Pantai

494 45 0
                                    

Tio menyesap rokok yang ada di tangannya, memandang punggung mulus yang sedang terlelap tidur walau hari sudah mulai siang. Jam di dinding kamar motel menunjukan pukul sebelas siang, tapi wanita itu masih belum bangun juga dengan deru nafas yang teratur. Kemarin dan semalam sepertinya sangat melelahkan, seharian perjalanan ditambah dengan malam yang erotis.

April tertidur telungkup dengan selimut yang hanya menutupi hingga ke pinggul saja, Tio berniat untuk membeli sarapan untuk mereka berdua setelah membersihkan diri. Meninggalkan April sendirian di kamar motel dan masih terlelap tidur.
Suara motor sport mulai meninggalkan motel, tak jauh dari sana Tio membeli sarapan untuk dirinya dan juga istrinya.

Hanya berselang beberapa menit Tio langsung kembali ke motel menuju kamarnya, namun saat ia membuka pintu kamar, ranjang itu kosong. Tio yang terkejut memanggil wanita itu dan memastikan tas selempang yang dibawa April masih ada.
"Kenapa?" Tiba-tiba suara lembut itu keluar dari dalam kamar mandi, dengan tubuh yang hanya berbalut handuk serta rambut setengah basah.

Tio menghembuskan nafas lega, ia sempat berpikir jika wanita itu meninggalkannya. April bingung ketika Tio tiba-tiba menghampirinya dan memeluknya, tak lupa satu kecupan manis mendarat di dahi April. Aroma wangi shampo dan sabun menguae di indera penciuman Tio, aroma wangi yang sangat manis dan menenangkan.

"Kamu bawa apa?" Tanya April yang sudah sangat lapar karena semalam mereka tidak sempat makan malam.
April duduk memakan makanannya di meja, Tio ikut duduk di sebelah April tanpa menyentuh makanannya yang sudah dibukakan oleh April. Memandang wanita itu makan dengan lahap sangat menggemaskan bagi Tio.

Tiba-tiba April terdiam dan hampir tersedak oleh makanannya, saat Tio melontarkan pertanyaan.
"Kalau aku minta kamu jangan pergi, maukah kamu nggak ninggalin aku?"
Seketika suasana sarapan pagi yang nikmat menjadi hening, makanan yang tadinya lezat bagi April kini menjadi hambar seketika. Seolah pria itu tahu bahwa April akan pergi meninggalkannya.

"Kenapa memangnya?" Tanya April mengabaikan pertanyaan Tio.
"Aku takut kehilangan kamu."
Deg-
Setahu April, Tio bukanlah pria yang gemar mengumbar gombalan. Dan tak pernah berbicara seperti itu meski dalam keadaan apapun, dalam hati April berpikir apakah pria itu sedang jujur atau hanya ingin agar April tetap tinggal bersamanya.

"Kamu empat tahun di penjara, tanpa aku. Masih bisa, 'kan?" Balas April, seolah tak ingin menjawab pertanyaan Tio karena dirinya tahu apapun yang terjadi, tidak akan mengubah keputusannya.
Sungguh, April tidak ingin membahas hal ini dan membuat liburan mereka jadi kacau dan terganggu, April hanya ingin menikmati momen terakhir yang mungkin tidak akan lagi dapat ia rasakan bersama dengan pria yang ia cintai.

Selesai sarapan yang canggung, mereka berdua melanjutkan perjalanan menuju tujuan Tio. Melajukan motor sportnya menuju jalanan yang terik karena hari sudah siang.
Sekitar dua jam kemudian, mereka tiba di tempat tujuan. April tak menyangka Tio akan membawanya ke sebuah pantai yang indah.

Ini bukan pantai umum..
Hanya saja mirip pantai pada umumnya tapi lebih bersih karena belum terjamah oleh manusia, masih banyak pohon kelapa dan rumput liar di sekitaran. Tapi April suka tempatnya.
"Sebenarnya udah dari dulu mau ngajak kamu ke sini, tapi belum ada kesempatan." Kata Tio setelah memakirkan motornya lalu mengikuti April yang mulai terbuai dengan suasana alam.

"Ayo!" Ajak April menarik tangan Tio menuju bibir pantai setelah membuka sepatu dan juga jaketnya, membuangnya ke sembarang tanpa memperdulikan keadaan. Lagi pula di sini sepi, tidak akan ada orang yang mau mengambil sepatu dan barang-barang lainnya.

Mereka berdua berlarian menuju ombak, tak perduli jika pakaian mereka basah dan kedua kaki mereka terinjak benerapa kerikil dan kerang. Sampai hari sore April sama sekali tak ingin pergi dari sana, Tio bahkan beberapa kali menarik April agar wanita itu tak larut dalam ombak karena Tio tahu April tidak bisa berenang.

"Jangan ke tengah, nanti larut!" Seru Tio, tapi April menghiraukannya saja. Sampai-sampai Tio tak ingin melepaskan pegangannya kepada April dan tak membiarkan wanita itu jauh darinya.
Tio takkan melepaskan April jika didekati oleh pria mana pun, apalagi ombak yang mungkin akan menyeret April menjauh darinya.

Rambut hitam nan legam wanita itu kini basah kembali, Tio yang masih memegang tangan April berusaha merapihkan rambut April yang sedikit berantakan dan melindungi wajah cantik itu.
"Sudah terlambatkah untuk memintamu supaya kamu nggak pergi?" Tio kembali memberikan pertanyaan yang sama, membuat April kembali terdiam dan bibirnya sama sekali tak kuat untuk menjawabnya.

April tak ingin memberikan saran sebelum perpisahan karena itu akan sangat menyakitkan, April tak ingin ada air mata karena itu akan membuatnya mengurungkan niatnya untuk pergi.
Tio lebih dewasa darinya, Tio pasti tahu apa yang harus dilakukan tanpa ada April di hidupnya. Harusnya Tio tahu, pria itu bisa hidup tanpanya.

"Aku lapar!" Kata April mengalihkan pembicaraan dengan senyumannya.
Wanita itu pergi begitu saja meninggalkan Tio yang masih terdiam hanya bisa melihat kepergian April tanpa ia mendapat jawaban yang pasti, wanita itu tak menjawab dan juga tak mengelak. Tak menutup kemungkinan ketakutan Tio benar akan terjadi, wanita itu sebenarnya ingin pergi selamanya darinya.

Tio hanya bisa mengekor di belakang April, melihat punggung wanita itu lagi seolah Tio terlalu mengejar wanita yang akan segera pergi. Di balik punggung April yang membelakangi Tio, sebenarnya air mata wanita itu kembali mengalir. Hanya saja menyatu dengan air pantai yang membasahi wajahnya sehingga April berpura-pura bahwa ia tidak menangis.

"Mau ganti baju di sini?" Tanya Tio saat tiba-tiba April akan membuka pakaiannya yang basah.
"Iya, dimana lagi? Kamu ada lihat tempat ganti baju?" Kata April, Tio melihat ke sekitar. Memang tidak ada siapa pun di sana, pada akhirnya ia membiarkan April membuka seluruh pakaiannya dengan gerakan cepat agar tidak ada yang melihat.

Giliran Tio yang berganti pakaian dengan cepat meski ia tak khawatir jika ada orang yang melihatnya.
"Mau langsung pulang ke rumah apa gimana?" Tanya Tio saat mereka sudah siap dan hari sudah mulai dingin karena senja.

"Duduk dulu di pinggir pantai ya? Ngeliat matahari terbenam. Kayanya adem aja gitu lihatnya." Pinta April.
"Sudah senja, anginnya dingin. Kamu sampai gemetar gitu." Kata Tio, tapi April tetap merengek hingga akhirnya Tio meng-iyakan dengan berat hati. Mengambil jaket miliknya dan memakaikannya kepada April, mereka duduk di atas pasir pantai sembari bercerita hal yang sebenarnya tidak terlalu penting di saat pernikahan mereka sudah berada di ujung tanduk. Tapi obrolan itu berhasil membuat mereka berdua tertawa dan nyaman satu sama lain.

***

To be continued

27 Sept 2023

Om TioDonde viven las historias. Descúbrelo ahora