Arba'ata wa 'Isyruuna ٢٤

5.5K 300 1
                                    

2am

Doar!!
Boom!!!

Suara rudal, misil dan tembakan senjata laras panjang menggelegar di seluruh pemukiman Palestina. Padahal hari masih bertajuk buta.
Orang-orang berlarian terpingkal-pingkal dan berhamburan menghindari serangan mendadak tersebut, beberapa wartawan meliput kejadian ini dari jarak jauh.

"Sarah!" Aku terbangun dari pejamanku, pendengaranku dibisingkan oleh penyerangan di pagi buta ini, aku mendapati Sarah yang terpojok di sudut ruangan dengan rasa takut amat mendalam dengan piyama dan hijabnya. Aku pun segera memakai hijabku dan menghampirinya.

"Gue takut, Ars" Sarah masih mengumpat di sudut ruangan dan menutup wajahnya.

Jujur, gue juga takut. Tapi kita ga boleh diam.

Tak lama, Piyo, Abbas dan Edo naik ke kamar kami dan buru-buru mencari kita dan menerangi kita dengan lilin.

"Lo berdua gapapa kan? Ayo gece! Kita harus pergi" ucap Abbas terburu-buru, dia pasti juga panik.

Akhirnya kami semua pun turun melalui tangga meskipun Sarah suka memperlambat laju jalannya.

"Emang ada bantuan dari Indo?" Tanyaku sambil menuntun bahu Sarah.

"Nggak" jawab Edo singkat.

"Hah?! Terus kita gimana?" Mataku terbelalak, aku tidak tau apa aku akan selamat atau sebaliknya.

"Tawakal aja ini mah" sambung Piyo.

Kami mengintip dari jendela, kami mendapati tank-tank menyerang bangunan-bangunan yang ada, para tentara yang kuduga Zionis itu menembak orang-orang Palestina yang berusaha melawan. Aku tidak kuat melihatnya, namun inilah konsekuensinya.

"Susun rencana!" Ajak Abbas.

"Cuma ada dua pilihan, keluar terus mati ditembak atau disini mati dibom" jelas Piyo.

Kami semua terdiam, entahlah ini bukan bidang kami, seharusnya kami menolong orang, tapi kenapa malah kita yang butuh pertolongan.

"Eh lu kan tukang senjata kimia, Do" tunjuk Sarah.

"Bukan tukang, please. Nih ya kalo gue ngeliat senjata mereka, ada bom tapi bom itu bikin cacat seumur hidup karena ada senjata tajam di dalamnya yang bakal keluar dan menyebar pas bomnya meledak, setau gue sih itu dilarang. Jadi, hati-hati. Mereka sadis banget" terangnya yang membuat kita takjub. Kami kira dia dulu otak udang yang hobinya cuma bercanda.

"Aku bangga sama kamu, Kang" sifat kecewean Piyo mulai keluar.

"Stop it!"

Maryam? Dia gimana? Pasti tempat mereka itu jadi sasaran empuk. Gue harus nolong mereka, terutama Maryam.

"Guys! Kemaren gue ngobrol sama bocah sini. Ada tempat penampungan anak kecil yang yatim piatu. Gue takutnya mereka bakal nyerang ke tempat itu. Kita harus buru-buru nolongin!" Kataku

"Serius, Ars?! Yaudah kita harus bergegas" semangat Sarah seketika berkobar. Begitu juga yang lain.

Kami keluar menyelinap di dinding-dinding, terkadang beberapa peluru nyasar kearah kami, namun itu takkan menghentikan kami.

"Aahh" rintihan besar terdengar dari Abbas yang memimpin barisan kami, ia tertembak di bagian pundak.

"Tahan darahnya!" Perintah Piyo sambil memungut perban yang tergeletak di reruntuhan posko yang biasa dijadikan tempat kita mengabdi.

"Bentar, gue mau ngambil perlatan lain yang bakal kita pake mungkin!" Sahut Edo sambil memungut barang medis lain yang layak pakai meski terkena runtuhan.

Because AllahWhere stories live. Discover now