Rencana Mami

435 50 0
                                    

"Tahun ini Theo dimasukin ke PAUD aja, Pril!" Singgung Mami saat mereka berdua bersama Theo sedang sarapan pagi di meja makan.
April mengangguk lalu menoleh ke samping, "Theo mau sekolah?" Tanya April, dengan lantang bocah itu meng-iyakan. Berhubung Theo adalah anak yang aktif dan gemar bersosialisasi dengan anak-anak seumurannya, ini adalah rencana awal Mami untuk membuat Tio dan April kembali bersatu.
"Iya Mam, nanti April cari sekolah yang deket-deket sini aja." Sahutnya, Mami hanya tersenyum. Beberapa hari setelah pulangnya Tio, April memang sedikit berubah. Namun wanita itu selalu berusaha bersikap baik kepada semua orang walau di dalam kepalanya ada banyak pikiran-pikiran negatif.

Yang April pikirkan sekarang ini hanya Theo..
"Mau Mami bantuin nyari nggak? Kebetulan temen Mami Kepala Sekolah di salah satu PAUD." Sambung Mami.
"Oh, ya? Boleh, Mam. Hari ini aja gimana? Mumpung sebentar lagi pendaftaran anak-anak sekolah pada dibuka." Kata April dengan wajah berbinar, tak sabar melihat anaknya yang sebentar lagi akan sekolah.
"Iya bisa, tapi, Pril." Mami terhenti di akhir kalimatnya, membuat April heran dan ikut terdiam juga.
"Kenapa, Mi?" Tanya April, Mami lalu beralih ke arah Theo yang sudah selesai dengan sarapannya.
"Theo boleh main di luar, Oma mau bicara sebentar sama Bunda." Kata Mami, bocah itu mengangguk lalu segera menghabiskan susunya dan pergi dari dapur.

April hanya terdiam berharap tidak ada sesuatu yang membuatnya takut lagi kehilangan Theo.
"Mami minta maaf sebelumnya, tapi berkas-berkasmu pasti tidak bisa disetujui karena kamu Ibu Tunggal." Jelas Mami, dan benar saja hal itu bagai angin dingin bagi April.
"Memangnya nggak bisa ya, Mam?" April tidak pernah berpikir sampai sejauh itu dan sebenarnya ia tidak terlalu paham, karena sedari kecil April sekolah, ia memiliki kedua Orang Tua yang utuh.
Mami meletakan sendoknya, menaruh kedua tangan di atas meja dengan raut wajah khawatir.
"Coba kamu pikir, apa kamu tega melihat Theo yang nggak punya Ayah, sementara anak-anak lain selalu didampingi sama kedua Orang Tuanya kalau ada berbagai macam perayaan di sekolah." Jelas Mami.

Seketika April terdiam..
Ia menghembuskan nafas berat sembari berpikir keras, Mami ada benarnya juga. Tinggal di rumah ini bersama dengan Mami yang sebenarnya bukan Ibu Kandung maupun Ibu Mertua secara resmi saja sudah banyak menerima gunjingan dari orang sekitar, bagaimana kelak Theo akan bersekolah. April khawatir Theo akan mendapat bullyan dari teman-temannya di sekolah karena tidak memiliki Ayah.
"Jadi gimana, Mam? Masa iya April harus nikah? Emang ada yang mau nerima April apalagi udah punya anak begini?" Tanya April, nada suaranya terdengar putus asa.

Mami menyunggingkan senyum, "ngapain kamu bingung cari laki-laki lain kalau cuman buat Theo sekolah aja? Theo 'kan punya Ayah, Ayah kandung lagi." Suara Mami mulai meninggi, seketika April mulai tersadar, ia kembali terdiam.
Pria itu..
Sama sekali tidak pernah menunjukan batang hidungnya semenjak hari itu, Mami dan Surya bilang kalau dia kembali ke rumahnya dan bekerja di bengkel milik Mami membantu Surya.
Perhal menikah..
Entahlah, April tidak pernah berharap untuk dinikahi setelah ia dibohongi oleh pria itu waktu itu. Dan lagi, mungkin saja pria itu memang tidak mau menikahinya.

"April pikirin dulu, Mam." Jawab April singkat.
"Kok dipikirin? Nanti kelama'an, ini pendaftaran udah mulai dibuka loh! Kamu harus segera ngurus berkas-berkasmu." Kata Mami meyakinkan.
"Ya udah, nanti April cari orang dulu yang mau nikahin April." Katanya, suaranya terdengar lemas sembari berdiri membawa piring kotornya dan piring kotor Theo. Ia memang sedang lemas saat ini, ketika mendengar Mami bahwa ia harus menikah dengan pria itu. Hal yang hindari selama beberapa tahun ini adalah menikah, tapi sekarang kenapa pernikahan sepertinya kembali menghantuinya hanya karena anaknya tidak memiliki seorang Ayah.
"Kalau kamu nikah sama orang lain, terpaksa Mami ambil Theo. Mami nggak mau cucu Mami dibiayain hidupnya sama laki-laki yang bukan Ayahnya."

Deg-

Itu adalah kali pertama Mami melontarkan kalimat yang menyayat hati April, seketika April teringat dengan kata-kata Mami beberapa tahun yang lalu kalau Mami akan membuatnya bahagia tidak seperti Tio memperlakukannya. Saat itu April begitu yakin untuk ikut tinggal bersama Mami, tapi sekarang setelah Tio keluar dari penjara, Mami seolah tak memperdulikan April lagi dan hanya fokus untuk kebahagiaan Theo saja. Sembari menyuci piring, air mata April menetes. Sekarang ia paham, kalau kebahagiaan itu tidak ada yang permanen.

Tio sedang berada di kantornya, semenjak ia berada di sini Surya sama sekali tidak pernah menemuinya. Alasannya karena sibuk mengurus bengkel yang lain, atau karena alasan lain.
Tiba-tiba ada suara kendaraan berhenti di depan kantor, yang ternyata Mami seorang diri tanpa April dan Theo. Ia menaikan sebelah alisnya ketika Mami memasuki kantor dan langsung duduk di sofa sembari membuka kacamata hitamnya.
"Dia mau nikah sama kamu!" Kata Mami, membuat Tio sendiri terkejut.
"Hah?!" Tio tak percaya.
"Secepat itu?" Tanyanya balik.
"Iya, 'kan sebentar lagi Theo mau masuk sekolah? Ya harus cepat lah. Kamu mau anakmu sekolah nggak ada Ayahnya?" Sahut Mami, Tio hanya bisa terdiam.

Yang ia pikirkan bukan Theo, melainkan perasaannya April. Bagaimana perasaan wanita itu, mendengar ia akan menikah dengan pria yang bahkan sampai detik ini tidak pernah bisa membuatnya bahagia dan selalu menyusahkan hidupnya.
"Besok kita semua ke rumah Orang Tuanya April, anggap aja sebagai lamaran. Orang Tuanya April pasti setuju-setuju aja demi Theo, tinggal kamu aja yang harus meyakinkan kedua Orang Tuanya April dan berjanji akan membahagiakan April, bisa?" Tanya Mami, Tio hanya mengangguk. Bertanya-tanya dalam hati benarkah April setuju menikah dengannya atau hanya keterpaksaan saja.
"Kamu harus ambil tanggung jawabmu, Tio. Kamu nggak bisa diem aja sementara April sama Theo nggak punya status dengan jelas.."

"..kamu nggak tahu beban pikiran yang ditanggung April selama ini, diomongin tetangga sama ngurus anak sendiri. Nggak mudah jadi Ibu Tunggal." Mungkin yang dikatakan Mami ada benarnya juga, Tio tidak mungkin terus melarikan diri dari masalah yang sebenarnya ia buat sendiri dan membiarkan April menanggung semuanya.

Ia mau bertanggung jawab, sungguh.
Tapi melihat April berhadapan dengannya saja sudah membuat Tio takut, takut akan menyakiti wanita itu seperti dulu lagi. Apalagi menikah itu untuk selamanya, mereka harus tinggal bersama dan bertatap muka setiap hari. Bisakah April melakukan itu dengannya? Dengan perasaan sakit hati yang masih April pendam selama ini.


***

To be continued

12 Sept 2023

Om TioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang