27. ✔

3.1K 226 36
                                    

Ternyata Rafa balik nanya, "Lo nanya kabar?"

"Iya," jawab Dio simpel.

Rafa mendengus, "Lo pura-pura bego apa gimana sih. Setelah berhari-hari lo cuek, ga peduli, ga ngasih penjelasan apapun, sekarang lo nanya kabar gue."

"Jadi, intinya lo kesel? Atau kangen?" tanya Dio kalem.

Jelaslah Rafa seketika terdiam. Dio juga. Sebentar saja, lalu Dio bersuara.

"Kalo gue, iya kangen," gumam Dio.

Rafa merasa sulit menahan malu sekaligus perasaan senang, berasa lega juga, sampai-sampai dia merasa bibirnya bergerak sendiri membuat senyuman samar, nggak terlihat.

"Berengsek lo," kata Rafa, tapi nggak ada kemarahan dalam suaranya.

Dio menghela napas, "Sekarang gini. Pas itu di rumah gue, habis kita itulah, lo langsung pengen pulang,"

"dan lo ga ngomong apa-apa, dan lo keliatan emosi, gimana gue mau ngomong sama lo Raf. Lo gabisa diajak ngomong gitu."

"Tuh kan lo sendiri yang berasumsi, kalo mau ngomong ya tinggal ngomong aja Dio," Rafa nggak mau tahu.

Tapi Dio juga pede, "Lagian pas itu lo keburu pulang, kalo gue ajakin ngomong, yang ada lo malah marah sama gue. Lo kan pengen pulang, bukan pengen ngomong."

"Argh, kenapa sih lo ngeselin," cuma itu kata Rafa, karena dia nggak tahu lagi mau menanggapi apa.

Selalu.

Selalu sejak pertama kali mereka berinteraksi sampai sekarang, mereka pasti berantem. Adu pendapat itu nggak bisa dihindari karena sebenarnya mereka sefrekuensi, sama-sama bebal.

Akhirnya gantian Rafa yang menghela napas. Iya sih, saat akhirnya mereka sama-sama nggak bersuara gini, baru terasa kalau rindu. Memalukan. Bisa-bisanya.

"Lo nggak kangen sama gue?" tanya Dio.

"Nggak," Rafa berkata malas, "lagian lo juga, semingguan ini kita sering ketemu, tapi lo selalu cuek, dan lo diem aja kaya nggak kenal sama gue."

"Itu lo sendiri yang berasumsi Raf. Gue sendiri ngeliat lo diem aja pas ketemu gue, lo nggak nyapa atau ngedeketin gue, apalagi ngajakin ngomong,"

"gimana gue mau ngedeketin orang yang keliatan menjauh dari gue?" kata Dio nggak mau disalahkan sepenuhnya.

Rafa diam saja, dia geleng-geleng kepala dengan muka terlihat nggak percaya. Dio memandangi wajah Rafa.

Kedua mata Rafa yang berwarna hijau kecokelatan itu, seperti memiliki alam semesta sendiri di baliknya, dengan musim gugur sepanjang tahun.

Matanya emang seindah itu dan teduh, dan gue merasa semua baik-baik aja pas ngeliat dia, serasa waktu berputar lebih lambat, dan senja menetap lebih lama, tiba-tiba Dio jadi pujangga.

Dio pun kembali mengamati kedua mata Rafa, hidungnya yang mancung dan bibirnya kemerahan.

Helai-helai rambut Rafa yang berwarna cokelat dan lurus sedikit panjang, menutupi leher bagian belakangnya, dan hampir menyentuh kerah seragamnya. Rambut Rafa terlihat lembut. Dio merasa ingin menyentuhnya.

crash and burnWhere stories live. Discover now