Bab 24 "Planning"

9 6 0
                                    

Makhluk beraura hitam itu turun dari langit. Seekor monster burung mendekat pada Wizard itu. Sang Wizard menaiki monster burung, lalu mendekat ke pasukan monster yang menyerang. Para monster burung yang berada di dekat pria penunggang burung itu memancarkan aura hitam. Wizard itu merendahkan ketinggian terbangnya, mendekat pada pasukan monster serigala yang tengah bertarung dengan Knight. Sama seperti para burung, serigala serigala itu memancarkan aura hitam yang pekat.

"Aura hitamnya menyebar. Para monster akan semakin kuat," ucap Tuan Alanor.

Mendengar hal itu, aku langsung menciptakan sebanyak mungkin pasukan elemen semampuku. Kuciptakan terlebih dahulu empat bola yang terbuat dari empat elemen dasar. Setelahnya, aku mengatur napas untuk mendapatkan fokus mendalam saat membayangkan bola elemen itu berubah menjadi prajurit. Ketenangan berhasil mempercepat pembuatan pasukan elemen. Kemudian, empat prajurit elemen itu kubayangkan mengganda menjadi ratusan hingga membentuk pasukan yang besar. Tubuhku melemas setelah mengeluarkan banyak mana untuk membuat pasukan. Kupaksakan diriku untuk mengatakan perintah.

"Serang para serigala dan burung itu. Lindungi benteng guruku," ucapku lemah. Pasukan elemen ciptaanku berpencar menjadi dua. Sebagian dari mereka menyerang para monster burung yang mengudara di langit, sedangkan sebagiannya lagi melawan para serigala di bawah.

"Kau seharusnya tak perlu memaksakan diri, Nak," ucap Tuan Alanor menasihati.

"Kita kalah jumlah. Ini perlu dilakukan," balasku pelan.

"Istirahatlah, Nak. Kau kehabisan banyak tenaga."

"Tidak perlu. Pasukanku akan menyedot kekuatan para monster," jawabku.

"Jika begitu, kau akan menyedot aura hitam dari para monster." Tuan Alanor berucap.

"Energi hitam itu akan kugunakan untuk menyerang Wizard itu," tunjukku pada Wizard yang menunggangi monster burung.

"Jika itu yang kau inginkan, maka aku akan membantu." Tuan Alanor membuat perisai angin yang melingkupi kami berdua. Ia membawaku terbang ke dekat Wizard beraura hitam itu.

"Hahaha, siapakah kalian berdua? Apa kalian adalah makanan tungganganku?" ledek Wizard itu.

"Rupanya, jabatan Kepala Royal Wizard membuatmu gelap mata, ya, Eleanor?" tanya Tuan Alanor.

"Aaarggghhh!" Wizard itu tiba tiba berteriak. "Kau tak ada urusannya dengan itu!"

Teriakan Wizard beraura hitam itu memancing beberapa monster burung mendekat. Di sekelilingku, sepuluh ekor monster burung mengepung dari segala arah.

"Pasukan elemen!" teriakku. Sepuluh pasukan elemen yang bertarung melawan para monster mendekatiku. "Lawan para monster yang mengepungku!" Aku berteriak lagi. Sepuluh prajurit elemen yang kupanggil menerjang para burung yang mengepungku dan Tuan Alanor. Kejadian tadi membuat ekspresi sang Wizard berubah.

"Oohh, jadi kau adalah Pemilik Power Taker, ya?" tanyanya dengan nada riang, berbanding terbalik saat berbicara dengan Tuan Alanor.

"Ya, dan aku akan menyedot kekuatanmu!" Aku menerjang sang Wizard, menyebabkan perisai angin Tuan Alanor terbelah menjadi dua bola angin. Wizard itu mengeluarkan tongkatnya dari balik jubah, menembakkan beberapa bola api hitam ke arahku. Tuan Alanor menembakkan beberapa bola air ke arah api yang meluncur padaku. Bola api hitam itu padam, membuatku bebas menerjang sang Wizard aura hitam itu. Kukeluarkan pedang dari pinggang, mengarahkannya pada Kepala Royal Wizard itu. Wizard itu meliuk menghindari tebasanku, sambil meluncurkan dua bola air padaku. Tuan Alanor membuat pusaran angin besar, ia mengarahkannya pada Wizard bernama Eleanor itu. Eleanor mengayunkan tongkatnya, sebuah lapisan hitam pekat mengelilingi sang Wizard. Hembusan pusaran angin Tuan Alanor tak mampu untuk membuat Eleanor goyah sedikitpun.

"Perisai hitam, perisai dengan berbagai macam fungsi," ucap Tuan Alanor.

"Ia bahkan tak bergerak saat terkena pusaran angin." Aku bergumam.

"Karena perisai hitam itu mampu menyerap semua jenis sihir, lalu memantulkannya," ucap Tuan Alanor. Beberapa detik kemudian, sebuah pusaran angin muncul dari perisai hitam ciptaan Eleanor. Pusaran itu lebih besar dari yang Tuan Alanor ciptakan.

"Turun, Nak!" teriak Tuan Alanor. Aku turun ke tempat para serigala dan Knight bertarung, menghindari pusaran angin besar di udara. Pusaran angin itu menerjang para Knight dan monster yang sedang bertarung, mengempaskan mereka hingga jauh. Untungnya, aku dan Tuan Alanor sempat menghindar.

Aku dan Tuan Alanor kembali naik, terbang di dekat Wizard yang terselimuti perisai hitam.

"Serangan sihir tak mempan pada perisai hitam," ucap Tuan Alanor.

"Lalu, apa yang bisa menghancurkan perisai itu?" tanyaku.

"Hanya sihir cahaya saja dan serangan fisik," jawab Tuan Alanor.

Itu artinya, perisai itu bisa dihancurkan. Hanya saja, perlu sihir cahaya untuk menghancurkannya. Untuk serangan fisik, sepertinya aku harus menyerang dengan pedangku. Kukeluarkan pedang yang menggantung di ikat pinggang. Aku memacu bola anginku dengan kecepatan tinggi untuk menerjang perisai Wizard itu. Pedangku bertubrukan keras dengan perisai sihir itu, menyebabkan aura hitam keluar dari dalam perisai itu. Kutebas perisai sihir itu dengan pedang milikku, mengacuhkan aura hitam yang bocor dari dalam. Sedikit demi sedikit, tebasanku membuat perisai keras itu retak. Hingga pada akhirnya, perisai itu pecah berkeping keping.

"Kau!" Wizard berjubah biru itu berteriak. Ia memacu monster burung yang ia tunggangi. Monster burung itu bergerak cepat ke arahku. Namun sebelum Wizard itu berhasil menyerangku, Tuan Alanor menembakkan banyak bola api pada Wizard itu. Burung tunggangan sang Wizard terbakar gara gara terkena serangan bola api Tuan Alanor.

"Kau! Berani beraninya membakar peliharaanku!" Wizard itu berteriak lagi. Hewan tunggangannya sudah gosong terbakar. Walaupun begitu, ia masih bisa melayang di udara. "Rasakan seranganmu ini!" Ia menembakkan bola hitam ke arahku dan Tuan Alanor.

Puluhan bola hitam melayang cepat ke arahku dan Tuan Alanor. Aku menciptakan perisai angin di sekelilingku, mencoba melindungi diri dari bola hitam yang diluncurkan oleh Wizard berjubah biru itu. Namun tak disangka, bola hitam itu mampu menembus perisai angin milikku. Aku yang tak sempat menghindar, terkena bola hitam itu tepat di dada. Paru paruku sesak tak mampu bernapas. Bola udara di kakiku menghilang, membiarkanku terjun bebas ke tanah. Namun, di detik detik terakhir, sebuah perisai angin menyelimutiku. Aku terbang kembali ke samping Tuan Alanor.

"Rupanya, Pemilik Power Taker cukup kuat juga," ucap Wizard berjubah biru itu.

"Hyla!" ucap Tuan Alanor. Energi hijau menyelimuti seluruh tubuhku. Perasaan hangat di dada meredakan sesak napas yang kuderita.

"Bukankah kau akan menyedot energi dari monsterku? Kenapa tak bisa?" Wizard itu meledek.

"Diam kau!" Aku menghunuskan pedangku pada Wizard beraura hitam itu. Samg Wizard hanya tersenyum. Ia menciptakan sebuah pedang dari aura hitamnya yang memancar. Ia meluncur ke arahku yang menerjangnya. Pedangku dan pedang aura hitamnya beradu, menimbulkan suara dentingan yang kencang.

"Mana aura hitam yang kausedot dari monsterku? Keluarkanlah dan bertarung denganku." Ia kembali meledekku.

"Sand!" Aku berteriak. Segumpal pasir yang besar keluar dari tanganku. Pasir itu menutupi seluruh tubuh Wizard itu. Sang Wizard menggeliat, berjuang untuk bebas dari pasirku. Namun, pasir itu tiba tiba terjatuh ke tanah, tanpa jasad Sang Wizard beraura hitam itu.

_____________________________________

Bogor, Kamis 2 Juni 2022

Ikaann

Vano The Fugitive WizardDonde viven las historias. Descúbrelo ahora