24.

1.6K 187 19
                                    

Nggak disangka, kejadian waktu itu di rumah Dio pas sore-sore, bakal berujung pada kebuntuan. Dio dan Rafa nggak saling bicara lagi sejak hari itu.

Bahkan waktu itu, sepanjang perjalanan Dio mengantar Rafa pulang, nyaris nggak ada obrolan di antara mereka, kecuali saat Rafa menunjukkan arah ke Dio. Udah itu doang.

Sekarang sudah berlalu enam hari sejak 'insiden' di rumah Dio tersebut. Jujur aja Dio nggak mengerti juga, dia harus bagaimana.

Gue nggak pernah kepikiran bakal mencium cowok dengan alasan entah apa, gue cuma ngerasa itu hal yang paling bener buat dilakuin, naluri gue mengarah ke situ,

bodohlah, kayanya gue suka sama dia, tapi gue juga suka sama Axel, gue suka sama Tobi, cuman gue ga bakal nyium mereka anjir.

Dio dan kebodohannya berusaha memahami apa yang terjadi dengan dirinya.

Jelaslah dia bego, Dio nggak pernah merasakan feeling romantis ke cowok, seperti perasaan suka. Dio nggak mengenalinya.

Dia cuma merasa kalau Rafa itu menjadi magnet yang menarik seluruh perhatiannya. Tapi Dio nggak melabeli perasaan itu. Juga nggak kasih label buat hubungan dia dan Rafa.

Masalahnya, udah kejadian juga, dan ngga ada yang bisa dilakuin selain konfirmasi. Klarifikasi. Apalah itu namanya wtf, yang penting ini harus diomongin, pikir Dio.

Masalah yang lebih penting lagi, bukannya Dio dan Rafa semakin dekat, tapi justru merenggang. Bahkan menjauh. Serasa ini semua gagal begitu saja.

Belum memulai apa-apa, tapi seakan semuanya menuju selesai. It's like they both crash and burn. Gagal. Tiba-tiba aja.

Tapi tunggu. Dio ingat bahkan sadar, kalau selama ini Rafa nggak pernah menolak dia. Rafa selalu mengiyakan ajakan Dio, juga sikap Dio kepadanya.

Karena gue berasa feeling gue mutual sama dia, makanya gue ngga pake mikir, dan gue selalu nyaman aja bersenang-senang sama Rafa, bukannya dia juga gitu.

Dio jadi merenung.

Di kelas cukup sepi karena lagi jam istirahat. Axel juga tadi ke kantin dengan Tobi. Tapi tahu-tahu saja suara Axel terdengar, membuat Dio menoleh ke arah pintu kelas.

Axel memanggil, "Dioo."

"Apa," balas Dio.

Axel pun menuju bangkunya lalu duduk di sebelah Dio. Dio menoleh ke Axel.

"Tobi udah balik?" tanya Dio.

Kata Axel, "Udah, dia balik ke kelasnya."

"Oh," gumam Dio.

Terus Axel bilang, "Yo gue pengen confess ke Heidi kayanya."

"Secepet itu? Lo udah yakin sama dia," tanya Dio.

Axel mengangguk, "Dia beda dari cewek-cewek yang lain. Dia tuh judes tapi ngangenin."

"Omongan lo berima kayak pantun," Dio bergumam.

Axel mengerutkan kening, "Hah? Terserah. Gue merasa kalo gue cocok sama dia. Kayanya kita jodoh."

crash and burnKde žijí příběhy. Začni objevovat