26.

1.5K 165 5
                                    

Frustrasi.

Sejujurnya Rafa merasakan emosi tersebut sudah berhari-hari. Dia nggak mengerti kenapa dia nggak menolak Dio waktu itu. Lebih buruk lagi, Rafa nggak mau mengerti kenapa.

Rafa menyadari kalau dia seorang cowok, Dio juga cowok, tapi apa yang terjadi di antara mereka, itu adalah sesuatu yang nggak butuh penjelasan secara logis.

Waktu Dio cium gue, itu gue bener-bener gabisa mikir apa-apa, bahkan otak gue ngga menemukan alasan buat ngedorong dia, apalagi gebukin dia atau apa,

gue nggak cuma ngikutin ritmenya, tapi juga menuruti keinginan Dio dan ... keinginan gue sendiri, fuck this shit, kenapa gue menginginkan ini,

kenapa juga sih, Dio nyimpen jam weker ga guna yang pas itu gue kasih buat prank, apa faedahnya, gue cowok tapi dengan sikon kita saat ini, kelakuan Dio itu bikin gue salah paham anj,

gue juga tetep pake hoodienya pas pulang dari rumahnya waktu itu, dan gue mau dianterin pulang, pake helmnya dia pula, come on Raf, kenapa lo buang logika lo ke tempat sampah.

Rafa pun mengantar Beth pulang naik motor. Mereka baru saja sampai di depan rumah Beth. Kemudian, Beth turun dari motor Rafa.

Beth melepas helm dan mengembalikannya ke Rafa. Lalu, Rafa turun dari motornya dan menaruh helm dari Beth itu di dalam jok. Rafa sendiri melepas helmnya dan menaruhnya di spion kanan.

Rafa dan Beth berdiri berhadapan. Sekilas Rafa mengamati Beth.

Terlihat Beth mengenakan crop top sweater berwarna krem dan baggy pants cokelat. Sedangkan Rafa pakai sweater khaki dan celana jeans hitam.

Sunyi di sekeliling mereka. Perumahan tempat tinggal Beth cukup sepi, dengan rumah-rumah besar yang berjarak cukup jauh antara satu dan lainnya. Apalagi, sekarang malam hari.

Gue jadi inget pas Dio nyampe rumah gue, itu juga pas malem gini, udah gelap, untung aja helmnya dia langsung gue balikin, ga jadi beban buat gue,

fuck Dio, keluar lo dari kepala gue, engga sih jangan, ga perlu, lagian udah ga ada pintu keluar buat lo, berengsek.

Rafa seketika tersenyum nggak jelas ke Beth, membuat Beth membalas senyumnya dengan tenang tapi juga penasaran.

"Jadi," Beth memulai.

Rafa mengulang, "Jadi?"

"Makasih udah ngajakin aku jalan, selalu seru kalo sama kamu," Beth tersenyum lewat matanya.

Rafa menyahuti, "Aku yang makasih Kak Beth, udah nemenin keluar, berasa asik tadi."

"Hmm, masa sih asik, biasa aja deh," Beth menggoda.

Rafa jadi tertawa, "Iya asik, beneran. Oiya Kak?"

Beth mengangkat alis, wajahnya bertanya-tanya.

"Kamu belum jawab pertanyaanku tadi pas di kafe. Katanya mau jawab pas udah pulang," kata Rafa, tiba-tiba serius.

Beth terdiam sebentar, wajahnya terlihat berpikir. Beth menatap kedua mata Rafa. Sedangkan Rafa berusaha memahami Beth sekaligus gejolak dalam pikirannya sendiri.

Gue pertama kali ciuman itu pas SD sama temen cewek sahabat gue, niruin adegan di film Armageddon yang suka ditonton Papa sama Mama,

waktu itu kita ngikut aja nonton sore-sore pas Minggu, terus pas main petak umpet di halaman belakang rumah Melissa, kita sembunyi-sembunyi ciuman di deket pohon gede,

sumpah itu udah lama banget dan gue udah lupa, saking ga pentingnya, karena gue sama Melissa murni cuma penasaran, udah gitu pas kelas 2 SD Melissa pindah ke Amrik,

crash and burnWhere stories live. Discover now