Bab 11 "Worst Situation"

15 7 0
                                    

Kejadian serangan serigala itu membuat Tuan Alanor panik. Dugaannya, sebuah Ibukota Kerajaan pastilah aman dari serangan apapun karena keamanannya yang tinggi. Jadinya ia berteleportasi ke Ibukota Xylonia saat kami dikejar para monster. Tuan Alanor mengatakan hal semacam ini wajar, dikarenakan Ibukota Xylonia hanya berjarak lima kilometer saja dari Black Forest di arah barat dan selatan. Itu menjadi celah terbesar pertahanan Ibukota.

Berita lain pun sampai ke telinga kami. Bagian barat dan selatan Ibukota diserang oleh monster yang sangat banyak. Aku mendengarnya dari seseorang saat makan di restoran penginapan ini bersama Tuan Alanor. Bahkan kabarnya, komandan dari Royal Knight --kesatria kerajaan-- dan Kepala Royal Wizard sampai terjun langsung ke medan perang. Aku jadi mengerti, serigala serigala yang kulihat kemarin itu berhasil masuk ke Ibukota saat huru hara di barat dan selatan. Serigala serigala itu menyerang daerah yang tak terlindungi dengan baik, yaitu timur dan utara, tempat saat ini aku menginap. Cerdas sekali strategi mereka.

Setelah penyerangan kemarin, Raja menetapkan kondisi darurat. Gerbang Barat dan Gerbang Selatan ditutup untuk sementara. Para Knight dan Wizard disiagakan di semua gerbang. Jalanan Ibukota yang biasanya ramai, menjadi agak sepi. Ketenangan ini dimanfaatkan oleh Tuan Alanor untuk memyembuhkanku yang belum pulih sepenuhnya.

"Gerbang Mana-mu sebagian rusak akibat ledakan energi Power Taker. Butuh waktu yang tak sedikit untuk memulihkannya," ucap Tuan Alanor. Tangannya meraba perutku. Aku berbaring di atas kasur.

"Bagaimana bisa?" tanyaku.

"Aliran energi Power Taker terlalu deras keluar. Gerbang Mana milikmu tak mampu untuk menahannya. Aliran mana milikmu menjadi tak lancar, dan kau tak bisa menyimpan mana dengan optimal."

"Apa ini bisa diobati?"

"Gerbang Mana akan pulih jika sang pemilik memiliki tenaga yang cukup." Tuan Alanor selesai memeriksaku. Ia menutup perutku dengan jubah yang kupakai.

"Aku harus menggunakan Power Taker-ku pada seseorang?" Aku bertanya.

"Jangan. Itu ide yang buruk. Lebih baik kauserap batu sihir dari rusa Elkish," balas Tuan Alanor. Tuan Alanor mengeluarkan tiga bola kecil dari balik jubahnya. Bola bola itu berwarna hijau terang, berukuran sebesar batu kerikil. Ia menaruhnga di atas kasur. "Kuyakin, kau pasti memilikinya."

Benar, aku memiliki satu buah batu sihir yang kudapatkan saat berburu di hutan. Kurogoh kantung yang menggantung di ikat pinggang, mengeluarkan batu yang kumaksud.

"Sekarang, kauserap sihir dari batu batu ini dengan Power Taker!" titah Tuan Alanor.

"Baik, Tuan." Aku segera memfokuskan perhatianku pada keempat batu sihir itu. Tuan Alanor mundur beberapa langkah. Aku menarik napas dalam dalam, merasakan segarnya udara yang masuk melalui hidung. Kukeluarkan napas perlahan lewat mulut. Kuulangi hal itu beberapa kali hingga diriku tenang. Setelah siap, aku merapalkan mantranya.

"Power Taker," ucapku pelan. Dadaku mendadak sesak setelah membaca mantra. Kepalaku berat seakan tengah tertimpa benda berat. Namun perlahan, energi dari keempat batu sihir mengalir ke dalam gerbang mana milikku yang hancur. Sensasi sejuk menyebar rata ke seluruh tubuh. Sedikit demi sedikit, rasa sakit yang muncul perlahan mereda. Dalam beberapa menit, energi keempat batu itu kusedot habis, membuat batu sihir itu tak berkilau lagi.

"Energi dari keempat batu sihir itu belum cukup. Namun setidaknya, itu dapat mempercepat pulihnya gerbang mana." Tuan Alanor berucap dari kejauhan.

Tuan Alanor mengambil sesuatu dari balik jubahnya. Ia mengeluarkan tiga keping koin emas. Tuan Alanor mendekat padaku. "Ini untukmu, Nak."

"Tu--tuan?" Kenapa Tuan Alanor memberikan koin emas padaku? Lagipula, koin emas itu terlalu bernilai untukku. "Ini terlalu besar, Tuan."

"Tidak apa apa," ucap Tuan Alanor. "Belilah peralatan untukmu. Armor, senjata, batu sihir, ataupun potion. Kau memerlukannya."

"Ba-baik, Tuan. Terima kasih," ucapku gugup.

***

Ibukota bagian utara belum pernah kukunjungi sebelumnya. Aku hanya pernah ke bagian barat dan selatan saja. Tidak ada keperluan yang harus kupenuhi di sini. Hewan buruanku dijual ke Guild Petualang Pusat di bagian selatan Ibukota. Pasar berada di bagian barat. Jadi, buat apa aku harus ke utara? Tentu saja kali ini berbeda.

Kejadian beberapa hari lalu menyebabkan aku dan Tuan Alanor berlindung di Ibukota. Tuan Alanor memutuskan untuk memulihkan tenaganya dulu, sambil mengobatiku yang diserang monster. Namun, para monster menyerang saat tiga hari kami baru menginjakkan kaki di Ibukota. Itu berarti, mereka berhasil memgendusku hingga ke Ibukota? Apa itu mungkin?

Tak perlu jauh jauh ke arah barat, di utara Ibukota pun ternyata ada pasar. Seperti pasar biasanya, disini menjual berbagai macam barang seperti sayur, buah, rempah rempah, dan gandum. Kondisi pasar tak terlalu ramai, sepertinya karena kejadian kemarin. Namun, semangat para pedagang tak turun walaupun sedikit pembeli. Mereka berteriak, menawarkan barang dagangannya pada setiap orang yang lewat.

"Ayo dibeli! Sayur dan buah segar!" teriak pedagang sayur yang baru kulewati. Tendanya yang lusuh menandakan ia sudah lama berdagang disini.

"Rempah rempah berkhasiat dari alam! Mari dibeli!" Pedagang rempah itu berteriak kencang.

Di ujung jalan, kudapati sebuah bangunan bercat kelabu kusam. Papan berlogo dua pedang menggantung di depan pintu kayu yang hampir lapuk. Kuyakin, ini adalah toko senjata.

Aku memasuki bangunan yang kuyakini sebagai toko senjata ini. Lonceng berbunyi saat aku membuka pintu. Jejeran lemari kaca berisi senjata dan armor tertata rapi disini. Rak kayu tinggi besar mengelilingi ruangan yang cukup luas ini. Seorang kakek tua berdiri di balik lemari kaca berisikan bermacam macam senjata.

"Selamat datang di Twin Sword Blacksmith! Ada yang bisa saya bantu?" Si kakek menyapaku ramah.

"Apa disini ada armor yang murah?" tanyaku.

"Tentu saja, Nak. Kami menjual berbagai macam armor disini," jawab kakek. "Dari armor biasa sampai armor berkualitas tinggi, kami menjualnya."

"Saya hanya memiliki tiga keping koin emas, dan itupun akan saya belikan untuk barang lain. Apa cukup?" Jika kualitas armor dan senjata disini cukup tinggi, itu berarti harganya juga tinggi. Semoga saja ada yang cukup murah umtukku.

"Ada, tunggu sebentar." Sang kakek berjalan ke salah satu lemari kaca, mengambil baju zirah yang terbuat dari logam. Kemudian, sang kakek meletakkan baju besi itu dihadapanku.

"Ini baju zirah yang terbuat dari logam orichalcum, logam terkeras kedua setelah mithril. Harganya hanya satu keping koin emas saja. Bagaimana?"

"Baiklah, saya akan membeli armor ini," ucapku. Sekarang tinggal pedangnya. "Apa ada pedang yang murah juga?"

Sang kakek membuka pintu lemari kaca di depanku. Ia mengambil sebilah pedang "Bukankah kau seorang Wizard, Nak? Mengapa kau membeli armor dan pedang?"

"Guru saya yang memerintahkannya, Tuan," jawabku.

Saat masih melakukan transaksi, seseorang masuk ke ruangan. Seorang Wizard berjubah hijau yang begitu familiar bagiku.

Bukankah ia Wizard Tingkat Empat yang kuambil kekuatannya?

___________________________________

Bogor, Jumat 20 Mei 2022

Ikaann

Vano The Fugitive WizardWhere stories live. Discover now