Kehilangan Teman-Teman

1.2K 133 6
                                    

Tiba di lapangan voli..
Nita dan Amy sudah menunggu April di sana, pandangan teman-teman April kepada gadis itu sekarang mulai berbeda. Tio dapat merasakan hal tersebut meski April tidak paham.
"Tumben lambat datangnya!" Ujar salah satu teman April.
"Dia semenjak pacaran sama Om Tio udah mulai berubah! Datang telat, suka sendirian. Udah jarang ngumpul." Cecar Nita.

April yang mendengar perkataan Nita barusan berusaha untuk tidak menanggapinya dan menyibukan diri mengambil posisi, April tidak ingin berseteru dengan temannya sendiri. Mengingat dirinya berteman dengan Nita dan Amy sudah sejak lama, April tentu saja tidak ingin menghancurkan apa yang telah mereka bangun. Amy yang mendengar ocehan Nita, hanya diam tak ingin ikut campur.
Permainan pun dimulai..
Seperti biasa, tidak ada yang berbeda. Hanya saja dari kejauhan Tio selalu mengawasi gadis itu, khawatir jika teman-teman April membuli gadisnya karena memiliki hubungan dengan pria dewasa. Pandangan tajam tak pernah lepas dari April, sepertinya sekarang Tio harus memikirkan sesuatu.

"Ayo pulang!" Seru seseorang yang sangat April hafal suaranya, ia lalu berbalik badan dan mendapati Om Tio sudah ada di belakangnya.
"Pulang kemana?" Sahut April dalam keadaan bingung, pasalnya langit masih berwarna orange, belum waktunya pulang.
"Ya pulang ke rumah!" Kata Om Tio, bahu April terasa lemas mendengarnya.
"Tapi 'kan ini belum waktunya pulang." Kata April tak mau kalah.
"Udah ayo pulang!" Tio lalu berbalik badan tak ingin berseteru di depan teman-teman April, dengan langkah malas gadis itu membuntuti Om Tio. Sedangkan teman-teman April hanya bisa terheran.
"Ini adalah salah satu alasan kenapa aku nggak mau punya pacar." Ujar Nita.

"Kenapa emangnya?" Tanya temannya yang lain.
"Karena aku nggak mau diatur-atur." Jawab gadis itu.
"Heleh! Bilang aja kamu jomblo karena nggak ada yang mau." Ejek Amy sembari menertawai temannya itu.
"Hussh!"
"Kenapa kita pulang cepet sih, Om? 'Kan belum selesai mainnya." Protes April, meskipun begitu gadis itu tetap menaiki jok belakang motor Om Tio.
"Udah sore." Balas Om Tio dengan singkat.
Sebenarnya April ingin bertanya lebih, tapi melihat raut wajah Om Tio dari kaca spion yang terlihat sedang tidak baik. April mengurungkan niatnya.
Tiba-tiba Om Tio berhenti di pinggir jalan sepi tak jauh dari rumah April.

Gadis itu mengernyitkan kening, Om Tio turun dari motornya meninggalkan April yang duduk di jok belakang sendiri. Melihat pria itu begitu gusar sementara April tak mengerti apa yang sedang terjadi.
"Kalau Om minta sesuatu dari kamu, kamu mau nggak?" Ujar Om Tio, wajahnya terlihat memerah seolah menahan sesuatu.
"Minta apa Om?" Ucap April dengan nada pelan, keningnya berkerut bingung dan duduk terdiam di atas motor.
"Bisa nggak, kamu jauhin temen-temen kamu itu? Kayanya mereka bukan temen yang baik buat kamu!" Kata Tio, hal tersebut tentu saja membuat April terkejut. April memang sempat berseteru dengan Nita waktu itu di dalam kelas.

Tapi mereka memang selalu seperti itu dan April pikir itu bukanlah masalah besar.
"Tapi 'kan mereka temen-temen aku, Om. Aku udah temenan sama mereka dari kecil loh!" Kata April.
"Iya, Om tahu. Tapi Om pernah dengar sendiri mereka ngomongin kamu! Tentang hubungan kamu sama Om, mereka nggak suka. Om khawatir mereka bakal bujuk kamu buat jauhin Om." Kata Tio berusaha membujuk April, yang sebenarnya terjadi bukanlah teman-teman April yang membujuk gadis itu. Melainkan Tio..
April menyunggingkan senyum kecut, "ya nggak mungkin lah, Om. Mereka juga pernah punya pacar, tapi salah satu dari kami nggak ada yang ngerusuhin hubungan temen-temen kaya gitu." Sahut April masih tak mau kalah.

"Apa temen-temen kamu pernah pacaran sama cowok yang lebih dewasa?" Balas Tio, sontak saja April terdiam mendengarnya. Wajahnya berubah seketika, terdiam tak mampu membalas perkataan Om Tio barusan. Mungkin benar apa yang dikatakan oleh Om Tio, pikir April. Memacari pria dewasa di usianya yang sekarang ini bukanlah perkara mudah, mungkin ada beberapa hal yang dianggap tak pantas oleh banyak orang di luar sana termasuk teman-teman April. Dan April sangat menghargai jika teman-temannya itu khawatir padanya, itu artinya mereka perdulu. Tapi Om Tio tidak seperti yang mereka kira, bahkan sampai detik ini Om Tio tidak pernah berbuat sesuatu kepada April.

"Gimana?" Tanya Om Tio lagi, pria itu mulai mendekati April yang masih terduduk di atas motor. April lalu mendongakan kepalanya menatap ke arah Om Tio, Tio sendiri yang melihat wajah polos itu menjadi gemas dan ingin menerkam gadis itu sekarang juga. Tapi Tio masih menang, berusaha untuk mengendalikan sesuatu dari dalam dirinya.
"Tapi janji jangan tinggalin April ya?" Kata April dengan nada suara yang polos, membuat Tio yang tadi merasa marah dan gusar. Akhirnya luluh dan tersenyum ke arah gadis itu.
"Iya." Jawaban Om Tio terdengar singkat, namun sangat berarti bagi April.

Pria itu lalu mengusap kasar puncak kepala April dan membuat rambut gadis itu menjadi sedikit berantakan. Mereka lalu melanjutkan perjalanan menuju ke rumah April, menurunkan gadis itu di halaman rumahnya lalu pergi. Terlalu dini untuk pulang dari latihan voli, April memasuki rumahnya setelah membuka sepatu menuju kamar. Tidak ada yang bisa ia lakukan untuk membuang rasa bosan selain berbaring di atas ranjang seraya memainkan ponselnya. Tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk ke ponsel April, tak lain dan tak bukan adalah dari pria itu. April mungkin tak menyadari sedikit demi sedikit perubahan yang ada di dalam hidupnya setelah mengenal pria itu.

April kecil yang sama sekali belum mengenal cinta dan hanya memiliki rasa ketertarikan akan Om Tio tidak tahu apa yang sedang terjadi pada hidupnya, menatap langit-langit kamar hanya ada bayang-bayang wajah Om Tio di pikirannya. Hingga pada akhirnya April selalu mengikuti perkataan Om Tio apapun itu, termasuk menjauhi teman-temannya sendiri hanya karena hal sepele.
"Jadi gimana kalau di sekolah April ketemu temen-temen?" Sent, sebuah pesan terkirim.
Tak menunggu waktu lama balasan dari Om Tio cepat April terima.
"Jauhin aja!"
Hanya dua kata itu yang ada di layar ponsel April, membuat April tidak dapat berpikir banyak selain mengikuti perkataan pria itu karena khawatir jika Om Tio akan pergi jauh dan meninggalkan dirinya.

Seolah Om Tio tidak hanya masuk ke dalam hidup April dan merenggutnya, tapi pria itu juga telah masuk ke dalam pikiran April dan mengendalikannya. Hal ini tidak membuat April yang polos berpikiran negatif terhadap Om Tio meski harusnya pria itu tidak bersikap demikian, malah hal itu membuat April dapat bernafas lega karena akhirnya Om Tio sudah berjanji untuk tidak meninggalkan April.




***

To be continued

8 Sept 2022

Om TioKde žijí příběhy. Začni objevovat