٣١ (Key of Ev.)

4.9K 240 1
                                    

Agha

"Kita liat aja nanti". Aku rasa aku yakin tidak salah mengatakannya. Sangat yakin, karena setelahnya aku mendapat pesan dari atasanku kalau aku harus segera berkemas meninggalkan Indonesia untuk kurun waktu yang lama ke negara terpencil untuk membantu mengamankan warga sipil dari serangan teroris karena minimnya tentara di sana.

Aku tidak menyukainya. Bukan karena harus meninggalkan Indonesia. Aku benci cara setiap kali aku akan meninggalkannya. Hampir selalu dalam keadaan tidak menenangkan atau dalam keadaan marahan dan ia menangis.

Insya Allah aku akan menetap di sana selama 2 sampai 3 tahun mungkin.

Kenapa lama?

Aku benar - benar merasa bagaikan air mata di hadapannya. Rasanya, aku benar - benar akan lenyap darinya.

Mengabarinya? Ah. Sudahlah.

Berminggu - minggu kemudian, berita tentang dukungan terhadap Arshiya semakin memanas di antara masyarakat dan netizen. Bahkan sampai dicanangkan dalam sebuah hashtag drArshiyatidakbersalah.

Semua hal itu memancing lembaga hukum membuka kembali kasus tersebut dan ini adalah berita baik bagi pihak keluarga Arshiya dan Arshiya sendiri.

Termasuk lelaki itu, yang siap - siap mengumpulkan kertas pembuktian.

Pengacara Arshiya telah mengumpulkan bukti - bukti agar Arshiya dinyatakan tidak bersalah. Arshiya duduk di samping pengacaranya, duduk setenang mungkin sambil merapal do'a.

Hakim mulai membuka suara
"Setelah ditinjau dengan teliti kembali. Terdapat keganjilan dalam bukti - bukti perkara saudari Arshiya"

Arshiya

Sidang berlangsung panjang. Dan hari sebelumnya kak Daisam memintaku agar ia dijadikan sebagai saksi kunci. Aku membantah karena ia sama sekali tidak ada kaitannya dengan ini dan aku rasa itu akan tidak membantu. Namun karena ia bersikukuh dan berkata kalau ini akan berhasil, apa daya aku pun mengiyakannya.

Kini kak Daisam memberikan bukti - bukti yang tersimpan rapi di dalam map yang ia bawa.

Saat membuka mapnya sebuah foto perempuan jatuh ke bawah. Foto yang wajahnya dicoret - coret. Aku tiba - tiba teringat foto itu. Ya! Foto yang pernah kulihat di kamarnya dulu, sudah sangat lama. Aku seketika sadar foto itu adalah siapa. Pantas ia ingin menjadi saksi kunci.

Kak Daisam segera mengambil foto yang terjatuh itu, ia menengok padaku seraya ia telah tahu apa yang sedang kupikirkan adalah sama dengan yang ia pikirkan.

Kak Daisam mulai mengucap kesaksian, " saya akan menceritakan awal mula semuanya. Sekitar 2 tahun yang lalu, saya mendapat telepon dari seseorang yang mengatakan untuk memberitahunya memanipulasi data rekening, dan data - data lainnya, ia mengatasnamakan atasan saya. Saya mempercayainya karena saat itu suaranya benar - benar seperti atasan saya. Lalu, beberapa minggu kemudian, seseorang menelepon saya lagi dan meminta profil terdakwa alasannya untuk berterima kasih karena telah menyelamatkan nyawa anaknya saat berada di Palestina dulu, dan ia meminta nomor rekening terdakwa untuk memberi imbalan sebagai rasa terima kasih dan saya pun dengan mudahnya memberikannya. Saya sangat teledor saat itu." Jelas kak Daisam. Namun hakim masih belum puas dengan pernyataannya.

"Apa yang anda katakan adalah benar dan jujur?" Tanya hakim

"Iya, Yang Mulia". Jawab kak Daisam.

Kak Daisam melanjutkan keterangannya.

"Lalu, orang itu menelepon saya lagi dan mengatakan kalau ia akan datang ke kantor saya. Saya mulai curiga namun tiba - tiba ia membuka pintu kantor saya dan mematikan teleponnya. Dan ia menyodorkan saya pisau dan mengancam keamanan adik serta keluarga saya saat itu cctv telah dimatikan dengannya, ia menyusun rencananya dengan sistematis. Ia menyodorkan foto terdakwa dan meminta saya memata - matainya. Saya terancam dan saya mengiyakannya"

Because AllahUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum