenal belum lama." Ayra menjawab.

"Kan lo dulu satu sekolah." Kanaya menjadi tidak paham.

"Gua bahkan baru tau kalau kita satu sekolah." Ayra tak berbohong. Dahulu dirinya tidak merasa melihat ataupun mengenal Reza di wilayah sekolah. Maka dari itu saat melihat komentar di sosial media, Ayra juga cukup terkejut.

"Lo udah tanyain sama dia?" Kanaya bertanya.

"Belum." Ayra menggeleng. Ketika Ayra hendak bertanya pada Reza, ia selalu lupa. Bahkan Reza juga tak pernah membahasnya.

"Tapi kayaknya Kak Eja itu tipe cowok populer deh." Kanaya menebak. Dari sosial media Reza, terlihat orang tersebut sangat humoris dan sosial butterfly. Pasti kenalan Reza berasa dimana-mana.

"Gua juga ngerasa gitu." Sama seperti Kanaya, Ayra juga mengira hal serupa.

Ayra dan Kanaya melanjutkan makan dengan beberapa obrolan kecil lainnya.

Waktu sudah menunjukan siang hari. Jadwal Ayra untuk kuliah sudah selesai. Ia lega akhirnya bisa pulang sebelum sore hari.

Seseorang tampak berjalan cepat ke arah Ayra. Ia menghampiri gadis itu dan saat berada tepat dibelakang Ayra, orang tersebut menepuk bahunya. Ayra menengok ke belakangan untuk melihat siapa yang tengah memanggil dirinya.

Can I believe? √Where stories live. Discover now