5.

2.4K 216 19
                                    

Rafa diam saja nggak langsung menanggapi pertanyaan Dio.

Maka Dio berkata lagi, "Gimana. Ada apa lo ke sini."

"Lo berani-beraninya tadi masuk ke kelas gue," balas Rafa nggak berpikir.

Kata Dio, "Sejak kapan kelas lo nggak boleh disamperin, sok penting."

Dio mengerti MIPA satu itu kelas unggulan, terus kenapa. Itu cuma nomor, kelasnya sama saja seperti kelas yang lain.

"Ya lo ngerusak properti sekolah. Lo apain bangku gue," Rafa menuntut.

"Gue apain bangku lo?" ulang Dio, "kenapa lo nanya sesuatu yang udah jelas."

"Berengsek lo," sahut Rafa.

Dio mengangguk, "Sama kayak lo. Sadar lo kemarin malah ngacauin knalpot gue."

Rafa mendengus. Dio diam saja menatap Rafa.

Kemarin Dio jadi harus ke bengkel buat membuka knalpotnya dan mengeluarkan semua biji jagung di dalamnya.

Menguras amarah tapi Dio memang bawaannya nggak peduli serta kalem. Dio nggak menyangka ternyata Rafa punya sifat bergejolak nggak seperti dia.

Si Rafa kalau bicara cukup banyak sekaligus ekspresif. Seperti saat ini Rafa bahkan menghampiri Dio di kelasnya cuma untuk mengajak ribut.

Kemarin juga. Rafa muncul begitu saja di dekat lab Biologi saat Dio berada di situ waktu jam istirahat. Nggak lain tujuan Rafa adalah untuk mencemooh Dio.

Padahal Dio mengira kalau Rafa pendiam, ternyata enggak. Dio merasa menemukan sisi lain dari Rafa yang selama ini memang nggak dikenalnya.

Menarik, Dio berkata dalam hati.

Selain itu.

Akhir-akhir ini Dio juga sering mengamati sesuatu tentang Rafa yang baru saja dia temukan.

Matanya hijau kecokelatan dan warnanya gelap. Kalo pas kena sinar matahari, warna matanya baru keliatan jelas. Ijonya samar terus kayak ada semburat cokelat gitu.

Asing banget warnanya, aneh, gue nggak pernah ketemu orang dengan warna mata kayak gitu.

Kulitnya emang rada putih terus rambutnya cokelat, dia bule apa gimana, pikir Dio.

Dio lalu melirik badge nama Rafa di seragamnya. Maklum kurang paham nama lengkapnya. Dio pastikan lagi, dia baca badge namanya.

Rafael Ivanov.

Jangan-jangan keluarganya mata-mata Rusia, Dio langsung berasumsi terlalu jauh.

"Lo mau ngebawa ini sampe mana?" Rafa menantang.

Kata Dio, "Ngebawa apa nih."

"Prank."

"Oh."

Dio diam sebentar terus balik tanya, "Lo maunya kita sampe sejauh mana?"

Rafa terdiam nggak habis pikir. Omongan Dio seakan nggak bisa dibalas apa-apa. Dio pun bermuka puas memandangi Rafa.

Rafa berpikir, gue tau dia pengen prank ini terus berlanjut sampe gue duluan yang ngajakin udahan, yang berarti gue ngaku kalah.

Nggak semudah itu gue nurutin mau lo. Sialan ini anak sumpah gue nggak pernah ada urusan, kenal juga enggak, tiba-tiba gue terlibat prank war sama dia.

Kalo gue bilang cukup sampe di sini, dia pasti merasa menang. Di mana harga diri gue. Kalo gue bilang terusin, berasa gue suka ini semua padahal sebenernya enggak.

crash and burnTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon