Ketenangan

406 55 2
                                    

"Happy birthday to you...
Happy birthday to you...
Happy birthday..
Happy birthday..
Happy birthday... to you...."

Suara tepuk tangan terdengar riuh memenuhi ruang keluarga, acara ulang tahun sederhana yang hanya dihadiri oleh keluarga besar Tio dan kedua Orang Tua April. Gadis itu terlihat memotong kue, sepertinya bukan gadis lagi. Melainkan seorang wanita yang masih sangat cantik di usianya yang hampir menginjak kepala tiga beberapa tahun lagi, ia memotong kue dan memberikannya kepada anaknya.
Theo..
Bocah lelaki itu hari ini berulang tahun, usia empat tahun dan sudah sangat pintar untuk anak seusianya. April mengajarkan Theo banyak hal dan beruntung bocah itu begitu tanggap.

Sedari bayi Theo tidak pernah diperkenalkan dengan Ayah biologisnya, April bilang dirinya belum siap meski tidak menutup kemungkinan Theo akan bertemu secepatnya dengan Ayahnya. April tidak pernah memisahkan anaknya dengan Ayah biologisnya, ia hanya belum bisa memberi penjelasan kepada Theo mengapa dan kenapa Theo tidak seperti anak-anak pada umumnya yang memiliki Ayah dan Ibu yang lengkap.
"Selamat ulang tahun anak Bunda!" Seru April sembari mengecup pipi Theo. Keluarga besar Tio yang hadir turut mengucapkan selamat kepada anak laki-laki kesayangan Mami itu, karena sedari bayi Mami yang selalu membantu April mengurus Theo. Theo hanya kenal dengan Oma dan Bunda, juga Nenek dan Kakeknya saja beserta para Paman dan Bibi, serta para Sepupunya.

Theo tidak pernah mengenal sosok Ayah, meski pernah sesekali Theo bertanya kepada April perihal Ayahnya. Namun April tidak menjawab dan memilih untuk diam.
"Ayo kita buka kado-kadonya!" Ujar April, mereka semua duduk di atas lantai sembari membantu Theo membuka semua kado-kadonya satu-persatu. Keluarga Tio memang besar, begitupun dengan kado yang diberikan kepada Theo dan tak henti-hentinya April berterimakasih kepada semua orang yang telah datang ke perayaan Ulang Tahun Theo yang sederhana ini.
"Kado tante mana?" Tanya Theo kepada wanita berambut panjang yang Theo anggap paling cantik di antara para Tantenya.

Tante Wilda adalah mantan istri Paman Surya, namun wanita itu masih berhubungan baik dengan keluarga besar ini terutama dengan Mami.
"Ada di luar!" Sahut wanita itu, Theo segera berlari keluar rumah dan mendapati sebuah sepeda baru yang sama sekali belum pernah ia lihat.
"Wah, sepeda! Makasih Tante!" Seru Theo dari luar rumah.
"Masuk dulu, Theo! Besok pagi aja main sepedanya, ini udah malam!" Ujar April yang segeda diangguki oleh Theo, bocah itu terbilang manja dan jarang sekali menuruti semua orang kecuali hanya pada Bundanya, April. Persis seperti watak Ayahnya, batin Mami memerhatikan sedari tadi.

Seusai acara, Mami menjamu semua orang untuk makan malam bersama di ruang makan. Sedari dulu Mami memang sengaja membuat rumah yang cukup besar agar bisa menampung banyak orang termasuk anak, menantu dan cucu-cucunya. Maka tak jarang jika anak dan menantunya keluar-masuk rumah ini, namun hanya April yang bertahan menemani Mami yang tinggal seorang diri.
"Nggak usah berebut! Semua orang pasti dapat!" Seru Mami saat para cucunya termasuk Theo berebut kue ulang tahun, Mami lalu duduk bersebelahan dengan Surya. Sementara April terlihat bercengkrama dengan kedua Orang Tuanya sekaligus menyuapi Theo.
"Mami belum ngasih tahu April?" Bisik Surya di sela keributan anak-anak dan suara Orang Tua mereka.

Mami hanya diam ditanya seperti itu, ia sendiri tidak tahu bagaimana caranya menyampaikan hal tersebut kepada April. Mami takut jika April pergi dari rumah membawa Theo pulang ke rumah kedua Orang Tuanya.
"Cepat atau lambat Mami harus ngasih tahu, kalau nggak April bisa tiba-tiba trauma karena kaget." Tambah Surya.
"Bisa nggak sih Mami hidup dengan tenang?! Kamu nggak lihat Mami bahagia? April bahagia juga Theo." Protes Mami dengan nada rendah tak ingin membuat gaduh.
"Iya, tapi nanti gimana? Mending dikasih tahu duluan dari pada nanti malah bikin heboh." Kata Surya berusaha meyakinkan Ibunya.

"Mami masih mikir, kamu bantuin mikir kek." Jawab Mami, Surya sebenarnya juga takut. Bukan hanya takut akan kehadiran adiknya nanti tapi juga kehilangan April dan Theo.
Suasana malam itu terasa bahagia, selama beberapa tahun terkhir adalah tahun-tahun dimana April selalu tersenyum dan tidak pernah menangis.
"Loh, nggak nginep di sini aja?" Tanya Mami kepada kedua Orang Tua April yang harus segera pulang karena jarak rumah yang cukup jauh.
"Enggak, besok pagi ada urusan." Jawab Ibu April.
"Oh, Surya! Anterin Ibu sama Bapaknya April pulang!" Seru Mami memanggil Surya, pria itu segera mengambil kendaraan untuk mengantarkan kedua Orang Tua April pulang.

"Kok cepet banget pulangnya, Mah? Nggak kemalaman ini?" Tanya April yang khawatir karena hari sudah malam.
"Nggak apa-apa, Mamah nggak biasa nginep tempat orang!" Jawab Ibu April seraya berbisik.
"Ya udah, hati-hati, Mah, Pak!" Kedua Orang Tua April lalu memasuki kendaraan yang dibawa oleh Surya, April dan Mami juga Theo mengantarkan mereka sampai di teras rumah.

"Dadah Nenek! Dadah Kakek!" Ujar Theo melambaikan kedua tangan kepada Kakek dan Neneknya, kendaraan mulai menjauh dari halaman rumah. Mereka pun kembali ke dalam rumah karena masih ada banyak keluarga di dalam sana. Bahkan sampai tengah malam semua orang terlihat masih betah bercengkrama.

Theo terlihat mulai mengusap kedua matanya, anak itu pasti mengantuk pikir April.
"Kalau ngantuk, ayo tidur!" Bisik April di telinga Theo.
"Bunda, mau tidur!" Kata Theo, suaranya mulai parau dan kedua matanya mulai memerah.
"Ayo kita tidur!"
"Mam, aku mau nidurin Theo sebentar ya? Udah ngantuk dianya." Kata April yang diangguki oleh Mami.
April lalu membawa Theo masuk ke dalam kamar, mengganti pakaian Theo dengan piyama tidur lalu menggosok gigi tak lupa mencuci tangan dan kaki sembari April menyiapkan tempat tidur Theo.
"Tidur udah! Nanti kalau udah tidur, Bunda keluar lagi ya? Masih banyak Tante sama Paman di luar belum pada pulang." Kata Apr memakaikan selimut ke tubuh Theo, bocah itu mengangguk mengerti.

Sebenarnya mengurus Theo tidak terlalh sulit, mengajarkan anak itu disiplin dan selalu tepat waktu akan rutinitas meski terkadang anak laki-laki cukup sulit untuk diatur, beruntung Theo selalu menuruti April.
"Bun, tadi Theo denger obrolan Paman Surya dan Oma." Kata Theo.
"Oh, ya? Theo nggak boleh nguping pembicaraan Orang Tua ya, itu namanya lancang." Kata April berusaha memberi pengertian kepada Theo.
"Iya, tapi Theo dengernya Paman Surya bilang harus kasih tahu Bunda, supaya Bunda nggak trauma. Katanya gitu!" Ujar Theo yang belum mengerti apa yang dikatakan oleh orang-orang dewasa, yang ia tahu obrolan antara Paman dan Omanya ada hubungannya dengan Bundanya.

April hanya tersenyum menanggapi walau ada sedikit perasaannya merasa terganggu dengan kata-kata 'trauma', apa jangan-jangan?
"Ya udah, nanti Bunda tanya sama Oma dan Paman. Sekarang Theo tidur ya, katanya ngantuk tadi." Kata April, dan entah mengapa di hatinya timbul rasa was-was dan tiba-tiba terasa sesak.


***

To be continued

8 Sept 2023

****

Nggak lama muncul nih Dewa Api 👹

Om TioWhere stories live. Discover now