Bab 19 "Little Win"

10 6 0
                                    

"Prajurit! Seraangg!"

Seruan keras itu membuat Knight dan Wizard menyerbu benteng buatan Tuan Alanor. Tentu saja kami tak mau kalah. Aku dan Tuan Alanor menggerakkan pasukan elemen untuk melawan mereka.

"Nak, kau urus para Wizard itu, biar aku yang mengurus Knight," titah Tuan Alanor.

"Tentu, Tuan. Aku akan membalaskan dendam pada mereka!" balasku.

Dari dalam benteng, ratusan pasukan elemen keluar menyerang prajurit musuh. Tuan Alanor mengarahkan pasukan elemen miliknya pada para Knight yang menyerbu. Aku yang disuruh untuk menangani para Wizard, melayangkan puluhan prajurit ciptaanku pada semua Wizard yang terbang menaiki sapu. Pasukan ciptaanku menjatuhkan satu persatu Wizard yang menyerang, sekaligus mengambil kekuatan mereka. Banyak energi masuk ke dalam gerbang mana-ku, memulihkan tenaga yang terbuang.

Di bawah, pasukan Tuan Alanor merangsek, mengacak acak formasi musuh. Terlihat jelas bahwa mereka kewalahan dalam melawannya. Baju besi mereka tergores karena serangan pasukan elemen. Pasukan elemen api membakar mereka. Pasukan elemen angin menerbangkan mereka hingga jauh. Elemen tanah, memukul para prajurit hingga terluka parah. Pasukan elemen air memerangkap mereka dalam tubunya hingga para Knight kehabisan napas. Beberapa prajurit berkuda mengelilingi seorang pria yang memakai mahkota, Yang Mulia Raja. Namun, pasukan Tuan Alanor tak memberikan ampun. Mereka tetap merangsek, menghancurkan siapapun yang berani menyerang benteng Tuannya, menyebabkan banyak Knight tewas seketika.

"Wizard! Mantra perisai!" teriak seorang pria bertubuh besar, yang sepertinya adalah pemimpin para Knight. Royal Wizard yang belum terkena serangan pasukanku, merespon dengan menghujani Knight dengan cahaya putih. Sebuah lapisan tipis melindungi para Knight yang sedang melawan pasukan elemen Tuan Alanor. Para Knight sekarang mempunyai perlindungan.

"Sial!" teriakku. Kuacungkan tongkatku pada Royal Wizard yang terbang di atas benteng. Semua pasukan yang kubentuk menyerang para Wizard dengan ganas. Membakar, meniup, memukul, dan membuat mereka kehabisan napas. Takkan kubiarkan mereka hidup setelah menghancurkan desaku. Mereka terbang tak tentu arah saat pasukanku menyerang mereka. Namun, seorang Wizard berjubah biru, berbeda dengan Wizard lain yang memakai jubah hijau, melancarkan sebuah cahaya merah padaku. Sebuah bola api menghantam dadaku keras, membuatku terjatuh membentur dinding benteng yang terbuat dari batu. Pasukan elemenku menjadi tak bergerak, memberikan waktu untuk para Wizard menyerang.

"Uggh!" ucapku. Kepalaku berdarah akibat terbentur ke dinding benteng. Dadaku sesak tak mampu menghirup napas yang banyak. Tuan Alanor yang melihatku terluka, langsung mengirimkan cahaya hijau. Cahaya hijau itu menutup pendarahan kepalaku. Dadaku yang sesak kembali normal seperti semula.

"Terima kasih, Tuan," ucapku pada Tuan Alanor. Tuan Alanor tak menjawab, ia fokus pada pasukannya.

Kupusatkan perhatian pada pasukanku. Sebelum itu, aku membuat perisai angin yang menyelimutiku dan Tuan Alanor, agar kejadian yang menimpaku tak terulang lagi. Kuacungkan tongkat sihir milikku pada Royal Wizard yang beterbangan menggunakan sapu terbang. Pasukan elemen milikku yang tadinya diam mematung, kembali menyerang para Wizard dengan ganas. Para Wizard yang membantu Knight dari atas semakin kerepotan karena pasukanku kembali menyerang. Sedikit demi sedikit, aliran mana masuk menuju gerbang mana milikku, yang berarti aku berhasil melakukan Power Taker melalui pasukan elemen.

"Mundur semuanya! Mundur!" Orang bermahkota itu, yang tak lain adalah Raja Xylonia, berseru kencang. Semua Knight dan Wizard mundur setelah mendengar perintah dari pemimpinnya itu. Wajar saja mereka mundur. Banyak korban yang berjatuhan dari pihak mereka, sedangkan kami tak terluka sedikitpun. Bahkan pasukan elemen hanya berkurang sedikit. Para Wizard memacu sapu terbangnya untuk menjauh dari benteng. Para Knight di bawah, mereka berlari sambil menghindari serangan pasukan Elemen Tuan Alanor.

"Horree! Kita menang, Tuan!" Aku berucap kegirangan.

Tuan Alanor tersenyum. "Ini masih awalnya saja, Nak. Mereka pasti menyiapkan strategi lain."

"Lalu, bagaimana dengan mayat mereka?" tanyaku. "Jika dibiarkan, itu akan menyebabkan bau busuk."

"Pasukan elemen akan memakamkan mereka. Sementara itu, kita akan beristirahat di benteng," jawab Tuan Alanor.

***

Di sore hari ini, aku beristirahat di dalam gua. Energiku sama sekali tak berkurang di pertempuran tadi siang. Malahan, aku mendapat banyak energi dari para Wizard yang diserang oleh pasukan elemen milikku.

Aku beranjak, menuju ke halaman benteng. Di halaman, para pasukan elemen sedang menggali tanah untuk menguburkan mayat para Knight dan Wizard yang gugur, sesuai dengan perintah Tuan Alanor. Aku melewati mereka sambil menutup hidung, akibat bau yang menyengat.

Perutku berbunyi, menandakan bahwa harus segera diisi. Aku sadar, dari siang aku belum makan apapun, dan disini tak ada makanan untuk disantap malam ini. Aku memutuskan untuk berburu untuk makan malam kali ini. Aku bersiap siap akan keluar benteng, namun Tuan Alanor mencegahku. "Tak perlu, di luar sana terlalu berbahaya. Kemungkinan besar, musuh masih mengintai tempat ini."

"Tapi kita tak memiliki persediaan makanan, Tuan?" Aku membalas ucapan Tuan Alanor.

"Biarkan para pasukan elemen yang melakukannya," ucap Tuan Alanor, "beristirahatlah untuk besok."

"Baik, Tuan," ucapku. Aku tak membantah perkataan Tuan Alanor. Ucapannya ada benarnya juga, musuh bisa saja sedang mengintai tempat ini. Apalagi saat sore, Black Forest pasti gelap gulita. Walaupun semua monster disini sudah dijinakkan, berjalan sendirian di hutan yang gelap bukanlah hal yang baik. Aku memutuskan untuk melihat keadaan di luar dari atas benteng. Hampir semua mayat Knight dan Wizard sudah di makamkan di benteng. Dengan pasukan elemen yang menguburkan mereka, semuanya menjadi mudah. Namun di luar benteng, bau amis tercium sangat kuat akibat bercak darah yang banyak. Potongan tubuh manusia masih banyak tergeletak di bawah sana, membuatku mual saat melihatnya.

"Jangan melihat ke bawah jika kau jijik." Guruku itu berucap. Ia sudah berada disampingku.

"Pasukan elemen tidak melakukannya dengan cepat," balasku saat rasa mual terus muncul.

"Kau ini aneh, Nak. Tidak ada satupun pemburu yang takut akan darah," ucap Tuan Alanor sambil tertawa.

"Apa Tuan sudah lupa, sekarang aku adalah seorang Wizard?" ucapku sambil mengibarkan jubah pemberian Tuan Alanor ini.

"Lalu mengapa Wizard menggunakan armor? Wizard macam apa itu?" Tuan Alanor tergelak.

"Tuaann!" teriakku malu.

Saat berbincang, seorang prajurit elemen api membawakan seekor rusa yang sudah hampir hangus. Ia memberikannya pada Tuan Alanor. Namun Tuan Alanor menolaknya.

"Simpan di mulut gua. Biar muridku yang memasaknya," perintah Tuan Alanor pada prajurit itu. Prajurit itu membawa rusa ke dalam gua.

"Pangganglah daging rusa itu sebentar lagi, aku akan memadamkan dulu kebakaran hutan," titah Tuan Alanor. Tuan Alanor keluar dati benteng dengan beberapa prajurit elemen air untuk memadamkan kebakaran hutan yang belum sepenuhnya padam.

"Baik, Tuan," balasku. Aku langsung turun dari benteng, menuju ke mulut gua tempat prajurit api itu menaruh daging rusa. Akhirnya, sebentar lagi aku akan memuaskan perutku.

______________________________

Bogor, Sabtu 28 Mei 2022

Ikaann

Vano The Fugitive WizardWhere stories live. Discover now