Nama Baik Mami

407 47 5
                                    

"Jadi gimana tentang pernikahan kita? Kamu mau konsep yang seperti apa?"

Tio menghembuskan nafas kasar, hanya karena dia menerima keluarga Nopa dan menjamunya dengan baik di rumahnya. Bukan berarti Tio mau menikahi Nopa.
"Berapa laki-laki yang sudah tidur sama kamu?" Tanya Tio, pandangannya datar menatap Nopa. Nopa terdiam, menaikan sebelah alisnya bingung.

"Maksudnya?" Tanya wanita itu, Tio memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. Memandang rendah wanita itu meski wajah dan tubuhnya terbilang cantik.
"Kamu waktu pacaran sama aku aja udah nggak perawan, setelah putus aku nggak tau kamu tidur sama siapa aja..."
"...terus sekarang kamu punya ekspektasi tinggi kalau aku mau nikahin kamu, sebenernya kamu bisa mikir nggak sih?" Ujar Tio.

Jujur saja kalimat Tio barusan membuat Nopa terpana, Tio memang bukan tipe pria yang suka basa-basi dan cenderung merendahkan orang yang tidak dia suka.
"Hampir semua laki-laki memang bajingan, tapi semua laki-laki kalau disuruh milih. Pasti akan memilih wanita baik-baik untuk dinikahi, bukan wanita kayak kamu!" Cecar Tio, ucapannya pelan namun berhasil menohok Nopa. Nopa sampai tidak bisa berkata apa-apa untuk membalas ucapan Tio.
"Kamu tahu 'kan, aku masih sama April?" Ujar Tio mulai menyindir April, seolah Nopa tidak tahu jika April menghilang, tapi ternyata Tio salah.

"Bukannya April hilang, aku kira kamu sudah putus sama dia." Balas Nopa, kini balik Tio yang terdiam.
"Kamu tahu dari mana?" Tanya Tio.
"Rumah kontrakan kamu dipenuhi banyak orang beberapa waktu lalu, aku nanya. Mereka bilang April hilang dan semua orang mencurigai kamu!" Jawab Nopa, kali ini Tio merasa tidak bisa tenang. Mulai berpikir tempat pelarian baru sebelum semua orang menemukan April di sini.
"Hmm, bukan putus. Cuman break sebentar, dia bilang mau kerja di luar kota sekalian lanjut kuliah." Bohong Tio, Nopa mulai menaruh curiga. Ia tahu betul sifat Tio, break? Rasanya mustahil bagi Tio yang memiliki sifat posesif.

Andai saja Tio tidak menyindir April, mungkin Nopa tidak akan berpikir jika hilangnya April ada hubungannya dengan Tio. Tapi sepertinya, Tio sudah terlalu jauh membawa hubungannya dengan April.
Tok..
"Benarkah?" Nopa menyunggingkan senyum, jemari lentiknya mengetuk sekali ke arah kamar yang tertutup rapat. Melihat hal itu Tio langsung mendorong Nopa ke dinding dengan keras.
"Jangan ikut campur urusanku! Kamu nggak lelah ngejar-ngejar aku sampai ke sini? Lebih baik kamu cepat-cepat menikah dengan laki-laki lain sebelum wajahmu mulai keriput!" Cecar Tio berbisik di telinga Nopa.
"Aku nggak tertarik dengan laki-laki lain, karena hanya kamu yang bisa membuat aku mendesah dengan kuat." Balas Nopa menohok Tio.

"Jalang!" Bentak Tio, masih dengan suara yang pelan agar tak membuat gaduh semua orang yang ada di bawah. Kesabarannya mulai habis, dan kini ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
"Tio, kalau kamu benar-benar mencintai seseorang, mencintai April. Pastikan kamu memiliki hubungan yang sehat, karena kalau kamu nggak buang semua rasa obsesi dan posesif serta egomu yang besar. Hubunganmu sendiri yang akan hancur, meskipun kamu berusaha keras untuk mempertahankan gadis itu." Kata Nopa seolah memberikan saran kepada Tio, namun di dalam hatinya ia tetap menyimpan dendam kepada pria yang tidak bisa ia miliki itu.

"Lebih baik kamu pergi, bawa semua keluargamu! Katakan ke mereka kalau aku menolak lamaran ini!" Ujar Tio, Nopa hanya tersenyum lalu pergi menuruni tangga. Tio sendiri mengusap wajahnya merasa frustasi, berjalan kesana-kemari ketika beban pikiranya semakin menumpuk. Haruskah ia merelakan April begitu saja? Cukup lama ia menunggu di sana sampai terdengar suara kendaraan mulai pergi satu-persatu, meninggalkan Ibunya bersama dengan Kakak laki-lakinya, Surya.
Tio menuruni tangga dengan perlahan, Ibu Tio melihat anaknya merasa kasihan. Wajah Tio terlihat kusut, Ibunya menghampiri Tio dan memeluk anak laki-lakinya itu.

"Sudah, kalau nggak mau nikah juga nggak apa-apa. Itu keputusanmu, lagi pula keluarganya Nopa juga nggak marah, tapi cuman sedikit kecewa." Ujar Ibunya, padahal dalam hati Tio tidak perduli dengan pernikahan itu dan keluarga Nopa. Tio tidak pernah mengundang mereka dan tidak pernah berniat untuk menemui Nopa.
"Kamu tahu dari mana rumahku di sini?" Cecar Tio kepada Kakak laki-lakinya.
"Dari tim marketinglah!" Balas Surya, Tio hanya bisa menghembuskan nafas kasar.
"Kenapa sih mesti bohong kalau beli rumah di sini? Kemarin Mami nanya ngapain sering-sering ke perumahan ini, eh malah Mami dibohongin." Kata Ibunya.
"Pengen tenang aja, nggak mau diganggu." Jawab Tio singkat.

"Ya udah, Mami pulang dulu! Kalau memang nggak mau diganggu. Maaf ya sudah berantakin rumah barunya." Kata Ibunya sembari mengambil tas tangan dan mengajan Surya untuk pulang.
"Nggak apa-apa, besok pagi Tio bisa beres-beres sendiri." Balas Tio.
"Pulang dulu, Bro!" Ujar Surya.
"Ya.. ya.."
Tio terduduk di meja makan yang dipenuhi dengan piring dan gelas kotor, pikirannya melayang entah kemana memikirkan April.
"April!" Seru Tio yang langsung menyadari gadis itu masih terborgol di dalam kamar. Tio kembali ke lantai dua, setelah membuka pintu ia melihat pemandangan yang menyayat hatinya. Gadis itu menangis dengan menutup wajahnya menggunakan kedua tangan.

Tio buru-buru membuka borgol dan menuntun gadis itu untuk berbaring di atas ranjang, terlalu lama duduk Tio khawatir dapat membahayakan perut April.
"Maaf, Om lama!" Ujar Tio, memakaikan gadis itu selimut yang menutupi perutnya yang membuncit.
"Jadi, Om mau nikah sama Nopa?" Tanya April tanpa berbasa-basi, Tio hanya bisa menarik nafas dan menghembuskannya secara perlahan. Gadis itu pasti mendengar semuanya.
"Kamu nggak dengar semua percakapan Om sama Nopa tadi?" Tanya Tio, April menggeleng seraya menghusap kasar air matanya. Tio dan Nopa berbicara berbisik, mungkin saja April tidak mendengarnya dan kini gadis itu pasti mengira Tio benar-benar akan menikahi Nopa.

"Meski Om berpisah sama kamu, Om mungkin nggak akan menikahi siapapun." Ucap Tio sungguh-sungguh, dan kalimat itu membuat April bertanya-tanya apakah Om Tio serius dengan ucapannya atau hanya sekedar menghibur April?

Drrrttt....
Drrrttt...

"Siapa?"
"Nggak tahu, nomor baru." Jawab Surya lalu menjawab panggilan telepon dari ponselnya.
"Halo?"
"Halo, Kak! Ada yang mau aku kasih tahu sebelum aku benar-benar pergi dari kehidupan Tio." Ujar seseorang di balik sambungan telepon yang sepertinya ia tahu suaranya.
"Nopa?"
"Nopa nggak punya bukti. Tapi April, gadis yang sempat menjadi pacar Tio sudah menghilang selama beberapa bulan ini. Dan Polisi bakal memeriksa Tio juga, tapi bukan itu aja yang mau Nopa kasih tau...."

Terdengar hening Surya menunggu lanjutan perkataan Nopa.
"Ada apa, Sur?" Tanya Ibu Tio mulai khawatir dengan perubahan raut wajah anaknya.
"Sepertinya memang Tio yang membawa kabur April, mungkin aja gadis itu ada di lantai dua, kamar Tio."

Tut... tut...

Sambungan telepon tiba-tiba mati, mungkin Nopa sengaja mematikannya tak ingin Surya banyak bertanya dan segera membuktikannya. Mungkin saja Nopa benar, karena selama ini Tio tidak pernah berkata kepada siapapun kalau ia sudah membeli rumah.

***

To be continued

31 Agst 2023

***

Semakin tegang 👻

Om TioOnde histórias criam vida. Descubra agora