Delapan belas

2.7K 350 4
                                    

Kaget nggak aku cepet up?Jadi gini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kaget nggak aku cepet up?
Jadi gini ... Aku mau fokusin rajin up ke book ini dulu, mau tak end dulu baru pindah ke book yang lain ... Jdi meskipun udh rajin up, aku berharap kalian masih mau dukung karya² aku.

Semoga aja nggak ada kendala yaa

Kalau ada typo mohon dikoreksi yaa🙏

⏱️⏱️⏱️

Setelah kepergian Eren, Aleth sungguh merasa kesepian. Biasanya saat di taman pasti Eren menemaninya melihat beningnya sungai Tendre tapi sekarang ... Aleth hanya sendirian mengayunkan kedua kakinya.

Bicara soal suaminya, laki-laki itu sedang mengantar Gelyn dan Dya ke asramanya bersama Leonard. Aleth menghela nafas, pipinya menggelembung sebentar.

Sesuatu berbulu putih tiba-tiba melompat kearah pangkuannya, tidak tersadar Aleth menarik bibirnya memberikan senyum manis kepada hewan kecil bertelinga panjang jangan lupa bulunya yang putih dan lembut itu begitu menggemaskan.

Hewan pemakan wortel itu seperti sengaja ingin didekap Aleth.

Memegang telinga kanan kelinci putih ini, Aleth mengangkatnya tinggi-tinggi membawanya kedalam pangkuannya.

"Mana ibumu?" Tanya Aleth lalu menyadari sesuatu.

"Lo mana bisa jawab." Aleth meluaskan pandangannya mencari asal-usul kelinci putih ditangannya.

"Mana keluargamu?" Tanya Aleth kembali menatapnya. Ia tau tidak akan mendapatkan respon, setidaknya kelinci ini sudah rela menemaninya dikala sendiri.

"Makasih ya udah nemenin gue. Gue panggil Lenci aja deh. Kita sahabat ya mulai sekarang .... " Aleth menjabat tangan kanan kelinci itu. "Gue nggak punya temen, Ci. Suami gue nganterin cewek lain. Lo tau nggak, gue udah genap 18 tahun tapi gue benci tanggal lahir sendiri, orang tua gue meninggal dunia, Ci." Ungkap Aleth benar-benar mengecilkan suaranya menyembunyikan suaranya yang sudah gemetar.

Sebuah tangan memegang pundak Aleth. Perlahan kepala gadis itu menoleh kesamping dimana orang tersebut duduk disampingnya, ikut menceburkan kedua kakinya kedalam air sungai Tendre.

"I-iya Om? Eh, maksudku Raja Theodore?"

Merasa tangan Raja Theodore mengelus puncak rambutnya, bibir Aleth mendadak bergetar mengingat orang di depannya ini melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Papanya.

"Anakku, maafkan Pangeran Spincer jika dia memperlakukan mu kasar."

"T-tidak apa, aku sudah memakluminya. Lagian kasta kita berdua sangat berbeda jauh, dia Pangeran sedangkan diriku hanya remahan rengginang."

"Tidak, jangan bicara seperti itu! Semua mahkluk hanya ciptaan yang kuasa, kita bisa mati kapanpun."

Aleth tersenyum mendengarnya.

Dunia Berbeda (END✅) [REVISI]Where stories live. Discover now