25.

1.5K 171 14
                                    

"Rafa."

Itu bukan suara Dio, melainkan seorang cewek yang begitu saja muncul dari belakang Rafa. Kemudian cewek itu berdiri di sampingnya.

Rafa menoleh ke cewek tersebut, "Kak Beth."

Beth cuma tersenyum ke Rafa. Lalu Beth menoleh ke Dio. Beth tersenyum ramah dan Dio membalas senyumnya dengan wajar.

Gimana bisa gue ngga sadar kalo Rafa lagi sama Beth ini tadi, pikir Dio.

Jelaslah apapun itu yang mau diomongkan Dio ke Rafa jadi nggak terucap. Bukannya Dio ada yang mau diomongin juga sih. Ada, tapi nggak ngerti gimana memulainya.

Tahu-tahu.

"Duluan ya," pamit Rafa ke Dio.

Dan Dio cuma tertegun, "Oh. Iya."

Hening.

Sampai akhirnya Rafa berkata, "Oiya gue mau balikin jaket lo. Sori kelamaan. Besok---"

"Gue ambil ke kelas lo," potong Dio.

Rafa terdiam tapi mengiyakan, "Hm," cuma itu responnya.

Lalu Rafa beranjak dari situ dengan Beth yang berjalan di sampingnya. Rafa meninggalkan Dio tanpa berkata apa-apa. Dio pun bungkam, nggak kepikiran mau bilang apa.

Jadi, selama semingguan ini mereka seperti itu terus. Hubungan mereka seperti jalan di tempat, bahkan cenderung berhenti total. Macet.

Sejujurnya mereka nggak bisa dibilang saling menjauh, tapi, setiap kali ketemu, Dio dan Rafa jadi kaku.

Mereka berdua nggak tahu mau ngomong apa, dan akhirnya berujung saling bilang duluan, kemudian pergi begitu saja.

Buruk. Ini buruk.

Tapi beneran ini tadi gue ngomong paling banyak sama dia, biasanya cuma nyapa doang terus pada cabut aja,

dan dia mau balikin hoodie gue, bahkan gue hampir aja udah nggak kepikiran, dan Rafa sendiri mungkin ngga ngerti, gimana bilangnya ke gue kalo dia mau balikin hoodie,

dahlah yang penting ada kemajuan dikit, besok gue samperin ke kelasnya.

Dio menghela napas, sejujurnya ada perasaan lebih lega di dalam hatinya. Rasa lega mengalir pelan seperti setetes embun mengaliri permukaan daun di kala pagi.

Dio nggak tahu seperti apa hubungan Rafa dan Beth sekarang, tapi Dio memilih percaya ke Rafa. Waktu itu Rafa bilang kalau Beth cuma seorang kakak kelas saja.

Rafa sendiri sama Beth kayanya gaada sesuatu yang lebih, iya mungkin, iya pasti, Dio mencoba yakin.

Dio lalu melihat ke arah Rafa pergi barusan, sepertinya ke klub fotografi. Jelaslah, ke mana lagi. Dio pun akhirnya memutuskan buat menyusul Axel ke parkiran.

Malamnya, Dio keluar dengan papanya dan kakaknya. Memang sesekali mereka keluar bareng seperti ini, untuk cari makan atau jajan.

Terutama, saat Kamis atau Jumat malam mereka paling sering keluar. Kalau Sabtu dan Minggu, biasanya Dio dan Karin ada agenda sendiri dengan teman-teman.

Tapi, kadang mereka sekeluarga juga ngumpul kemudian jalan-jalan di akhir pekan.

Ini tadi papa Dio naik motor sendiri. Sedangkan Dio naik motornya sambil membonceng Karin.

Mereka sekarang duduk-duduk di warung lalapan kremes yang terkenal dengan aneka sambalnya, menunggu pesanan makanan datang. Minumannya sudah datang duluan.

crash and burnWhere stories live. Discover now