Bab 28 "Lost"

13 7 0
                                    

"Kau harus membayar semua perbuatanmu, Wizard kejam!" Aku berteriak. "Fire rain!"

Langit menghujani Wizard beraura hitam itu dengan bola api yang banyak seperti saat hujan air membasahi bumi. Tak seperti sebelumnya, ia tak membuat perisai hitam. Eleanor mengubah aura hitam di sekelilingnya menjadi ular naga besar, mengurung dirinya sendiri di dalam. Bola api yang kuluncurkan padanya mengenai naga panjang itu. Hujan apiku membentur tubuh sang naga, membuat aura hitamnya terpancar kemana mana. Para monster burung yang terkena aura itu menjadi semakin ganas. Pasukan elemen yang kusiapkan di udara menghadapi para monster melayang yang semakin beringas itu. Namun, naga yang kuserang tetap utuh, meskipun kuhujani dengan ratusan bola api.

Hujan api yang kuluncurkan berhenti. Naga yang daritadi kuhujani kini meliuk liuk di udara. Aura hitam yang sempat memancar dari sang naga perlahan berhenti. Tubuh besarnya itu kini bergerak dengan kecepatan tinggi ke arahku dan Tuan Alanor. Dengan sigap, Tuan Alanor membuat seekor burung yang sangat besar yang terbuat dari besi menggunakan tongkat sihir. Tuan Alanor masuk ke tubuh burung besi itu melalui sebuah celah, lalu ia menutupnya kembali. Burung besi ciptaan Tuan Alanor melesa sama cepatnya dengan naga hitam milik Eleanor. Keduanya berbenturan di udara, membuat bunyi kelontang besi yang sangat keras.

Burung besi Tuan Alanor menggigit kepala naga hitam milik Wizard aura hitam. Namun sang naga mengayunkan ekornya bagai cambuk pada burung besi, membuat burung besi Tuan Alanor terpental beberapa meter. Momen terpentalnya burung besi dimanfaatkan oleh Eleanor untuk menyerang. Dari mulut naga miliknya, sebuah bola hitam besar terbentuk, lalu meluncur ke arah burung besi. Menyadari bahwa Tuan Alanor dalam bahaya, segera kutembakkan bola pasir yang sama besarnya dengan bola ciptaan naga hitam itu. Kecepatan bola hitam melambat akibat pasirku. Bueung besi Tuan Alanor menghindari bola hitam raksasa yang mengarah padanya.

"Sial kau, Power Taker!" Naga hitam itu menggeram. Tubuh besarnya itu terbang ke arahku dengan meliuk liuk cepat. Kutembakkan segala elemen yang kukuasai pada naga ciptaan Eleanor itu. Namun, karena naga itu meliuk liuk dengan cepat, tak ada satupun seranganku yang mengenainya. Saat naga hitam besar itu sudah semakin dekat, Tuan Alanor dan burung besinya menabrak naga hitam hingga jatuh ke tanah, meninpa para Great Dark Xylon yang sedang menyerang para Knight.

Momen jatuhnya sang naga adalah kesempatan yang sangat baik. Aku meluncurkan banyak bola api pada naga yang terbaring di raksasa pohon yang hancur berkeping keping. Dengan cepat, apiku menyambar Great Dark Xylon yang merupakan monster pohon raksasa, membuat api semakin besar dan panas. Ular naga hitam yang berbaring di atasnya seperti daging yang sedang dipanggang di atas bara api, namun dalam ukuran yang jauh lebih besar. Aura hitam naga itu menyebar kemana mana, membuat para monster serigala di bawah menjadi semakin ganas.

Setelah dipanggang di api yang membara, naga itu kembali terbang ke udara. Warna hitam sang naga sedikit memudar, tak pekat seperti sebelumnya. Gerakan naga itu pun semakin melambat.

"Berani beraninya kau!" Naga itu menggeram.

"Kekuatanmu semakin melemah. Menyerahlah!" Burung besi milik Tuan Alabir berbicara.

"Hahaha!" Naga hitam itu tertawa. "Kau bahkan belum melihat kekuatan sejatiku!"

"Tunjukkanlah, Pengkhianat!" Burung besi berseru.

Naga hitam milik Eleanor menggeram. Aura hitam berkumpul di sekeliling naga itu. Monster burung di udara tak seganas sebelumnya. Aura hitam yang menyelimuti monster itu hilang. Ukuran para monster burung kembali lagi seperti semula. Begitu juga dengan lara serigala di bawah. Ukuran tubuh dan keberingasan kawanan serigala berkurang drastis. Aura hitam banyak bergelimangan di sekitar tubuh naga milik Eleanor. Aura yang sangat banyak itu dihirup oleh sang naga, menambah kepekatan aura hitam miliknya. Perlahan lahan, ukuran tubuh sang naga bertambah dua kali lipat.

"Inilah kekuatan sejatiku!" Sang naga meraung. Naga itu melesat dengan kecepatan yang luar biasa. Tuan Alanor yang berada di dalam burung besi, menggerakkan burung ciptaannya itu untuk menghindar. Namun, kecepatan sang naga bukanlah tandingannya. Naga itu menabrak burung besi Tuan Alanor, menggigitnya hingga kedua sayap sang burung patah. Aku yang melihat dari kejauhan, memanggil sebagian pasukan elemen milikku untuk melawan naga besar.

"Pasukan! Seraangg!" Aku berseru pada pasukan elemenku. Mereka semua melesat cepat ke arah sang naga. Aku mengikuti mereka dari belakang.

Sekitar dua puluh pasukan elemen yang kupanggil, menyerang tubuh naga hitam milik Eleanor dengan kekuatannya masing masing. Prajurit api terus menerus menembakkan bola api ke arah tubuh naga. Prajurit angin membuat pusaran angin yang kencang, mencoba untuk melubangi tubuh sang naga. Prajurit tanah menghujani naga besar ini dengan batu. Sedangkan prajurit air, membuat bola air di sekitar moncong sang naga, menutup mata naga hitam ini. Tak terlalu berefek, sebenarnya. Aku sendiri menyayat tubuh naga ini dengan pedang Mythril yang menurut Tuan Alanor, anti terhadap sihir. Perkataan itu benar, tubuh naga ciptaan Eleanor ini tak terlalu keras untuk kulukai.

"Lepaskan guruku, Bodoh! Lepaskan!" Aku menebaskan pedangku sekuat tenaga ke tubuh naga hitam ini.

"Aarrgghhh!" Naga Eleanor meraung. Ekornya mengibas ke segala arah. Pasukan elemenku terpental akibat kibasan sang naga hitam. Ia melepaskan gigitannya pada burung besi Tuan Alanor, membuatnya terjatuh ke tanah dengan bunyi debum yang keras.

"Tuann!" Aku berteriak.

Naga itu berbalik padaku. Matanya yang merah membelalak tajam. Sang naga membuka mulutnya lebar lebar, mengeluarkan bola hitam besar dengan kecepatan yang tinggi. Aku yang berada sangat dekat dengan mulut naga tak sempat menghindar. Aku membuat perisai pasir untuk menahannya. Namun apa daya, perisaiku tak mampu untuk menahannya. Bola hitam itu menghantamku keras, mengempaskanku ke tanah dengan kecepatan yang besar. Tanah yang menjadi tempatku mendarat retak seketika akibat hantaman keras. Darah merah segar keluar dari mulutku. Kaki tanganku sama sekali tak bisa digerakkan. Tulang punggungku patah akibat serangan naga. Kurapalkan mantra penyembuh pelan pelan, walaupun tak berefek sama sekali pada tubuhku.

"Sekarang, tinggal gurumu yang harus kubereskan." Naga itu bergerak menjauh.

Suara kelontangan besi terdengar memilukan, bercampur dengan teriakan seseorang yang kukenal. Naga itu kembali, ia terbang tepat di atasku. Di mulutnya yang besar, sebuah burung besi bersarang disaba dalam keadaan yang tak utuh lagi. Naga hitam itu melepaskan gigitannya, menjatuhkan burung besi itu tepat di sampingku. Burung besi yang sudah rusak itu berubah menjadi tubuh guruku, Tuan Alanor yang dipenuhi luka.

"Ini akan menjadi perpisahan yang bagus untuk guru dan murid," ucap naga itu, "aku sangat terharu."

"Tuan...," ucapku lirih.

"Nak, kemarilah...." Tuan Alanor berucap sangat pelan. Kupaksakan tubuhku untuk bergerak sambil berbaring ke dekat guruku. Aku menyentuh tangannya yang penuh cairan kental, memegangbya erat.

"Tuan...."

"Sedotlah kekuatanku ... hidupku takkan lama lagi...."

"Ta-tapi...." Air mata sudah bercucuran jatuh membasahi wajahku. Tak nisa kubayangkan, aku akan kehilangan orang yang kusayang untuk ketiga kalinya.

"Tak ada pilihan la--uhukk--in...." Suara Tuan Alanor sudah parau.

Dengan terpaksa, aku harus mengeluarkan kekuatan itu pada guruku. Kufokuskan segala pikiran pada energi di dalam gerbang mana. Kutarik napas dalam dalam, lalu mengeluarkannya dari mulut. Kuucapkan mantra itu. "Power Taker!" Energi besar terus mengalir ke dalam gerbang mana-ku, memulihkan semua luka dan sakit di tubuhku. Tak lama kemudian, guruku, Tuan Alanor The Great Wizard, meninggal dunia.

___________________________________

Bogor, Senin 6 Juni 2022

Ikaann

Vano The Fugitive WizardWhere stories live. Discover now