Lamaran Nopa

475 43 1
                                    

"Ada baiknya kabarin Tio dulu, Mam!" Ujar Surya di perjalanan menuju rumah Tio.
"Kenapa?"
"Takutnya Surya salah informasi, siapa tahu itu bukan rumah Tio beneran. Bisa aja Tionya beda." Kata Surya tak yakin, ia bahkan lupa nama lengkap adiknya sendiri. Kini iring-iringan kendaraan keluarga besar Tio dan Nopa sedang di perjalanan menuju rumah Tio.
"Heh, kamu ini!"

Drrrttt.... Drrrrtttt...

April mendengar ponsel Tio bergetar dari dalam tas saat ia menyantap makan malamnya, pria itu sedang mandi. Dengan rasa malas ia berdiri dari duduknya menuju ke arah tas Tio yang tergeletak di atas ranjang. Kondisi perut gadis itu semakin membesar, mengikuti bentuk tubuhnya yang juga kian membesar.

"Siapa?" Tanya Tio, tiba-tiba keluar dari dalam kamar mandi mengenakan handuk membuat April terkejut.
"Nggak tau." April bahkan belum sempat mengambil ponselnya, khawatir gadis itu memakai ponselnya untuk kabur, Tio merebut ponselnya begitu saja. April yang bingung lalu kembali melanjutkan makan malamnya.

"Ngapain sih nelfon malam-malam?"
"Halo, Mam?!" Sapa Tio, mendengar ocehan Ibunya disertai dengan suara berisik anak-anak yang tak lain ada suara keponakannya. Seketika raut wajah Tio berubah, wajahnya terlihat tegang. Terdiam mematung dengan nafas yang mulai menderu, ini gila! Nopa nekat membawa keluarganya demi bertemu dengan Tio dan keluarga Tio untuk melamarnya.

"Mami dan rombongan lain sudah di perjalanan, kamu siap-siap ya! Pakai pakaian yang rapih dan ganteng! Mami dukung semua keputusanmu. Tapi, jangan buat Mami malu."
Tio langsung memutus sambungan telepon, berbalik badan melihat ke arah April yang baru saja menghabiskan makan malamnya. Semenjak April hamil, Tio berusaha untuk memperlakukan gadis itu dengan baik. Mengurangi tempramennya dan menyentuhnya dengan lembut, begitupun dengan suaranya yang kasar kini sedikit dipelankan agar tidak mempengaruhi kehamilan gadis itu. Bagaimana pun, yang dikandung oleh April adalah anaknya juga.
"Sini!" Tio menarik lengan April, gadis itu terlihat bingung saat Tio menuntunnya ke arah pintu.

April sempat bertanya-tanya apakah Tio akan membebaskannya, begitu saja hanya karena dia baru saja menerima panggilan telepon?
Nyatanya tidak.
Tio mendudukan April di atas lantai lalu pergi ke kamar mandi membawakan sesuatu, sebuah borgol dan rantai.
April menghembuskan nafas kasar, ia ingin menangis. Entah apa lagi yang akan dilakukan oleh pria itu kepada dirinya.
Dress panjang yang dikenakan oleh gadis itu kini tingginya hanya selutut, hal itu dikarenakan perut April yang semakin membesar. Terduduk di atas lantai dengan kedua kaki sedikit terbuka karena perutnya yang mengganjal.
"Maaf ya, Om rantai sebentar. Nggak sampai semalaman." Kata Tio memborgol kedua kaki dan tangan April lalu menyambungkannya ke pilar kokoh yang terbuat dari kayu.

"Kenapa lagi?" Tanya April heran, ia sudah cukup mengetahui semua sisi gelap Tio.
"Ada sesuatu, kamu nggak perlu tahu. Diam di sini, jangan berisik!" Tio juga menutup bibir April dengan lakban, setelah itu pria itu keluar dari kamar begitu saja dan kembali mengunci pintu dari luar. Air mata April mengalir perlahan membasahi lakban yang menutupi mulutnya, ia hanya diam tanpa bisa melakukan apapun. Mungkin ada teman atau kerabat, atau keluarganya yang akan datang kemari. Hingga April harus dirantai seperti ini, sepertinya pria itu memiliki semua perlengkapan untuk menahan April di rumah ini.

Meski selalu mengumpat dalam hati dan kesal kepada Ibunya, Tio tetap menyambut kedatangan keluarganya dan keluarga Nopa. Ini pertama kalinya Tio mengenakan setelan rapih, kemeja berwarna hitam yang sedikit terbuka di bagian dada dan model rambut yang ditata serapih mungkin, hanya untuk menghargai Ibunya, bukan untuk membuat Nopa terkesan. Mungkin setelah ini ia akan memberikan pelajaran kepada Nopa untuk berhenti mengganggu kehidupannya, benar-benar berhenti mengganggu kehidupannya.
"Aduh! Anak Mami ganteng sekali." Ujar Ibu Tio saat kendaraan Ibunya berhenti di halaman rumah, disusul dengan kendaraan lain milik adik dan juga keluarga yang lainnya.

"Ngapain bawa makanan segini banyaknya?" Protes Tio saat beberapa orang membawa belasan prasmanan ke dalam rumah Tio.
"Sekalian syukuran rumah baru, kenapa nggak ngabarin kalau beli rumah?" Goda Adik Tio, sementara Tio hanya diam tak ingin menjawab. Tak lama kemudian, datanglah kendaraan keluarga Nopa. Kini halaman Tio dipenuhi dengan beberapa mobil yang sampai terparkir di pinggir jalan. Terlihat wanita itu keluar dari dalam mobil, mengenakan dress ketat nan anggun memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah, berbanding terbalik sekali dari April yang mulai membesar. Tapi sayangnya Tio tidak tertarik sedikitpun.

"Ayo masuk!" Ajak Tio berusaha bersikap formal, tanpa menyambut kedatangan Nopa ataupun keluarganya.

"Kak, Nopa cantik banget! Serasi banget sama Kakak yang tinggi dan juga ganteng." Bisik Adik perempuan Tio yang memiliki banyak anak, membuat telinga Tio menjadi panas mendengarnya.
"Udah diem kamu!" Bentak Tio dengan nada pelan.
Makanan telah dipersiapkan di atas meja makan, Nopa dan Tio duduk berhadapan meski Tio sama sekali tidak melirik Nopa. Entah wanita itu tersenyum, bahagia atau apapun Tio tidak perduli.
Keluarga Nopa termasuk kedua Orang Tuanya mulai berbicara maksud dan tujuan mereka kemari adalah untuk melamar Tio. Surya, yang tak lain adalah Kakak Tio berusaha menahan tawanya di tengah-tengah acara, tak habis pikir bagaimana mungkin seorang wanita menurunkan derajatnya dengan melamar seorang pria. Yang sudah bisa Surya tebak Tio akan menolaknya, terbukti dari raut wajah adiknya yang datar dan bersikap biasa saja. Tio bahkan tidak menyentuh sedikitpun makanannya.

Tio yang hampir kehabisan kesabaran karena teringat akan April, langsung membuka suara tanpa basa-basi.
"Boleh saya berbicara sebentar dengan Nopa? Karena sudah lama kami tidak pernah bertemu dan tiba-tiba saja ada lamaran seperti ini." Kata Tio, semua orang terdiam. Nopa mengangguk tak henti-hentinya tersenyum, mungkin wanita itu pikir Tio mengajaknya berbicara empat mata untuk membicarakan pernikahan.
Tio berdiri dari duduknya menuju ke lantai atas, tanpa memperdulikan Nopa yang mengikutinya dari belakang.

April mendengar suara berisik di bawah sana, dan sekarang ia mendengar langkah kaki menaiki tangga. Yang anehnya, itu bukan hanya suara langkah satu orang, melainkan ada suara langkah kaki yang seperti suara dari ketukan heels.
"Apakah ada wanita ke sini?" April sempat ingin bersuara, namun saat mendengar suara di balik pintu, ia sangat mengenali suara wanita yang dulu sering menghubunginya.
"Nopa."

"Jadi gimana tentang pernikahan kita? Kamu mau konsep yang seperti apa?" Tanya Nopa menggoda Tio saat mereka berdua sudah tiba di lantai dua, sayangnya hanya ada satu kamar di sana yang tidak bisa Tio buka. Jadilah April mendengar segala yang ia bicarakan dengan Nopa.

"Pernikahan? Kita?"
"Apakah dia akan menikah dengan Nopa? Lalu aku ini apa? Hanya pemuas nafsunya 'kah? Maka dari itu dia mengurungku di sini dan tidak menikahiku, hanya karena menjadikanku pemuas nafsunya?" Pikir April, perasaannya mulai tak karuan.

***

To be continued

30 Agst 2023

Om TioWhere stories live. Discover now