Bab 17 "Big Trouble"

12 8 0
                                    

Malam sebelum hari penyerangan...

Aku dan Tuan Alanor sudah berteleportasi ke Black Forest. Tuan Alanor memutuskan untuk berlindung di sebuah gua di dalam Black Forest. Walaupun monster di sini telah dijinakkan, Tuan Alanor mengatakan bahwa ini sebagai pencegahan. Aku hanya menurut saja pada guruku itu. Sebelum masuk, Tuan Alanor membuat sebuah lapisan pelindung transparan yang melingkupi seluruh gua.

Saat ini, aku tengah berbaring di tanah dalam gua. Mencoba tidur nyenyak walau hanya beralaskan tanah. Setelah mencoba kasur yang empuk di penginapan, kini aku harus kembali lagi ke asalku, tidur di atas permukaan keras. Namun, seharusnya aku bersyukur. Tidur di penginapan yang cukup mahal merupakan dambaan para orang miskin sepertiku yang sehari harinya tidur di kasur yang keras.

Di sebelahku, Tuan Alanor tidur dengan menyender pada bebatuan gua. Wajahnya mulai keriput karena penuaan. Jenggotnya yang putih memanjang hingga ke dada. Namun tiba tiba, Tuan Alanor terbangun dan batuk batuk. Darah merah kental keluar dari mulutnya. Sontak, aku yang melihatnya batuk darah, bangun lalu menghampiri Tuan Alanor.

"Tu-tuan? Apa yang terjadi?" tanyaku panik.

"Uhuk!" Tuan Alanor terbatuk. Mata sayunya memandangiku.

"Apa yang terjadi pada Anda?" tanyaku lagi.

Dalam kondisinya yang buruk, Tuan Alanor memaksakan untuk bicara. "Musuh ... sudah mengetahui ... keberadaan kita...."

Bunyi retakan terdengar keras, menggema di dalam gua. Perisai pelindung ciptaan Tuan Alanor hancur berkeping keping.

Sebenarnya, apa yang terjadi?

"Hyla ... hyla ... hyla...." Tuan Alanor menggumamkan kata kata asing. Seberkas cahaya hijau menyinari tubuh Tuan Alanor yang dalam kondisi buruk. Aku mundur beberapa langkah, menjauhi Tuan Alanor yang disinari cahaya hijau. Perlahan lahan, darah yang keluar dari tubuh Tuan Alanor mengering. Wajah lemasnya perlahan segar kembali.

"Apa Tuan baik baik saja?" tanyaku.

"Ya, aku baik baik saja," jawab Tuan Alanor.

"Mengapa perisai pelindungnya pecah?"

"Musuh kita menghancurkannya dari jauh dengan mana yang luar biasa." Tuan Alanor membalas. Ia bangkit, lalu berjalan ke mulut gua. "Perisai yang kubuat itu bukan sembarang perisai."

"Siapa yang melakukan itu?" tanyaku.

"Hanya satu saja yang bisa melakukan ini. Kepala Royal Wizard, Eleanor." Kepala Royal Wizard? Itu artinya ia adalah Wizard yang terkuat diantara Wizard di kerajaan. Benar benar gawat.

"Vano, tidurlah lagi," ucap Tuan Alanor, "aku akan mengurus sesuatu dulu."

"Tuan akan pergi ke mana?" tanyaku.

"Tidak akan jauh." Tuan Alanor bangkit, ia keluar dari gua menuju ke kegelapan Black Forest.

***

Matahari telah terbit dari timur. Aku terbangun dari tidur nyenyakku. Kutengok kanan dan kiri, tak ada Tuan Alanor di sini. Aku bangun, lalu berjalan ke luar gua untuk mencari keberadaannya. Pemandangan di luar gua benar benar menakjubkan. Sebuah benteng besar berdiri kokoh mengelilingi gua. Beberapa prajurit yang terbuat dari empat elemen dasar berjaga di atas benteng. Di sebuah pohon, Tuan Alanor duduk menyender. Di depannya, sebuah api membakar beberapa potong daging. Daging itu sudah berwarna kecoklatan, lalu Tuan Alanor menaruhnya di sehelai daun besar.

"Cepat makan, Nak. Selagi masih hangat," ucap Tuan Alanor.

"Mengapa ada benteng di sini, Tuan?" tanyaku. "Bukankah kemarin tidak ada?"

Vano The Fugitive WizardDonde viven las historias. Descúbrelo ahora