Bab 27 "Necromancy"

11 6 0
                                    

Wizard itu bergumam dalam bahasa yang tak kumengerti. Aura di sekitarnya semakin pekat. Ia terus bergumam, merapalkan kata kata itu dalam waktu yang lama. Setelah beberapa menit, ia mengakhiri rapalannya. Aura hitamnya menyebar ke segala arah. Dapat kulihat dari sini, semua Knight yang telah meninggal bangkit kembali.

"Necromancy." Tuan Alanor bergumam.

"Para Knight bangkit kembali!" ucapku terkejut saat melihat para Knight yang telah tewas di pertempuran hidup kembali. Tubuh mereka pucat, dengan tubuh mereka yang penuh luka yang belum mengering.

Di dalam benteng, tanah tiba tiba retak. Retakannya memanjang hingga ke gerbang benteng. Tenda para Knight dan Wizard yang dibangun di atasnya rusak akibat retakan itu. Dari dalam retakan, Knight dan Wizard yang masih menggunakan pakaiannya keluar merangkak. Para Knight mengacungkan pedang yang terkubur bersamanya pada kami. Begitu pula lara Wizard. Mereka mengacungkan tongkat sihir ke arah kami.

"Kalian adalah dua Wizard yang hebat. Segerombolan mayat hidup takkan mampu melukai kalian. Hahaha!" Eleanor tertawa setelah membangkitkan mayat Knight dan Wizard yang telah gugur.

"Berarti sebenarnya, kau hanyalah seorang Wizard rendahan pengkhianat orang yang telah memberimu kekuasaan." Tuan Alanor membalas perkataan Eleanor.

Mendengar perkataan Tuan Alanor, Eleanor naik darah. "Kalau begitu, rasakan kekuatan Wizard rendahan ini!" Aura hitam menyebar ke segala penjuru. Knight dan Wizard yang baru dibangkitkan, menjadi beringas. Para monster yang sekali lagi terkena aura itu, membesar dua kali lipat dari ukuran biasa.

Para Wizard dan Knight yang baru dibangkitkan memanjat benteng. Mereka saling mennjadikan tumpuan untuk naik. Para Wizard di atas benteng menembaki mereka dengan berbagai macam elemen, walaupun ragu ragu karena mereka menyerang rekannya sendiri. Keadaan di luar benteng menjadi lebih mengkhawatirkan. Para serigala dan Great Dark Xylon membesar dua kali lipat dari ukuran semula. Para Knight menjadi semakin terpojok, tak ada pilihan lain selain melawan para monster yang semakin kuat. Begitu juga monster burung, kecepatan terbangnya meningkat walaupun tubuhnya membesar.

Sepuluh monster burung itu mengepungku dan Tuan Alanor dari segala arah. Dalam keadaan seperti ini, aku menggenggam erat tongkat sihir yang menjadi senjataku. Monster itu hanya diam saja, tak bergerak sama sekali. Namun, di menit berikutnya, para monster itu meluncur dengan kecepatan tingi ke arah kami. Melihat hal itu, Tuan Alanor langsung membuat perisai angin yang melindungi kami berdua. Para burung yang menyerang, terlempar beberapa meter dari kami. Namun mereka terus menyerang tanpa henti dengan cara menabrakkan diri ke perisai sampai mereka terluka.

Sebuah bola hitam menabrak perisai angin Tuan Alanor. Perisai angin tak mampu memantulkan bola hitam itu, memaksaku dan Tuan Alanor untuk keluar dari perisai. Para burung yang menyadari mangsanya keluar dari pelindungnya, langsung terbang melesat ke arahku dan Tuan Alanor. Kutembakkan beberapa  bola air, mencoba memerangkap mereka hingga kehabisan napas. Namun para burung yang terbang dengan kecepatan tinggi mampu menghindarinya dengan mudah. Dalam jarak yang dekat, tongkat sihirku tak terlalu berguna. Kumasukkan tongkatku ke dalam jubah, lalu mengeluarkan pedang yang menggantung di pinggang. Kutebas monster burung yang mendekat dengan pedang. Para burung itu mematuk tubuhku sambil mengepakkan sayapnya yang lebar. Tuan Alanor yang tak jauh dariku, melakukan sebuah gerak tarian memutar sambil mengeluarkan api dari tongkatnya. Monster burung sama sekali tak bisa menyentuhnya.

Sementara itu, di bawahku para Knight dan pasukan elemen melawan para monster yang semakin mengganas. Tak ada pilihan lain selain melawan monster yang ganas dari hutan yang paling ditakuti ini. Great Dark Xylon yang sangat besar itu dengan mudah menumbangkan para Knight yang melawan. Akar akar mereka menjalar di tanah, menjerat siapapun yang berada di atas tanah. Para Knight yang tak sanggup melawan eratnya jeratan sang monster pohon harus pasrah menerima kematian. Beberapa dari prajurit yang kuciptakan juga terjerat akar Great Dark Xylon, namun dengan mudah melepaskan diri dengan cara berubah bentuk. Pasukan elemen air tak melawan para monster pohon itu karena akan terserap oleh akar. Mereka melawan para serigala hitam yang ganas dengan memerangkap mereka di bola air hingga mati kehabisan napas.

Di dalam benteng, pasukan mayat hidup Knight dan Wizard berhasil memanjat menara benteng tempat para Wizard melakukan sihir. Hal itu membuat para Wizard kewalahan karena jumlah mayat hidup yang sangat banyak. Sebagian pasukan elemen di udara kuarahkan untuk menolong para Wizard yang terdesak, mengamankan kekuatan sihir pasukan gabungan dari para mayat hidup. Kelengahanku akibat memperhatikan keadaan benteng dimanfaatkan oleh Wizard beraura hitam penyebab semua kekacauan ini. Ia meluncurkan lima bola aura hitam padaku, membuatku terpental jauh ke bawah, menabrak beberapa pohon hingga hancur. Seketika itu, darah merah kental keluar dari mulutku. Baju besi yang kupakai tergores cukup parah. Kaki tanganku hampir tak bisa digerakkan.

"Vano!" Tuan Alanor berteriak.

"Lihatlah! Sang Power Taker telah terluka parah!" Dari atas, Eleanor berseru kencang. "Aku tinggal mengalahkan The Great Wizard untuk menghabisi kalian semua!"

"Hyla ... Hyla...." Dalam keadaan terbaring tak mampu bergerak, kuucapkan mantra penyembuh pelan pelan. Sebuah energi hijau mengelilingi tubuhku, membawa rasa hangat yang nyaman. Sedikit demi sedikit, lukaku sembuh.

"Bagaimana keadaanmu, Nak?" Tuan Alanor tiba tiba berada disampingku. Sepertinya ia melakukan teleportasi.

"Sangat buruk ... Tuan...." Aku berucap lemah karena tubuhku belum pulih sempurna.

"Aku akan mengirimkan energi penyembuh padamu," ucap Tuan Alanor. Ia meletakkan tangannya di atas dadaku yang tertutup baju besi. Tangan Tuan Alanor memancarkan cahaya hijau yang terang, bersatu dengan energi hijau dari mantra penyembuh yang kurapal beberapa waktu lalu.

"Bahkan besi Mythril tak mampu menahan kekuatan bola aura hitam itu," gumam Tuan Alanor di saat memgirimkan energi penyembuh padaku.

"Dendamku ... belum ... terbalas...." Dalam keadaan yang agak membaik, aku berucap.

"Kau harus bertahan demi warga desa yang telah Wizard itu bunuh." Tuan Alanor berkata dengan nada yang tegas.

"Tentu, Tuan," balasku.

Setelah beberapa menit mendapatkan energi penyembuh dari Tuan Alanor, keadaanku membaik. Tangan dan kakiku sudah tak sakit seperti biasa. Aku bangkit, menggenggam pedangku yang sempat kujatuhkan saat terkena serangan Wizard pengkhianat itu. Aku mengganti senjataku dengan tongkat sihir, menyarungkan pedangku ke ikat pinggang. Bersamaan, aku dan Tuan Alanor membuat bola angin di bawah kaki, lalu terbang ke atas untuk melawan kembali musuh utama kami, Kepala Royal Wizard pengkhianat itu, Eleanor.

"Ohh, kau sudah kembali rupanya." Eleanor tersenyum meledek. "Bola hitamku tak cukup kuat untukmu, ya?"

"Kau harus membayar semua perbuatanmu, Wizard kejam!" Aku berteriak. "Fire rain!"

__________________________________

Bogor, Minggu 5 Juni 2022

Ikaann

Vano The Fugitive WizardWhere stories live. Discover now