Khomsata 'Asyaro ١٥

5.2K 308 6
                                    

"Dokter, pasien ini butuh pertolongan segera! Ke UGD secepatnya dok!" Suara panik menyeruak dari lubang telepon sehingga aku menelepon dari jarak yang jauh.

Mendengar kedaruratan hal tersebut, aku segera berlari menuju UGD sambil merapikan jas putih dan hijabku.
Perlengkapan demi perlengkapan aku gunakan dengan rapi.

Tidak kusangka, baru 3 minggu bekerja aku sudah dipercaya untuk membedah lagi yaitu kaki pasien beserta jemarinya yang menyatu karena luka bakar di musibah kebakaran pabrik plastik. Ditambah lagi, banyak dagingnya yang hilang sehingga perlu ditambal.

Kugunakan seluruh peralatan kedokteran dengan teliti dan hati-hati. Karena aku tidak ingin akhir yang fatal terjadi.

Setelah berjam-jam mengatasi antara hidup dan mati, akhirnya kami para tim, sukses membedah pasien tersebut. Namun kondisinya masih lemah dan perlu istirahat lebih untuk memulihkan kondisinya.

"Alhamdulillah" Ucapku sambil menyeka keringat yang melebihi batas normal.

"Selamat! Kita berhasil" Sorak salah satu suster yang membantu pengoperasian tadi.

Aku sangat senang, doaku selama ini untuk menjadi orang yang bermanfaat akhirnya terwujud, aku bisa menyelamatkannya atas izin Allah. Allah is the best responders. Allah tidak pernah mengabaikan doaku, bahkan disaat genting seperti ini.

Doaku untuk tetap istiqomah dalam menjaga perasaan terhadap lelaki, berangsur angsur membaik. Aku sudah bisa mengontrolnya. Kesedihan atas perasaan sudah tidak menggeluti tubuh ini. Aku sudah bisa hidup normal. Namun yang kuinginkan saat ini adalah bertemu keluargaku.

Aku melangkah keluar ruang UGD, tatapanku yang awalnya mengarah ke bawah. Sekarang berubah karena kilatan kilatan cahaya dan sorakan gembira sebuah koloni yang membisingkan suasana.

Aku tercengang dan berdiri kaku tepat di depan pintu ruang UGD. Puluhan kamera memotretku yang bersimbah keringat, puluhan mikrofon mengarah dekat mulutku, ratusan pertanyaan menumpuk hingga tidak dapat kubedakan per katanya.

Aneh. Biasanya keluarga pasien yang mengerubungiku, kenapa malah wartawan sekarang.

"Bagaimana perjuangan anda bisa menjadi dokter muda dan handal?"
"Berapa sekolah yang telah anda tempuh?"
"Apa motivasi anda?"
"Berapa lama anda menekuni kedokteran?"
"Sudah 5 operasi hebat anda lakukan, membedah bayi kembarsiam 3, gagal jantung bayi, pembetulan kesalahan tempat tumbuh pancaindra, pembentukan jari yang kurang, dan membedah kaki yang menyatu beserta jarinya. Apa yang anda rasakan?"

Butir demi butir pertanyaan digulirkan padaku. Aku bingung kenapa jadi begini.

"Okeoke. Saya sekolah selama 6 tahun di Banerall University. Motivasi saya adalah saya ingin berilmu tinggi namun ilmu saya bermanfaat bagi orang banyak. Sudah 3 minggu saya menjadi dokter dan banyak kejadian yang saya alami. Yang saya rasakan setelah menangani operasi tersebut tentu senang dan sangat bersyukur karena pasien berhasil bertahan hidup dan saya senang Allah telah meridhoi saya atas pekerjaan ini sehingga semua berjalan baik".

Kurasa jawaban itu cukup. Aku meninggalkan mereka dan menuju ruanganku untuk segera bersiap-siap pulang untuk merehatkan diri.

"YaAllah kok bisa sih gue dijadiin bahan berita wartawan, apa maksudnya coba" Gumamku sambil menyetir mobil menuju rumah.

Seperti biasa, aku mandi kemudian solat dan mengerjakan pekerjaan yang bertumpuk di meja belajarku. Ternyata lebih baik PR daripada membaca kumpulan file yang tebalnya seperti kue chiffon, tapi ga mimpes.

Saat aku ingin searching mengenai sebuah istilah di google. Aku menemukan deretan berita yang judulnya mencantumkan namaku.

"Hahhhh?!" Aku shocked bukan main. Aku terpelongo begitu saja di hpku dan menggulir tiap berita yang ada.

Because AllahWhere stories live. Discover now