Ternyata bukan Pernikahan

527 53 6
                                    

April mengerjapkan kedua mata, mendengar keributan yang berasal dari anak-anak. Ternyata sudah pagi, terlihat gorden berwarna merah menyala terang, pertanda matahari sudah mulai meninggi. Baru saja ia mendudukan diri menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang, pintu kamar dibuka oleh Om Tio. Yang telah rapi dan segar membawakan secangkir kopi untuk April.
"April kesiangan!" Kata gadis itu masih dengan suara serak.
"Nggak apa-apa, perjalanan kemarin jauh, pasti capek." Sahut Om Tio menyerahkan segelas kopi kepada April, pria itu duduk di pinggiran ranjang. Jika bukan berada di rumah orang tua Om Tio, pria itu pasti akan menemani April tidur semalam.

"Ponselnya Om ambil ya!" Kata pria itu, April mengernyitkan dahi. Lalu mencari benda mungil yang semalam ia letakan di sebelah bantal, ternyata sudah tidak ada.
"Kenapa?"
"Nggak apa-apa, cuman Om ambil aja." Jawabnya, April sempat berpikir jika pria itu benar-benar akan mempersiapkan pernikahan dan tidak memperbolehkan April menggunakan ponsel dengan alasan tertentu. Sehingga, ia membiarkan ponselnya ada pada Om Tio.
"Eh, tapi April belum ngabarin Ibu. Kemarin kelupaan mau telfon Ibu." Katanya baru teringat akan kedua orang tuanya sendiri.
"Nggak perlu, sudah Om kabarin kemarin." Kata Tio, dan itu adalah sebuah kebohongan. Bodohnya April selalu percaya apa yang dikatakan oleh pria itu. Gadis itu hanya mengangguk seraya menyeruput kopinya.
April melihat ke sekitar kamar, nuansa putih bercampur merah. Terlihat tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit, hanya ada lemari dan ranjang. Satu jendela kaca yang mengarah langsung keluar kamar.
"Ini kamar siapa?" Tanya April.
"Kamar Om." Jawab pria itu.

"Sudah bangun 'kah si Princess?!"

Terdengar suara dari luar kamar, suara itu jelas bukan milik Ibu Om Tio. Mungkin suara kakak atau adik Om Tio yang ada di rumah ini, mendengar hal itu April sempat berkecil hati. Ia memang bangun terlalu siang sehingga tak sempat membantu yang lain mempersiapkan sarapan atau hal-hal lainnya. Om Tio juga pasti mendengar hal itu, namun raut wajah pria itu nampak biasa saja.

"Ada berapa orang sih yang tinggal di sini?" Tanya April penasaran, rumah itu nampak tidak pernah sepi dari anak-anak maupun suara-suara orang dewasa.
"Banyak, di lantai atas masih banyak kamar." Jawab Om Tio.
April sempat berharap jika ia menikah dengan Om Tio, mereka tidak akan tinggal di sini.
"Kita kapan pulang Om? Sudah ada omongan sama Ibu?" April memberi Om Tio banyak pertanyaan yang sebenarnya tidak bisa ia jawab, pria itu terlihat menghembuskan nafas kasar.

"Ayo kita lihat rumah baru!" Ajak Om Tio, menarik lengan April seraya membuka selimut yang menutupi sebagian tubuhnya.
"Rumah?"
Om Tio mengangguk, "iya, rumah baru kita. Kamu pasti suka." Tukas pria itu, jujur saja mendengar hal itu April sangat bersemangat. Ia segera mengambil handuk yang diberikan Om Tio dan pergi ke kamar mandi.
Usai ritual mandi yang cukup lama bagi seorang perempuan, Om Tio mengajak April pergi dengan membawa koper April yang telah terisi kembali semua baju dan barang-barang April.
"Kenapa dibawa semua?" Tanya April heran, Om Tio bilang mereka hanya sekedar melihat.
"Nginep di sana aja! Sekalian ngerasain rumah baru." Kata Om Tio menarik koper April keluar dari dalam kamarnya.

Di luar kamar sudah ada Ibu Om Tio dan beberapa orang, Om Tio nampak pamit kepada semua orang yang membuat April bertambah heran.
"Kirain kamu bawa Nopa, ternyata bukan!" Ucap salah satu wanita seolah menyindir April, membuat April semakin cemas. Ia sadar, dirinya bukan gadis yang pandai bersosialisasi seperti gadis pada umumnya. April cenderung diam dan hanya tersenyum juga berbicara jika ditanya, nampaknya karakter April sama dengan Ibu Om Tio yang tidak terlalu banyak bicara seperti kakak dan adik-adik Om Tio.
Om Tio hanya diam ketika ditanya seperti itu.

Setelah mereka berdua berpamitan, Om Tio melajukan motor sportnya pergi meninggalkan halaman rumah orang tuanya. Dalam hati April bertanya-tanya mengapa sesingkat itu, tidak ada omongan antara April dan keluarga Om Tio. April pikir Om Tio dan dirinya akan kembali ke kota kelahiran April beserta dengan keluarga Om Tio untuk sebuah lamaran, jujur April ingin bertanya. Namun ia mengurungkan niatnya khawatir pria yang sangat sensitif itu akan marah, sampai di perjalanan April hanya diam. Cukup lama Om Tio melajukan motornya, sekitar setengah jam kemudian di tempat yang April sendiri nama daerahnya apa pria itu berhenti. Nampak seperti perumahan pada umumnya, namun nampak sangat sepi.

Ada banyak rumah dan kendaraan terparkir di halaman masing-masing rumah, tapi seperti tidak ada kehidupan layaknya di rumah orang tua Om Tio yang cenderung berisik. Mereka berhenti tepat di sebuah rumah dua lantai, nampak indah dari luar. Berwarna cokelat terbuat dari kayu jati yang padat dan kokoh.
Om Tio mengajak April masuk ke dalam rumah, bahkan di dalam rumah sudah tersedia segala perabotan. Pria itu benar-benar telah mempersiapkan segalanya, batin April. Om Tio membiarkan April berkeliling, rumah itu nampak luas dan nyaman. Di lantai satu terdapat ruang tamu, ruang keluarga yang dilengkapi dengan televisi dan sofa.

Di bagian belakang ada dapur yang jadi satu dengan ruang makan dan ada satu ruangan untuk gudang, teras belakang tidak terlalu luas seperti teras depan namun terdapat pagar beton setinggi tiga meter yang mengelilingi seluruh halaman.
Setelah puas berkeliling di lantai satu, April diajak naik ke lantai dua bersama dengan Om Tio. Sampai di lantai atas hanya ada satu kamar di sana, kamar yang terlihat sangat luas. Ukurannya kira-kira setengah dari luas bangunan rumah ini, terbilang luas untuk sebuah kamar. Ada banyak jendela yang terbuat dari kaca, April membuka gorden agar sinar matahari masuk ke dalam kamar yang awalnya terkesan gelap.

Di lantai dua ini April dapat melihat jajaran rumah-rumah yang ada di perumahan itu, walaupun hanya bagian atap yang terlihat.
"Gimana? Kamu suka?" Tanya Om Tio meletakan koper April di sudut ruangan lalu bersandar di sebuah meja, yang April sendiri tak tahu kegunaan meja itu untuk apa.

"Suka." April mengangguk girang, melihat isi kamar. Terdapat sebuah ranjang besar dan sebuah meja rias, sebuah lemari dan ternyata ada kamar mandi di sudut ruangan.
Om Tio menghampiri April, memeluk gadis itu lalu mengecup keningnya dengan sayang. April mendongak melihat wajah tampan yang ternyata serius kepadanya itu, walaupun sepertinya pernikahan terlalu dini bagi April. Tapi melihat Om Tio seperti ini, April kembali luluh seperti kali pertama ia menyapa pria itu.

"Semoga kamu betah tinggal sama Om di sini!" Bisik Om Tio lalu memundurkan langkahnya secara perlahan menjauhi April, ke arah pintu dan secara tiba-tiba tanpa April kira pria itu menutup pintu dengan keras.

Brak!

April mengernyitkan dahi, terdengar suara Om Tio mengunci pintu dari luar. Saat itu pun April baru tersadar dan panik.
"Om!"

"Om, kenapa dikunci?!" Seru April mendekati daun pintu berusaha membuka pintu tersebut namun sudah terkunci dari luar.
"Om!!"
"Om Tio!!!" April memanggil pria itu namun tidak ada sahutan, Tio pergi begitu saja meninggalkan April dengan posisi dikunci di kamar itu.

***

To be continued

23 Agst 2023

***

Jadi inget Adrian, Author 😴

Om TioWhere stories live. Discover now