٢٨

4.9K 249 14
                                    

Arshiya

Hari pernikahanku dengan Agha sudah semakin dekat. Aku bahkan ragu pada diriku sendiri, apakah aku masih mencintainya? Atau rasa cintaku sudah lenyap karena dilahap rasa belas kasihanku kepada Ashira. Aku sudah tidak tahu lagi apa itu cinta tulus. Namun satu hal yang membuatku ingin melanjutkan semuanya adalah, kalau aku ingin pernikahanku ini sebab karena Allah SWT. Aku harap Ia memberiku kekuatan dan keridhoan. Amin.

Ditambah lagi permasalahan rekening tabunganku yang saldonya melejit. Aku sangat dipusingkan  karena hal itu. Melapor polisi akan sangat berisiko menurutku dan kak Daisam. Meski ia sendiri adalah seorang intel.

Tapi mesti terus kujalani, karena ini sudah menjadi pilihanku, berbagi Agha kepada Ashira. Lagipula, semua acara telah dipersiapkan, dari mulai dekorasi, susunan acara, dan yang terpenting...

Gaun pengantin.

Gaun pengantin yang berwarna putih berbalut hiasan berbentuk mawar yg menghiasi gaun itu, gaun yang tidak membentuk tubuh kuharap dapat mendukung prosesku menjadi wanita yang Insya Allah shalihah di mata-Nya dan orang sekitarku.

Gaun inilah yang sedang kukenakan sekarang. Di ruang rias, aku telah selesai didandani dan tinggal aku seorang diri yang tengah bercermin untuk memantapkan mentalku. Pernikahan bagiku bukanlah hal biasa, ini adalah proses yang sakral.

Aku memang benar-benar memanapkan mentalku, mengingat nanti Agha akan menikahkan 2 perempuan sekaligus. Hal ini menjadi perbincangan hangat di sosial media dan beberapa stasiun televisi. Ya, karena aku sempat menjadi publik figur kala itu. Inilah risikonya, akan selalu tersorot media massa.

Agha

Menikahi 2 wanita sekaligus. Terdengar gila memang. Apadaya, ini yang memang harus kulakukan. Menikahi seseorang karena belas kasihan dan karena aku memang cinta.

Cinta?

Apa menikahinya seperti ini masih pantas dibilang "cinta"?

Arshiya

Pernikahan ini kuharap adalah sekali dan selamanya. Tempat pernikahan kami outdoor di suatu balkon hotel dengan suasana sejuk.

"Pas resepsi nanti lu stand up ya bareng Piyo. Gamau tau!" Pintaku pada Edo. Aku, Edo, Piyo, Abbas, dan Sarah sedang berbincang di tempat dimana resepsi akan berlangsung. Kami sudah sangat dekat dan akrab.

"Lu mau nikah ga bergairah amat sih. Seneng kek, ceritain Agha ato ngobrol gitu sama dia biar màkin deket. Jangan sama kita" Piyo mendorongku seakan ingin mengusirku dari "aliansi" ini.

"Males ah. Biarin aja dia temenin si Ashira, biar kenyang biar pàs akad lancar". Sambatku seraya tidak peduli.

"Lancar... BAB kali" ledek Edi yang piawai melontarkan kata-kata nista.

Kubiarkan gaunku terhembus angin di balkon ini, membiarkannya keluar masuk rongga dadaku, meringankan sesak yang sedari lama menyumbat perasaanku. Biarkan sementara ini ia kosong, sampai ia siap disumbat sesak lagi, lagi, lagi.

Ashira

Rambutku mulai rontok lagi, efek daru kemoterapi yang tak lama baru kujalani. Gejala - gejala penyakit kankerku mulai terasa lagi, sakit dimana - mana. Apa aku kuat?. Sekalipun harus bertumpu pada kursi roda...

Ya. Aku kuat. Bukankah aku yang ingin pernikahan ini? Iya aku.

Aku kuat karena Agha.

Arshiya

Tamu - tamu mulai berdatangan dan aku kembali ke ruang riasku untuk membetulkan make up yang mungkin sudah luntur karena laju angin. Meninggalkan sahabat-sahabatku, aku berdo'a agar semuanya lancar.

Because AllahWhere stories live. Discover now